Hukum Menggunakan dan Membuat Ijazah Palsu
Terbaru

Hukum Menggunakan dan Membuat Ijazah Palsu

Berbagai macam tindak pidana pemalsuan surat salah satunya adalah tindak pidana pemalsuan ijazah.

Willa Wahyuni
Bacaan 3 Menit
Hukumonline
Hukumonline

Menggunakan dan membuat ijazah palsu masuk ke dalam kategori bentuk kejahatan pemalsuan. Dalam perkembangannya, dari berbagai macam tindak pidana pemalsuan tersebut, tindak pidana pemalsuan surat mengalami perkembangan yang begitu kompleks.

Jika dilihat dari objek yang dipalsukan yang berupa surat, maka dapat diartikan luas. Salah satunya adalah ijazah yang merupakan bagian dari surat yang berhubungan dengan aktivitas masyarakat sehari-hari.

Berbagai macam tindak pidana pemalsuan surat salah satunya adalah tindak pidana pemalsuan ijazah. Pemalsuan ijazah dapat dimasukkan sebagai bagian dari tindak pidana pemalsuan surat, hal ini dikarenakan pengertian ijazah yang terdapat dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) dan Pasal 42 ayat (4) UU No. 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, yang menyatakan Perseorangan, Organisasi, atau Penyelenggara Pendidikan Tinggi yang tanpa hak, dilarang memberikan ijazah.

Kemudian Pasal 93 UU Pendidikan Tinggi menyatakan Perseorangan, Organisasi, atau Penyelenggara Pendidikan Tinggi yang melanggar Pasal 28 ayat (6), (7), dan Pasal 42 ayat (4) dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 tahun atau denda Rp1 miliar.

Baca Juga:

R. Soesilo dalam bukunya, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal menjelaskan bahwa yang diartikan dengan surat adalah surat yang ditulis dengan tangan, dicetak, maupun ditulis dengan mesin tik dan lain-lain. Selain itu, surat yang dipalsukan itu harus surat yang memenuhi ketentuan sebagai berikut:

1. Dapat menerbitkan suatu hak, misalnya ijazah, karcis tanda masuk, surat andil, dll.

2. Dapat menerbitkan suatu perjanjian, misalnya surat perjanjian piutang, perjanjian jual beli, perjanjian sewa, dsb.

3. Dapat menerbitkan suatu pembebasan utang, seperti kuitansi atau surat semacam itu.

4. Suatu surat yang boleh dipergunakan sebagai suatu keterangan bagi sesuatu perbuatan atau peristiwa, seperti surat tanda kelahiran, buku tabungan pos, buku kas, buku harian kapal, surat angkutan, obligasi, dan masih banyak lagi.

Kemudian, penggunaan surat palsu tersebut harus mendatangkan kerugian. Kerugian itu tidak hanya berupa kerugian materil, tetapi juga kerugian bagi masyarakat, kesusilaan, hingga kehormatan.

Lebih lanjut dalam buku Soesilo, yang dihukum menurut pasal ini tidak hanya “memalsukan” tetapi juga “sengaja”. Maksudnya adalah orang-orang yang menggunakan itu harus mengetahui dengan benar bahwa surat yang digunakannya itu adalah palsu.

Jika seseorang tersebut tidak mengetahui, maka harus dibuktikan dalam pemeriksaan oleh penyidik maupun dalam proses persidangan. Namun sesungguhnya, penggunaan ijazah memiliki aturannya sendiri di dalam UU Sisdiknas.

Dalam Pasal 69 ayat (1) UU Sisdiknas mengatur bahwa setiap orang yang menggunakan ijazah, sertifikat kompetensi, gelar akademik, profesi, dan/atau vokasi yang terbukti palsu, dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun  dan/atau pidana denda paling banyak Rp500 juta.

Pengaturan secara khusus mengenai pemalsuan ijazah dalam UU Sisdikans menyatakan, pertanggungjawaban pidana dalam tindak pidana pemalsuan ijazah yang dapat dipertanggungjawabkan adalah orang yang dalam keadaan sehat dan tidak terganggu jiwanya, selain itu mereka yang membantu memberikan ijazah juga harus mempertanggungjawabkannya.

Untuk itu ancaman pidana dalam pemalsuan atau penggunaan ijazah palsu menggunakan ancaman pidana dalam UU Sisdiknas dan tidak menggunakan ancaman pidana  di dalam KUHP.

Tags:

Berita Terkait