Membawa senjata tajam atau kepemilikan senjata tajam tanpa izin telah diatur dalam UU Darurat No. 12 Tahun 1951. Pengaturan tersebut dilakukan sebagai upaya preventif untuk mencegah atau mengurangi penggunaan senjata tajam dalam suatu tindak kejahatan.
Dalam UU Darurat tersebut, senjata tajam yang dipergunakan untuk pertanian atau pekerjaan rumah tangga dan untuk keperluan mata pencaharian yang tidak bertentangan dengan undang-undang, diperbolehkan untuk digunakan di kehidupan sehari-hari.
Seseorang yang membawa senjata tajam dapat dikategorikan sebagai salah satu bentuk tindak pidana jika senjata tajam tersebut tidak diperuntukkan untuk hal-hal yang diperbolehkan oleh undang-undang.
Baca Juga:
- Profesi Mediator untuk Penyelesaian Luar Sengketa
- Status Uang Muka Jika Jual Beli Batal
- Bolehkah Advokat Menolak Klien? Ini Penjelasan Hukumnya
Dalam UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian RI Pasal 15 ayat (2) huruf e, disebutkan bahwa pengertian senjata tajam yang dimaksud dalam UU ini adalah senjata tajam penikam, senjata tajam penusuk, dan senjata pemukul, tidak termasuk barang-barang yang secara nyata dipergunakan untuk pertanian, pekerjaan rumah tangga, pekerjaan yang sah, barang pusaka, barang kuno, dan barang ajaib sebagaimana dalam UU Darurat.
Di Indonesia, kepemilikan senjata tajam dilarang yang dapat melukai orang lain dengan dalih melindungi diri sendiri. Larangan ini diberlakukan lantaran melindungi dan mengayomi masyarakat adalah tugas kepolisian.
Ada beberapa aturan mengenai pelarangan penggunaan senjata tajam, di antaranya:
1.Pembawa senjata tajam yang bermaksud untuk melakukan pengancaman terhadap orang lain. Pengancaman ini dapat dilatarbelakangi oleh beragam motif seperti perampokan atau dendam.