IDI Siap Bentuk Tim Mengusut Pelanggaran Kode Etik Kedokteran
Kematian Mahasiswa UNAS:

IDI Siap Bentuk Tim Mengusut Pelanggaran Kode Etik Kedokteran

Dokter tak dapat dibenarkan membuka informasi kesehatan pasien ke publik tanpa persetujuan keluarga.

M-4/Nov
Bacaan 2 Menit
IDI Siap Bentuk Tim Mengusut Pelanggaran Kode Etik Kedokteran
Hukumonline

 

Fahmi Idris menyatakan PB IDI belum biasa berbuat banyak merespon desakan mahasiswa. Cuma, PB IDI bisa memprakarsai pembentukan tim beranggotakan PB IDI, Komnas HAM, perwakilan UNAS, dan pihak RSPP. Meskipun masih sebatas rencana mengumpulkan pengurus IDI, Fahmi dengan tegas mengingatkan para dokter untuk taat pada sumpah dokter. Seluruh dokter terikat sumpah untuk tidak menggunakan pertimbangan ras, politik, dan lain-lain dalam menangani pasien, ujarnya.

 

Ia juga mengecam petugas kesehatan yang membuka rahasia catatan medis pasien tanpa persetujuan pasien atau keluarganya. Dalam konteks kematian Fauzi, Fahmi akan menunggu hasil sidang kode etik kedokteran untuk memastikan apakah ada alasan pemaaf dan alasan pembenar catatan medis Fauzi, khususnya yang menyebutkan kematiannya karena infeksi HIV, dibuka ke publik. Selama tidak ada faktor pembenar dan faktor pemaaf, sampai mati pun mereka (tenaga kesehatan-red) tidak dapat membuka rahasia pasiennya, kata Fahmi dengan nada datar.

 

Undang-Undang No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran menandaskan bahwa setiap dokter wajib menyimpan rahasia kedokteran. Rahasia kedokteran hanya bisa dibuka untuk kepentingan kesehatan pasien, permintaan pasien sendiri, memenuhi permintaan aparat penegak hukum, atau karena alasan peraturan perundang-undangan. Bahkan pasal 51 mewajibkan dokter merahasiakan segala sesuatu yang dia ketahui tentang pasien hingga pasien meninggal dunia. Rumusan yang sama termuat pada pasal 12 Kode Etik Kedokteran Indonesia.

 

Mahasiswa UNAS memang masih meragukan simpulan dokter RSPP mengenai penyebab kematian Fauzi. Arton, juru bicara mahasiswa UNAS yang menemui PB IDI kemarin, mengatakan bahwa saat di RS UKI ada rekam medis yang menyebutkan Fauzi mengalami trauma di kepala. Tetapi setelah di RSPP, penyebab kematian Fauzi bukan karena luka di kepala, melainkan infeksi sistemik termasuk HIV, yang menyebabkan gagal jantung (cardio raspiratory failure). Seorang rekan almarhum Fauzi yang ikut datang ke PB IDI juga meragukan simpulan dokter RSPP. Sewaktu masih hidup tak ada tanda-tanda penyakit AIDS kronis. Ketika penyerbuan, dia segar bugar, ujarnya.

 

Anggota Komisi Kepolisian Nasional Adnan Pandupraja meminta semua pihak menahan diri guna menghindari munculnya analisis yang spekulatif. Paling tidak, sambil menunggu hasil otopsi yang dilakukan tim forensik Universitas Diponegoro dan Universitas Jenderal Soedirman. Komisi Kepolisian pun akan berkoordinasi dengan Komnas HAM dan Polres Jakarta Selatan untuk menindaklanjuti masalah ini.

 

Berkaitan dengan aksi penyerangan ke kampus UNAS, di depan Komisi III DPR 12 Juni lalu Kapolri Jenderal Sutanto menjelaskan Propam Polda Metro Jaya telah memeriksa 123 anggota Polri. Dari jumlah itu, 17 anggota polisi dinyatakan melanggar Protap dan telah dikenakan hukuman disiplin. Ke-17 anggota polisi itu dinyatakan melanggar pasal 4 huruf l Peraturan Pemerintah (PP) No. 2 Tahun 2003 tentang Peraturan Disiplin Anggota Polri.

 

Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesoia (PB IDI) siap membentuk tim guna mengusut kemungkinan pelanggaran kode etik kedokteran dalam kasus kematian Maftuh Fauzi, mahasiswa Universitas Nasional (UNAS) Pejaten Jakarta Selatan. Bila diperlukan, IDI akan memprakarsai dibentuknya tim tertentu, kata Fahmi Idris, Ketua Umum PB IDI.

 

Dijelaskan Fahmi, PB IDI segera menggelar rapat untuk menindaklanjuti pengaduan mahasiswa UNAS. Senin (23/6) kemarin, sejumlah perwakilan mahasiswa didampingi pengacara publik dari LBH Jakarta mendatangi kantor PB IDI di kawasan Menteng Jakarta Pusat. Mahasiswa meminta IDI memeriksa dokter dan tenaga kesehatan yang telah mempublikasikan sebab kematian Fauzi karena HIV/AIDS.

 

Selain PB IDI, Departemen Kesehatan juga sudah memanggil pimpinan-pimpinan rumah sakit yang ikut menangani Fauzi dan mahasiswa UNAS korban bentrokan Sabtu pagi 24 Mei lalu. Sejumlah korban bentrokan pada awalnya dibawa ke RS Pasar Rebo, termasuk Fauzi. Dari sini, Fauzi dirujuk ke RS UKI Cawang, kemudian dirujuk lagi ke RS Pusat Pertamina (RSPP). Di rumah sakit inilah Fauzi menghembuskan nafas terakhir. Dokter yang menangani mengumumkan bahwa Fauzi meninggal karena terinfeksi HIV. Kami minta PB IDI memeriksa dokter-dokter yang menangani Fauzi, ujar Arton, juru bicara Solidaritas Mahasiswa UNAS.

Halaman Selanjutnya:
Tags: