Label (Juga) Harus Berbahasa Indonesia
Berita

Label (Juga) Harus Berbahasa Indonesia

Pencantuman label sekurang-kurangnya menggunakan bahasa Indonesia yang jelas dan mudah dimengerti.

Yoz
Bacaan 2 Menit
<i>Label</i> (Juga) Harus Berbahasa Indonesia
Hukumonline

Bukan hanya kontrak yang diwajibkan menggunakan bahasa Indonesia. Di ranah perdagangan hal ini juga berlaku. Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu baru-baru ini mengeluarkan peraturan yang mewajibkan pencantuman label pada barang. Yang menarik adalah label tersebut harus berbahasa Indonesia. Ketentuan itu termuat dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permandag) No. 62/M-DAG/PER/12/2009 tentang Kewajiban Pencantuman Label Pada Barang.

Permendag itu ditujukan agar konsumen bisa memperoleh informasi yang benar, jelas dan jujur atas barang yang akan digunakan. Mari mengatakan peraturan ini merupakan bagian dari program 100 hari Departemen Perdagangan.

Dalam Permendag tersebut diatur tentang ketentuan label empat produk nonpangan, yakni elektronik, komponen (spare parts), alat dan bahan bangunan, serta sejumlah produk lain. Beberapa poin dalam peraturan tersebut adalah kewajiban penggunaan label berbahasa Indonesia yang telah melalui pembahasan dengan pemangku kepentingan.

Pasal 2 Permendag menyebutkan, pelaku usaha yang memproduksi atau mengimpor barang untuk diperdagangkan di pasar dalam negeri wajib mencantumkan label dalam bahasa Indonesia. Pencantuman label sekurang-kurangnya menggunakan bahasa Indonesia yang jelas dan mudah dimengerti. “Penggunaan bahasa, selain Bahasa Indonesia, angka arab, huruf latin diperbolehkan jika tidak ada padanannya”.

Sementara, pelaku usaha yang memproduksi atau akan mengimpor barang yang akan diperdagangkan dari pasar dalam negeri harus menyampaikan contoh label dalam Bahasa Indonesia. Label itu harus memuat keterangan atau penjelasan mengenai barang dan identitas pelaku usaha. Keterangan atau penjelasan pada label barang yang terkait dengan keselamatan, keamanan dan kesehatan konsumen serta lingkungan hidup harus memuat cara penggunaan dan simbol berbahaya atau tanda peringatan yang jelas.

Pemerintah juga menyiapkan sanksi bagi pelaku usaha yang melanggar. Sanksi itu berupa pencabutan Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP). Selain itu, mereka akan dikenakan sanksi sesuai aturan UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

Permendag yang akan berlaku awal Januari 2010 ini mendapat tanggapan dari berbagai kalangan, khususnya para pengusaha lokal. Menurut Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sofyan Wanandi, penerbitan permendag itu memang merupakan bagian kesepakatan antara pengusaha dengan pemerintah.

Sofyan menuturkan dengan adanya label dalam tiap barang maka konsumen bisa mengetahui seluk beluk produk yang digunakan. Label tersebut, katanya, bisa memperlihatkan mana produk yang harus atau tidak untuk diawasi di pasaran. “Produk yang tidak sesuai dengan standar, jadi langsung ketahuan,” ujarnya.

Selain menerbitkan aturan itu, dia menyarankan agar pemerintah melakukan berbagai upaya demi melindungi produk dalam negeri, yakni terkait dengan beban ekonomi biaya tinggi, infrastruktur, dan menurunkan suku bunga. Disamping itu, pemerintah harus bisa mencegah penyelundupan produk (ilegal) yang masuk ke Indonesia.

Sedangkan Ketua bidang Regulasi Gabungan Perusahaan Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi) Franky Sibarani berharap, pemerintah dapat mengontrol produk impor. Ia menyarankan agar pemerintah melalui Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) merevisi PP No. 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan.

Menurut Franky, selama ini produk pangan impor yang diizinkan masuk ke Indonesia hanya menempelkan label berupa stiker berbahasa Indonesia. “Ketentuan ini seharusnya diperketat sehingga tidak ada lagi produk pangan dengan label tempelan stiker,” tandasnya.

Tags: