Marsya mengingatkan ketentuan tentang baku mutu dalam pidana lingkungan hidup RUU KUHP harus dijelaskan, misalnya apakah itu ambien atau media lingkungan seperti air, laut, dan udara. “Baku mutu yang diatur RUU KUHP tidak jelas apakah maksudnya baku mutu ambien atau emisi karena keduanya berbeda,” bebernya.
Selain itu, Pasal 98-99 UU No.32 Tahun 2009 menurut Marsya diatur secara alternatif dimana aparat penegak hukum bisa menentukan apakah peristiwa itu masuk kategori pencemaran atau kerusakan. Tapi, dalam RUU KUHP harus memenuhi kedua unsur itu. Akibatnya, ketika aparat hanya menemukan salah satu unsur saja, maka tidak memenuhi pidana lingkungan hidup.
Tak ketinggalan Marsya menjelaskan pidana lingkungan hidup bisa dilakukan oleh individu dan korporasi. Bahkan korporasi bisa membayar individu untuk melakukan pidana tersebut misalnya membuang limbah perusahaan tidak sesuai ketentuan.
Marsya mengusulkan ketentuan pidana lingkungan hidup dalam RUU KUHP harus dibenahi karena berpotensi menyulitkan proses pembuktian. Sanksi pidana yang diberikan juga lebih rendah ketimbang UU No.32 Tahun 2009. Pidana lingkungan hidup ini layaknya diatur dalam peraturan khusus, karena pelaksanaannya akan sulit jika masuk dalam RUU KUHP.