ICW: Pelaporan Dana Kampanye Masih Formalitas
Berita

ICW: Pelaporan Dana Kampanye Masih Formalitas

Pelaporan dana kampanye jangan sebatas regulasi untuk menggugurkan kewajiban.

M-22
Bacaan 2 Menit
Foto: SGP
Foto: SGP
Meski Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) telah usai, Indonesia Corruption Watch (ICW) tidak berhenti melakukan monitoring. Kali ini, ICW memonitor asal dana kampanye pasangan Prabowo Subiyanto-Hatta Radjasa dan Joko Widodo-Jusuf Kalla.

“ICW melakukan beberapa aktivitas monitoring, yang pertama terkait penerimaan dana sumbangan kampanye. Kedua, soal belanja-belanja kampanye. Dua isu besar itu jadi fokus ICW dalam melakukan monitoring. Paling tidak hal itu bisa jadi referensi untuk Pemilu mendatang,” ujar Peneliti ICW Firdaus Ilyas, di Sari Pan Pacific Hotel, Jakarta, Senin (15/12).

Terkait dengan penerimaan dana kampanye, ICW memiliki beberapa catatan penting terkait dengan dana sumbangan dari pihak ketiga. Dalam rilis yang dikeluarkan ICW, lebih dari 50 persen dana yang diterima kedua pasangan berasal dari sumbangan pihak ketiga.

”Secara umum, lebih dari 50 persen dana kampanye berasal dari sumbangan dana pihak ketiga” ujar Firdaus.

Hal lain yang dilihat ICW adalah identitas penyumbang dana kampanye kedua pasangan yang memiliki alamat sama. Bedasarkan hasil penelitian ICW, lebih dari 48 ribu penyumbang pasangan Jokowi-JK  memiliki alamat yang sama. Sedangkan untuk kubu Prabowo-Hatta, sebanyak 33 penyumbang bekerja di Mid Plaza II.

“Ini menjadi pola baru atau angin segar dalam Pilpres,” ujarnya.

Berkaitan dengan belanja dana kampanye, ICW mencatat, data belanja terbesar dikeluarkan untuk biaya iklan. “Misalnya dari Rp166,6 miliar, sekitar Rp88,3 miliar (53 persen) digunakan untuk iklan pasangan Prabowo-Hatta. Sedangkan Jokowi-JK, dari Rp293 miliar, sekitar Rp151,3 miliar (51,5 persen) untuk iklan,” katanya.

Melihat data dalam riset yang dilakukan oleh ICW, Firdaus menilai pelaksanaan kampanye belum mengalami perbaikan, terutama dalam masalah substansi. Selama ini, proses pelaporan hanya sekadar mengejar sisi formalitas.

”Dari 2009–2014 misalnya, yang berkembang hanya prosedural pencatatan atau pelaporan. Yang dilihat hanyalah kepatuhan dari sisi adminstratif atau formalitas. Tapi dari sisi substansi dan kewajaran dan dari sisi ketaatan misalnya itu belum menjadi isu” ungkapnya.

Hasil penelitian ICW ini diamini oleh pengamat politik, Burhanuddin Muhtadi. Menurutnya, dari sisi politik masalah dalam Pilpres terutama soal dana kampanye nampaknya menjadi isu lama tetapi terasa nyata.

”Jadi, sumbangan itu juga menentukan. Sayangnya diantara agenda reformasi partai yang paling tidak diurus secara siginifikan itu, ya soal ini,” ujarnya.

Dia berharap proses yang diatur dalam peraturan KPU jangan hanya dilihat sebagai persyaratan formal belaka, tetapi harus bisa sampai memetakan kenyataan yang ada yang dirangkum dalam suatu dokumen kepada KPU.

”Saya curiga regulasi melakukan pencatatan di KPU hanya sebatas sampai regulasi menggugurkan kewajiban, sehingga tidak bisa sampai memotret realitas yang ada,” ucapnya.

Burhan juga mengapresiasi langkah ICW dalam rangka memonitoring penyelenggaran Pilpres. Hanya saja, katanya, isu itu sudah ’lewat waktu’. Namun, ia mengatakan hal itu menjadi penting dalam rangka perbaikan Pilpres ke depan.

”Dari sisi aktualitas isu, sebagian kawan media menilai isu ini out of date, tetapi bagi kita penting untuk merevisi sekaligus memperbaiki,” ujarnya.
Tags:

Berita Terkait