ICW Minta KPK Hentikan Kegiatan Bersama Tersangka Korupsi
Berita

ICW Minta KPK Hentikan Kegiatan Bersama Tersangka Korupsi

Mengundang apalagi meminta tersangka korupsi membuka acara dan melibatkannya dalam satu forum anti korupsi merupakan sebuah keteledoran dan tidak berjalannya fungsi pengawasan di internal KPK.

M. Agus Yozami
Bacaan 2 Menit
Gubernur Jambi, Zumi Zola (tengah). Foto: RES
Gubernur Jambi, Zumi Zola (tengah). Foto: RES

Indonesia Corruption Watch (ICW) menyoroti kegiatan yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) setelah Lembaga antirasuah itu bersama Pemprov Jambi pada 19 Maret 2018 memulai kegiatan Monitoring dan Evaluasi Rencana Aksi Program Pemberantasan Korupsi Terintegrasi di Provinsi Jambi. Kegiatan ini sendiri dijadwalkan akan berlangsung hingga 23 Maret 2018.   

 

“Hal yang paling memalukan dan sangat ironis adalah kegiatan KPK ini dibuka dan dihadiri oleh Zumi Zola, Gubernur Jambi yang berstatus sebagai tersangka dari KPK,” kata aktivis ICW, Adnan Topan Husodo, dalam siaran pers yang diterima hukumonline, Selasa (20/3).

 

Zumi Zola ditetapkan sebagai tersangka KPK pada 2 Februari 2018 lalu karena diduga menerima suap terkait sejumlah proyek di Provinsi Jambi. Meski tidak dilakukan penahanan, proses hukum terhadap Zumi Zola masih berlangsung hingga saat ini.     

 

Adnan mengatakan, sulit dipahami secara akal sehat bagaimana mungkin KPK melibatkan tersangka korupsi untuk kegiatan pemberantasan korupsi? Menurutnya, kegiatan ini akan merusak citra KPK di mata publik karena telah berkolaborasi dengan Tersangka Korupsi.

 

Dia mengatakan mengundang apalagi meminta tersangka korupsi membuka acara dan melibatkannya dalam satu forum anti korupsi merupakan sebuah keteledoran dan tidak berjalannya fungsi pengawasan di internal KPK.

 

“Sangatlah tidak mungkin tersangka atau pelaku korupsi akan sungguh-sungguh membantu KPK ataupun berperang melawan korupsi,” tuturnya.  

 

Atas kejadian tersebut, kata Adnan, ICW meminta KPK untuk menghentikan kegiatan Monitoring dan Evaluasi yang dilaksanakan bersama dengan Provinsi Jambi tersebut. Selain itu, KPK sebaiknya melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan fungsi pengawasan dan manajerial di internal KPK agar kejadian serupa tidak terjadi di masa mendatang.      

 

Lebih jauh, Adnan meminta agar KPK melakukan pemeriksaan terhadap pegawai atau pejabat KPK yang menjadi penanggung jawab kegiatan tersebut atas dugaan melanggar undang-undang dan Peraturan Kode Etik di KPK.

 

(Baca Juga: Potensi Pasal Berlapis Gubernur Jambi Zumi Zola)

 

Dalam Pasal 37 UU No.30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), yang pada pada intinya antara lain menyebutkan bahwa pegawai yang bertugas pada KPK dilarang mengadakan hubungan langsung atau tidak langsung dengan tersangka atau pihak lain yang ada hubungan dengan perkara tindak pidana korupsi yang ditangani KPK dengan alasan apa pun. Dalam Pasal 66 UU KPK bahkan menyebutkan adanya ancaman pidana hingga 5 tahun penjara terhadap pelanggaran Pasal 37 tersebut.     

 

Di samping itu, lanjut Adnan, pegawai yang bersangkutan juga berpotensi melanggar Peraturan KPK No.7 Tahun 2013 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku KPK, khususnya Nilai-Nilai Integritas Angka 12 yang intinya dilarang mengadakan hubungan langsung atau tidak langsung dengan tersangka/terdakwa/terpidana atau pihak lain yang ada hubungan dengan perkara tindak pidana korupsi yang diketahui oleh pegawai/penasehat KPK perkaranya sedang ditangani Komisi, kecuali dalam rangka melaksanakan tugas dan sepengetahuan pimpinan/atasan langsung.

 

Seperti diketahui, KPK) menetapkan Gubernur Jambi Zumi Zola sebagai tersangka kasus korupsi. Zumi dianggap terbukti telah menerima gratifikasi dengan jumlah sekitar Rp6 miliar yang bertentangan dengan kewajibannya sebagai penyelenggara negara.

 

Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan mengatakan pihaknya telah menemukan bukti permulaan yang cukup berupa penerimaan hadiah atau janji dari sejumlah proyek di Provinsi Jambi kepada Zumi Zola selaku gubernur dan Arfan yang menjabat Kepala Bidang Bina Marga sekaligus Kepala Dinas PUPR Provinsi Jambi.

 

"ZZ baik bersama-sama dengan ARN maupun sendiri diduga menerima hadiah atau janji terkait proyek di Jambi dan penerimaan lainnya dalam kurun waktu jabatannya sebagai gubernur periode 2016-2021 sejumlah sekitar Rp6 miliar," kata Basaria di kantornya, Jumat (2/2) lalu.

 

Keduanya dijerat dengan Pasal 12 B UU Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana dengan ancaman penjara minimal 4 tahun, denda Rp200 juta dan maksimal 20 tahun dan denda Rp1 miliar. Kasus ini sendiri merupakan pengembangan dari perkara sebelumnya yaitu Operasi Tangkap Tangan (OTT) di Jambi.

 

Tags:

Berita Terkait