ICW Tuntut Kejagung Batalkan SP3 Terhadap Sjamsul Nursalim
Berita

ICW Tuntut Kejagung Batalkan SP3 Terhadap Sjamsul Nursalim

Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai pemberian SP3 terhadap Sjamsul Nursalim bertentangan dengan UU No.31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Amr
Bacaan 2 Menit
ICW Tuntut Kejagung Batalkan SP3 Terhadap Sjamsul Nursalim
Hukumonline

"Oleh karena itu, pihak Kejaksaan Agung tetap harus memproses Sjamsul Nursalim hingga tahap penuntutan di Pengadilan," demikian disampaikan Wakil Koordinator Badan Pekerja ICW Luky Djani melalui pernyataan pers yang diterima hukumonline, Kamis (22/7). Untuk itu, ICW meminta agar SP3 terhadap Sjamsul itu dibatalkan.

Selain bertentangan dengan UU No.31/1999, ICW juga menilai bahwa Inpres No.8/2002 bertentangan dengan TAP MPR No.IX/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas KKN. Ditegaskan pula bahwa Inpres No.8/2002 secara jelas menunjukkan tindakan penyelewengan kekuasaan yang dilakukan untuk mengintervensi proses hukum dan upaya menegakkan hukum secara sama bagi semua warga negara.

ICW juga menyatakan, pemberian SP3 kepada pelanggar hukum akan menjadi preseden buruk bagi penegakan hukum. "Sjamsul Nursalim tidak pantas mendapat SP3 karena selama ini dia tidak bersikap kooperatif dan selalu menghindari proses hukum serta penahanan dengan sengaja kabur ke Singapura, negara yang tidak memiliki perjanjian ekstradisi dengan Indonesia," demikian rilis ICW.

Hadiah SP3 kepada Sjamsul juga sulit dimengerti karena sebelumnya Kejaksaan Agung, menurut ICW, telah "dilecehkan" oleh yang bersangkutan. "Pelecehan" tersebut terjadi saat Sjamsul menolak kembali ke Indonesia untuk diperiksa oleh Kejaksaan Agung.

Judicial review

Dengan dikeluarkannya SP3 terhadap Sjamsul, ICW menilai Kejaksaan Agung telah menyalahtafsirkan pengertian "kepentingan umum" dalam menggunakan hak oportunitasnya. Pasalnya, TAP MPR No.IX/MPR/1998 secara tegas menggariskan kepentingan bagi seluruh rakyat Indonesia adalah terhadap para koruptor harus ditindak tegas tanpa pandang bulu dan harus dihukum seberat-beratnya.

"Oleh karena itu dipertanyakan, 'kepentingan umum' mana yang digunakan oleh kejaksaan dalam memberikan SP3 Sjamsul Nursalim?" tulis ICW. Selain itu, kejaksaan seharusnya tidak serta merta menerima apa adanya Surat Keterangan Lunas dari BPPN. Menurut ICW, perlu dicek ulang apakah aset yang diserahkan oleh BPPN sudah sesuai dengan jumlah utang yang "dikemplang" oleh Sjamsul.

Terkait dengan SP3 terhadap Sjamsul, ICW meminta Mahkamah Agung (MA) agar mengabulkan gugatan judicial review terhadap Inpres No 8/2002 yang diajukan oleh beberapa NGO dan tokoh masyarakat yang saat ini masih dalam proses pemeriksaan di MA. ICW meminta agar MA selanjutnya menyatakan Inpres tersebut tidak sah atau cacat hukum serta membatalkannya.

Kemudian, kepada Komisi Pemberantasan Korupsi, ICW menyerukan agar lembaga tersebut mengambil alih kasus korupsi Sjamsul. Karena Pasal 8 ayat (2) UU No.30/2002 tentang KPK menyebutkan bahwa "Dalam melaksanakan wewenangnya, Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang juga mengambil alih penyidikan atau penuntutan terhadap pelaku tindak pidana korupsi yang sedang dilakukan oleh kepolisian atau kejaksaan".

ICW menyatakan bahwa pemberian Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) kepada Sjamsul Nursalim oleh Kejaksaan Agung sangat tidak rasional dan kontroversial. Pasalnya, Instruksi Presiden (Inpres) No.8/2002 yang dijadikan dasar dikeluarkannya SP3 bertentangan dengan sejumlah aturan hukum seperti UU No.31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Dalam Pasal 4 UU No.31/1999 dengan tegas disebutkan bahwa "Pengembalian kerugian keuangan negara atau perekonomian negara tidak menghapuskan dipidananya pelaku tindak pidana". Dengan demikian, ICW menegaskan bahwa pengembalian aset atau utang Sjamsul kepada negara tidak serta merta menghapuskan proses tindak pidana korupsi yang dilakukannya.

Halaman Selanjutnya:
Tags: