Hukum Jual Beli Pemain dalam Sepak bola
Terbaru

Hukum Jual Beli Pemain dalam Sepak bola

Jual beli pemain bola bukanlah tindak perdagangan orang/human trafficking sebab tidak ada unsur eksploitasi di dalamnya. Para pemain sepak bola secara sukarela mengikatkan diri mereka masing-masing dalam kontrak antara mereka dengan klub sepak bola.

Fitri Novia Heriani
Bacaan 5 Menit
Ilustrasi: HOL
Ilustrasi: HOL

Dalam dunia sepak bola, melakukan jual beli pemain antar klub adalah hal yang lumrah. Klub A bisa membeli pemain dari klub B dengan harga yang telah disepakati kedua belah pihak dan dituangan dalam kontrak. Biasanya dalam kontrak pembelian pemain sepakbola turut mengatur masa bakti si pemain di klub baru, termasuk berbagai perjanjian lain seperti bonus, gaji, dan lain sebagainya.

Bagaimana hukum memandang jual beli pemain dalam dunia sepakbola? Apakah transaksi jual beli tersebut dapat dikategorikan sebagai eksploitasi dan perdagangan manusia?

Dikutip dalam artikel Klinik Hukumonline “Jual Beli Pemain Sepak Bola = Perdagangan Orang?”, yang dimaksud dengan perdagangan orang merujuk pada ketentuan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No.21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (UU 21/2007) yaitu tindakan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang atau memberi bayaran atau manfaat, sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain tersebut, baik yang dilakukan di dalam negara maupun antar negara, untuk tujuan eksploitasi atau mengakibatkan orang tereksploitasi.

Baca:

Sedangkan definisi eksploitasi menurut ketentuan Pasal 1 angka 7 UU 21/2007 adalah tindakan dengan atau tanpa persetujuan korban yang meliputi tetapi tidak terbatas pada pelacuran, kerja atau pelayanan paksa, perbudakan atau praktik serupa perbudakan, penindasan, pemerasan, pemanfaatan fisik, seksual, organ reproduksi, atau secara melawan hukum memindahkan atau mentransplantasi organ dan/atau jaringan tubuh atau memanfaatkan tenaga atau kemampuan seseorang oleh pihak lain untuk mendapatkan keuntungan baik materiil maupun immateriil.

Berpedoman pada terminologi yang diberikan oleh undang-undang tersebut, maka jelas bahwa untuk dapat disebut sebagai tindak pidana perdagangan orang harus ada unsur/tujuan eksploitasi dari kegiatan tersebut.

Namun sebelum membahas mengenai jual beli pemain sepak bola, perlu dijelaska terlebih dahulu mengenai syarat sahnya perjanjian dalam ketentuan Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) yang telah mengatur mengenai 4 syarat.

Pertama, adanya kesepakatan diantara para pihak. Yang dimaksud dengan kesepakatan dalam hal ini adalah tidak adanya unsur paksaan (dwang), penipuan (bedrog/fraud), kekhilafan atau kesesatan berfikir dari para pihak yang membuat perjanjian. Singkat kata, hal-hal yang kelak akan diatur dalam perjanjian merupakan ungkapan dari kehendak bebas para pihak yang membuatnya, dibuat secara sadar untuk dilaksanakan sebagaimana mestinya.

Kedua, adanya kecakapan hukum untuk bertindak. Pasal 1329 KUH Perdata mengatur bahwa pada dasarnya setiap orang cakap hukum untuk bertindak, kecuali bagi mereka yang dinyatakan tidak cakap. Mereka yang dinyatakan tidak cakap adalah anak yang masih di bawah umur dan mereka yang berada di bawah pengampuan. Kategori di bawah umur adalah di bawah usia 21 tahun/belum kawin menurut Pasal 330 KUH Perdata, sementara kategori di bawah pengampuan adalah termasuk orang-orang yang sakit ingatan atau gila, lemah pikiran, pemboros, pemabuk atau mereka yang dinyatakan tidak cakap oleh hakim untuk mengurus hartanya.

Syarat sebagaimana disebut dalam point a dan b di atas adalah syarat subjektif, yaitu persyaratan yang menyangkut para pihak yang menjadi subjek (pelaku) perjanjian. Apabila salah satu atau kedua syarat ini dilanggar, maka perjanjian yang sudah dibuat tersebut dapat dimintakan pembatalan oleh pihak yang merasa dirugikan. Sepanjang pihak yang dirugikan tidak memintakan pembatalan terhadap perjanjian tersebut, maka perjanjian tersebut tetap sah dan berlaku.

Ketiga, adanya objek tertentu. Objek dari perjanjian harus jelas, tertentu/spesifik (centainty of terms). Pasal 1333 KUH Perdata menyatakan bahwa suatu perjanjian harus mempunyai pokok suatu benda (zaak) yang paling sedikit dapat ditentukan jenisnya. Namun, objek perjanjian tidak hanya berupa benda berwujud, tetapi juga dapat berupa jasa. Benda yang menjadi objek perjanjian dapat berupa benda yang telah ada pada saat perjanjian itu dibuat dan dapat juga berupa benda yang akan ada di kemudian hari.

Sementara definisi jasa merujuk berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah Perbuatan yang baik atau berguna dan bernilai bagi orang lain, negara, instansi, dan sebagainya; perbuatan yang memberikan segala sesuatu yang diperlukan orang lain; layanan; servis; aktivitas, kemudahan, manfaat, dan sebagainya yang dapat dijual kepada orang lain (konsumen) yang menggunakan atau menikmatinya. Termasuk sebagai layanan jasa dalam hal ini adalah yang dilakukan oleh kaum profesional, seperti dokter, advokat, akuntan publik, notaris, dan lain sebagainya.

Keempat, adanya sebab/kausa yang halal. Para pihak yang membuat perjanjian tidak boleh memperjanjikan sesuatu yang dilarang oleh undang-undang atau yang bertentangan dengan hukum, nilai-nilai kesopanan ataupun ketertiban umum, misalnya, jual beli narkotika atau obat-obatan terlarang lainnya, perdagangan manusia, dan perjudian.

Syarat sebagaimana disebut dalam point c dan d di atas adalah syarat objektif, artinya persyaratan yang menyangkut objek yang diperjanjikan. Apabila salah satu atau kedua syarat ini dilanggar, maka perjanjian tersebut secara otomatis menjadi batal demi hukum dan dianggap tidak pernah ada perjanjian.

Dalam hal para pihak sepakat untuk membuat perjanjian, maka lazimnya perjanjian tersebut dibuat dalam bentuk tertulis untuk terwujudnya aspek kepastian hukum dan perlindungan hukum bagi para pihak.

Istilah lain dari perjanjian yaitu treaty, agreement, konvensi, kontrak (contract), traktat. Penggunaan dari istilah tersebut tergantung dari ruang lingkup perjanjiannya. Dalam hubungan internasional yang mana para pihaknya adalah negara, maka istilah yang lazim dipergunakan adalah treaty, konvensi (convention), agreement atau traktat, sementara dalam skala nasional, di mana para pihaknya adalah orang perorangan atau badan hukum, istilah yang lazim dipergunakan adalah perjanjian atau kontrak.

Jual Beli Pemain Sepak Bola

Dalam sepak bola, para pemain yang berprestasi akan dikontrak oleh suatu perusahaan/klub sepak bola untuk waktu tertentu. Artinya, ada perjanjian antara pemain dengan perusahaan/klub bola tersebut. Kedua belah pihak memiliki kewajibannya masing-masing yang secara rinci diatur di dalam kontrak tersebut. Kewajiban perusahaan melakukan pembayaran kepada si pemain bola dan kewajiban pemain bola adalah untuk memberikan prestasi terbaiknya kepada perusahaan/klub bola selama periode waktu/kontrak tersebut.

Selain itu dalam praktik, antar perusahaan/klub sepak bola akan saling bersaing satu sama lain dalam berbagai kompetisi yang hasil akhirnya adalah untuk memperebutkan juara atau piala tanda kemenangan/keberhasilannya. Untuk itu, perusahaan/klub sepak bola yang mempunyai kemampuan finansial yang kuat akan memborong pemain-pemain sepak bola yang berprestasi untuk bergabung di tempatnya.

Dalam praktiknya, jika pemain yang ingin dikontrak oleh sebuah klub masih terikat kontrak dengan klub lain, agar klub lain tersebut mau memutus kontrak dengan pemain yang dimaksud, maka klub yang ingin merekrut dapat “membelinya” dengan memberikan sejumlah uang sebagai bentuk kompensasi/ganti rugi atas pemutusan kontrak tersebut.

Sebaliknya, jika kontrak seorang pemain dengan klub asalnya sudah berakhir, klub lain yang ingin mengontraknya tidak perlu memberikan uang kompensasi. Melainkan bisa langsung menjalin kontrak dengan pemain yang bersangkutan.

Berdasarkan hal-hal yang telah dipaparkan di atas, jual beli pemain bola bukanlah tindak perdagangan orang/human trafficking sebab tidak ada unsur eksploitasi di dalamnya. Para pemain sepak bola secara sukarela mengikatkan diri mereka masing-masing dalam kontrak antara mereka dengan klub sepak bola, dan jika mereka masih terikat kontrak dengan suatu klub, klub lain yang akan merekrutnya dalam praktik akan “membelinya” dengan cara memberikan kompensasi kepada klub asalnya atas pemutusan kontrak. Besaran kompensasi tersebut, secara umum berkaitan dengan kualitas pemain yang bersangkutan, dan merupakan salah satu bentuk dan bukti penghargaan atau apresiasi terhadap prestasinya.

Prestasi yang dijual oleh pemain bola ini memiliki nilai ekonomis bagi orang lain untuk dapat dinikmati. Semakin cemerlang prestasinya, maka semakin mahal juga bayaran atau honorarium yang akan diterima oleh pemain tersebut. Semakin cemerlang prestasi seorang pemain, semakin banyak dan berlomba-lomba juga perusahaan/klub bola menawarkan diri untuk mengontrak pemain tersebut.

Apabila pemain yang akan dikontrak atau dibeli tidak setuju dengan bayaran/honorarium yang akan diterimanya, maka ia dapat menolak tawaran tersebut dan memilih penawaran lain yang lebih baik. Dengan demikian, jual beli pemain sepak bola antara satu klub dengan yang lain merupakan salah satu bentuk perbuatan di bidang hukum keperdataan yang sah/legal.

Tags:

Berita Terkait