IBLAM School of Law Dorong Penyusunan Aturan Penggunaan AI dalam Pendidikan Tinggi
Terbaru

IBLAM School of Law Dorong Penyusunan Aturan Penggunaan AI dalam Pendidikan Tinggi

Berbagai universitas di luar negeri sudah mengatur penggunaan AI untuk dunia pendidikan. Seperti York University, Osgoode Hal Law School dan University of Chile.

Mochamad Januar Rizki
Bacaan 2 Menit
Chairman of IBLAM School of Law, Rahmat Dwi Putranto. Foto: RES
Chairman of IBLAM School of Law, Rahmat Dwi Putranto. Foto: RES

Perkembangan teknologi informasi kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) memberi dampak besar bagi dunia pendidikan termasuk ilmu hukum di perguruan tinggi. Pemanfaatan AI bagi para mahasiswa dalam kegiatan akademik sudah masif dilakukan. Sayangnya, pengaturan AI dalam dunia akademik masih tertinggal sehingga berisiko plagiasi yang mengakibatkan buruknya kualitas lulusan.

Chairman of IBLAM School of Law, Rahmat Dwi Putranto menilai dunia pendidikan tinggi harus segera merumuskan pengaturan penggunaan AI. Dia menceritakan pengalamannya saat menghadiri konferensi internasional the Americas & Asia-Pacific Law Deans’ Forum 2024 pada 18-19 April di the University of California, Berkeley, pada 18-19 April lalu bahwa berbagai pendidikan tinggi hukum dunia sudah mengatur AI tersebut.

“Sekarang sudah terjadi perubahan perilaku mahasiswa. Tanpa kita sadari mahasiswa buat tugas, skripsi, tesis pakai AI, ChatGPT. Dan dosen, tidak pernah tahu atau belum bisa membedakan itu hasil kerja AI atau mahasiswa,” ujar Rahmat di kampus IBLAM pada Selasa (30/4/2024).

Baca juga:

Dia menilai belum ada peraturan yang tegas di dunia pendidikan nasional mengenai penggunaan AI tersebut. Berbeda dengan universitas di berbagai negara lain yang sudah secara tegas mengatur AI misalnya York University, Osgoode Hal Law School dan University of Chile.

Dari berbagai kampus tersebut, Rahmat menjelaskan terdapat pengaturan yang mengakomodasi AI dalam kegiatan akademik. Kampus-kampus tersebut tidak melarang AI namun tetap memberi batasan dalam penggunaannya. Dengan demikian, dia menyatakan pihaknya akan merumuskan pengaturan penggunaan AI.

“Apakah AI dalam lingkup IBLAM harus dilarang atau melihat ini sebagai peluang dan membuat panduan akademik?. Saya merasa belum ada kampus yang berpikir ke arah sana,” jelas Rahmat.

Dia memandang dunia pendidikan harus adaptif terhadap perkembangan teknologi AI. Pasalnya, dalam dunia profesi hukum seperti analisi peraturan, pembuatan surat gugatan dan surat kuasa dapat lebih mudah dilakukan dengan AI.

 “Sekarang bikin gugatan, surat kuasa pakai ChatGPT saja sudah selesai,” imbuhnya.

Dalam kesempatan tersebut, Rahmat juga mengajak pendidikan tinggi hukum khususnya dosen untuk merefleksikan kembali esensinya dalam mendidik para mahasiswa. Menurutnya, AI dapat menggantikan peran dosen jika tidak beradaptasi dengan perkembangan teknologi. Selain itu, pengaturan AI yang tepat juga diperlukan agar mampu menjaga lulusan hukum berkualitas.

Tags:

Berita Terkait