IHCS Minta Hakim Batalkan Kontrak Karya Freeport
Berita

IHCS Minta Hakim Batalkan Kontrak Karya Freeport

Majelis hakim diminta menegakkan mandat pasal 33 UUD 1945.

Nov
Bacaan 2 Menit
Majelis hakim PN Jakarta Selatan tunda pembacaan putusan gugatan atas KK PT Freeport Indonesia. Foto: Sgp
Majelis hakim PN Jakarta Selatan tunda pembacaan putusan gugatan atas KK PT Freeport Indonesia. Foto: Sgp

Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menunda pembacaan putusan gugatan atas kontrak karya (KK) PT Freeport Indonesia. Ketua Majelis Hakim Suko Harsono beralasan belum fokus merumuskan putusan karena baru selesai menjalani operasi mata. Pembacaan putusan diagendakan pada 13 September 2012.

Ketua Eksekutif Indonesian Human Right Comitte for Social Justice (IHCS) Gunawan menyayangkan penundaan pembacaan putusan. Selaku penggugat, IHCS berharap gugatannya dikabulkan majelis hakim. IHCS telah dinyatakan memiliki kedudukan hukum untuk menggugat kontrak karya Freeport.

Putusan sela majelis tersebut membantah dalil tergugat yang menyatakan gugatan IHCS hanya bisa diperiksa di arbitrase. Dalam gugatannya, IHCS meminta kontrak karya Freeport dibatalkan dan disesuaikan dengan ketentuan PP No.45 Tahun 2003 tentang Tarif atas Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).

Dalil gugatan IHCS diperkuat dengan keterangan ahli. “Ahli yang kami ajukan memandang bahwa perjanjian yang melawan hukum nasional mengakibatkan perjanjian itu batal. Seharusnya, kontrak karya Freeport sudah batal sejak PP No.45 Tahun 2003 diterbitkan,” kata Gunawan, Kamis (06/9).

Gunawan melanjutkan, secara politis, renegosiasi kontrak karya Freeport harus tetap dilakukan. Eksekutif, legislatif, dan yudikatif harus menegakkan ketentuan Pasal 33 UUD 1945 yang memandatkan kekayaan alam harus dikuasai negara untuk sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat.

“Jadi, kalau negara memberikan izin penguasaan tambang, kemudian di tengah jalan terbukti tidak untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, kontrak karya bisa dievaluasi kembali,” ujarnya. Gunawan menganggap kontrak karya Freeport tidak sejalan dengan apa yang dimandatkan UUD 1945.

Indikasinya dapat dilihat dari sejumlah persoalan yang dihadapi masyarakat di sana, seperti pembayaran royalti yang rendah, persoalan masyarakat adat, perburuhan, lingkungan hidup, dan agraria. Dengan demikian, Gunawan berharap majelis menegakan mandat UUD 1945 dengan mengeluarkan putusan yang memihak IHCS.

IHCS mendaftarkan gugatan terhadap Menteri ESDM, Freeport, Presiden, dan DPR pada akhir Juli 2011. Perpanjangan Kontrak karya Freeport tanggal 30 Desember 1991, memuat kesepakat untuk membayar royaliti emas sebesar satu persen. Berdasarkan PP No.45 Tahun 2003, tarif royalti emas adalah sebesar 3,75 persen dari harga jual tonase.

Besaran satu persen itu tidak lagi sesuai dengan peraturan yang berlaku. IHCS menilai kontrak karya Freeport sudah tidak lagi memenuhi syarat sahnya perjanjian sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata. Kontrak karya jelas bertentangan dengan PP No.45 Tahun 2003, sehingga dapat mengakibatkan batal demi hukum.

Selain itu, Freeport dinilai tidak pernah membayar royalti emas. Selama 25 tahun, Freeport hanya membayar royalti tembaga kepada pemerintah Indonesia. Merujuk kontrak karya pertama tahun 1967, Freeport hanya melaporkan penambangan tembaga. Padahal, terhitung sejak 1978, Freeport juga mengekspor emas.

Apabila diakumulasikan, IHCS menaksir kerugian negara sudah mencapai AS$256,17 juta. IHCS meminta para tergugat secara tanggung renteng membayarkannya ke kas negara. Namun, juru bicara Freeport Ramdani Sirait sempat menyatakan pihaknya tetap berkomitmen untuk mematuhi seluruh perjanjian dan peraturan yang berlaku.

Ramdani berkeyakinan kontrak karya antara Freeport dan Pemerintah Indonesia cukup adil dan lebih baik dibanding dengan negara-negara penghasil mineral lainnya. Selama empat dekade lebih beroperasi, Freeport telah memberikan kontribusi lebih dari AS$12 miliar sesuai kontrak karya.

“Kontribusi tersebut terdiri dari pajak, dividen dan royalti untuk produksi tembaga, emas dan perak. Kami berharap masih ada beberapa dekade ke depan untuk kelanjutan kesuksesan,” tutur Ramdani.

Kedatangan Menlu AS

Menjelang pembacaan putusan gugatan kontrak karya Freeport, Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Hillary Clinton berkunjung ke Indonesia. Banyak yang menduga, salah satu pembicaraan Hillary dan Presiden SBY kemarin terkait dengan perpanjangan Kontrak Karya Freeport hingga tahun 2041.

Akan tetapi, Gunawan tidak mau mengaitkan kedatangan Hillary dengan penundaan pembacaan putusan. “Kedatangan Hillary itu harus dilihat sebagai kerja diplomatik kaitannya dengan kebijakan luar negeri Amerika. Cuma dengan adanya penundaan putusan ini akan semakin melonggarkan waktu renegosiasi kontrak karya”.

Pakar hukum internasional, Hikmahanto Juwana meminta Presiden SBY menolak permintaan ataupun tekanan pemerintah Amerika Serikat. Antara lain karena Freeport sudah terlalu banyak menikmati kekayaan yang seharusnya digunakan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat Indonesia.

Freeport juga dinilai belum benar-benar transparan mengenai keuntungan yang diperolehnya. “Bila perpanjangan diluluskan pemerintah atas desakan pemerintah AS, berarti AS telah mengadu domba pemerintah RI dengan rakyatnya sendiri. Saat ini masyarakat Indonesia tidak bisa menerima keberadaan Freeport yang terus menguras kekayaan sumber saya mineral Indonesia,” terang Hikmahanto.

Tags: