Yuk, Kenali Siapa Saja yang Wajib Menjadi Peserta Tapera
Berita

Yuk, Kenali Siapa Saja yang Wajib Menjadi Peserta Tapera

Mulai masyarakat berpenghasilan rendah hingga warga asing wajib bayar iuran Tapera.

Mochammad Januar Rizki
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi perumahan rakyat. BAS
Ilustrasi perumahan rakyat. BAS

Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) No.25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera), pada Mei lalu. Aturan ini menjadi payung hukum mengenai program tabungan perumahan rakyat yang mengacu pada UU No.4 Tahun 2016 tentang Tabungan Perumahan Rakyat. Nantinya, Badan Penyelenggara Tapera akan memungut iuran mulai dari pegawai negeri sipil dan aparatur sipil negara sejak 1 Januari 2021.

Nantinya, Badan Penyelenggara Tapera akan memungut iuran dari Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan Aparatur Sipil Negara (ASN) mulai 1 Januari 2021.Meski demikian, program ini berlaku tidak hanya bagi PNS dan ASN saja melainkan setiap pekerja swasta dan mandiri atau pelaku usaha dikenakan pungutan tersebut. Aturan tersebut menetapkan besaran iuran yang ditetapkan sebesar 3 persen dari gaji atau penghasilan pekerja. Secara rinci, iuran sebesar 0,5 persen ditanggung pemberi kerja dan 2,5 persen ditanggung pekerja. Sedangkan bagi pekerja mandiri, iuran sepenuhnya ditanggung mandiri.

Lalu, siapa saja sebenarnya yang wajib terdaftar sebagai peserta Tapera? Peserta Tapera adalah setiap warga negara Indonesia dan warga negara asing pemegang visa dengan maksud bekerja di wilayah Indonesia paling singkat 6 bulan yang telah membayar simpanan.

Mengutip Pasal 7 PP Nomor 25/2020, peserta tersebut calon Pegawai Negeri Sipil, pegawai Aparatur Sipil Negara, prajurit Tentara Nasional Indonesia, prajurit siswa Tentara Nasional Indonesia anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, pejabat negara, pekerja/buruh badan usaha milik negara/daerah, pekerja/buruh badan usaha milik desa, pekerja/buruh badan usaha milik swasta dan pekerja yang tidak termasuk pekerja sebagaimana dimaksud pada huruf a sampai dengan huruf i yang menerima gaji atau upah. (Baca: Apindo Konsisten Tolak Program Tapera, Ini Alasannya)

Direktur Jenderal (Dirjen) Pembiayaan Infrastruktur Kementerian PUPR, Eko Djoeli Heripoerwanto, mengatakan dengan adanya aturan tersebut, tugas menghimpun dana akan diserahkan bertahap selama 7 tahun kepada Tapera untuk segera dilakukan pengadaan perumahan rakyat dengan mengumpulkan tabungan wajib berprinsip gotong royong dari segmen pekerja. Hal ini karena pendanaannya tidak bisa hanya mengandalkan dari APBN yang terbatas.

“APBN itu terbatas, tetapi Tapera adalah gotong royong, bentuknya tabungan wajib. Yang dimaksud dengan gotong royong artinya, yang bisa memanfaatkan adalah masyarakat tertentu, tidak semua peserta,” jelasnya seperti dikutip Setkab pada Jumat, (5/6) lalu.

Sementara itu, Komisioner Badan Penyelenggara Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera) Adi Setianto mengatakan bahwa Tapera disiapkan untuk menghimpun dana murah jangka panjang untuk pembiayaan perumahan yang layak dan terjangkau bagi peserta.

“BP Tapera, kami diamanatkan undang-undang untuk menghimpun dana murah jangka panjang untuk pembiayaan perumahan yang layak dan terjangkau, khususnya mewujudkan mimpi rumah pertama,” jelasnya. Ia menambahkan bahwa pengadaan rumah juga termasuk jaminan sosial.

Selain itu, Tapera akan menargetkan layanan di luar segmen ASN eks Badan Pertimbangan Tabungan Perumahan Pegawai Negeri Sipil (Bapertarum-PNS) sekitar 13 juta peserta di tahun 2024.

Deputi Bidang Pengarahan BP Tapera, Ari Eko, melanjutkan, dana Tapera akan dikumpulkan dari pekerja yang wajib dipotong gajinya, meliputi ASN, Anggota TNI/Polri, pejabat negara, pekerja BUMN, BUMD, BUMDes, pekerja swasta atau iuran peserta mandiri Tapera yang mendapat upah minimum regional (UMR).

Sebagai informasi dari Kementerian PUPR, KPR bersubsidi FLPP tersebar di 34 provinsi. Untuk menyampaikan ke masyarakat, saat ini, terdapat 13.000 pengembang yang tergabung dalam 19 Asosiasi Pengembang. KPR subsidi Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) sejak 2010 dijalankan oleh 41 bank yang terdiri dari 5 bank Himbara, 2 bank nasional syariah, 3 bank swasta nasional dan 32 Bank Pembangunan Daerah.

Anggota Komisi V DPR Suryadi Jaya Purnama menilai kewajiban iuran Tapera ini ini dinilai tidak tepat karena bakal membebani pekerja/pegawai terkait pemotongan gaji untuk iuran Tapera sebesar 3 persen di tengah kondisi masih menghadapi pandemi Covid-19.

“Kebijakan Tapera melalui PP 25/2020 tidak tepat. Selain masih dalam situasi pandemi Covid-19, pertumbuhan ekonomi nasional menurun signifikan. Otomatis keuangan masyarakat dalam kondisi kritis. Belum lagi jutaan orang terdampak yang berujung pemutusan hubungan kerja (PHK),” ujar Suryadi.

Menurutnya, pemerintah seharusnya menimbang situasi dan kondisi sebelum menerbitkan sebuah kebijakan. Meski PP 25/2020 baru berlaku bagi Aparatur Sipil Negara (ASN), tetapi kondisinya tidak tepat di saat daya beli masyarakat menurun. Menurutnya, PP tersebut semestinya terbit dua tahun setelah UU 4/2016 disahkan. Artinya PP itu terbit pada 2018 ketika kondisi ekonomi nasional belum seperti saat ini.

Dalam PP 25/2020 mengatur besaran simpanan peserta yang ditetapkan yakni 3 persen dari gaji atau penghasilan pekerja. Rinciannya, 0,5 persen ditanggung pemberi kerja (perusahaan tempat pekerja) dan 2,5 persen ditangggung pekerja. Dengan begitu, beban pekerja dan perusahaan untuk membayar iuran bertambah.

Dia meminta pemerintah meninjau ulang besaran simpanan peserta sebagaimana yang telah ditetapkan dalam PP 25/2020. Terlebih pemerintah pun baru saja menaikan iuran peserta BPJS Kesehatan. Dia menilai pemerintah tak boleh memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan dengan menarik uang dengan berbagai iuran yang belum dirasakan perlu.


“Di saat terjadinya wabah seperti ini seharusnya pemerintah memiliki sensitivitas yang tinggi akan kebutuhan yang lebih prioritas bagi rakyatnya,” katanya.  

Tags:

Berita Terkait