Hukum Harta Perkawinan yang Berlaku Sesudah Diundangkannya UU Perkawinan (Jilid IV)
Kolom Hukum J. Satrio

Hukum Harta Perkawinan yang Berlaku Sesudah Diundangkannya UU Perkawinan (Jilid IV)

Artikel ini kelanjutan dari artikel sebelumnya yang sedang mempertanyakan apakah hukum harta perkawinan berdasarkan UU Perkawinan menganut asas yang sama dengan hukum harta perkawinan menurut BW.

RED
Bacaan 2 Menit

 

Dari ketentuan Pasal 35 ayat (1) tersebut di atas kita tahu, bahwa UU Perkawinan menganut asas hukum harta perkawinan yang berlainan sekali dengan KUH Perdata.

 

Kalau menurut KUH Perdata, harta yang dibawa masuk ke dalam perkawinan maupun yang diperoleh sepanjang perkawinan semuanya masuk dalam satu kelompok harta, yaitu harta-persatuan. Maka menurut Pasal 35 UU Perkawinan, harta yang menjadi satu adalah harta yang diperoleh suami dan isteri sepanjang perkawinan. Demikian itu kalau istilah “harta bersama” mempunyai arti yang sama dengan “harta persatuan”, yang menjadi milik suami-isteri bersama-sama yang menurut asas yang dianut dalam KUH Perdata dalam wujud pemilikkan-bersama yang terikat (gebonden mede-eigendom).

 

Apakah UU Perkawinan juga menganut asas pemilikan bersama yang terikat pada harta bersama, kita belum tahu. Padahal prinsip itu sangat berperan untuk menentukan, apakah tindakan pemilikan atas benda milik bersama perlu untuk dilakukan dengan persetujuan bersama atau tidak.

 

Terhadap benda milik bersama yang terikat, tindakan pemilikan atasnya perlu persetujuan semua pemilik serta, sedang pada pemilikkan bersama yang bebas, masing-masing pemilik serta boleh mengambil tindakan pemilikan atas hak bagiannya dalam harta milik bersama tanpa perlu persetujuan pemilik serta yang lain.[6] Untuk pastinya, kita tunggu peraturan pelaksanaannya, sebab Penjelasan atas Pasal 35 UU Perkawinan malah berbicara tentang kalau perkawinan putus.

 

Selanjutnya Pasal 35 ayat (2) UU Perkawinan berbicara tentang “harta bawaan”, yang mestinya maksudnya adalah harta yang dibawa oleh masing-masing suami dan isteri ke dalam perkawinan. Katanya: harta itu berada di bawah “penguasaan” masing-masing.

 

Apakah kata-kata “di bawah penguasaan masing-masing” sama dengan tetap menjadi “milik” masing-masing suami dan isteri, ataukah hanya “dikuasai” oleh masing-masing suami-isteri yang membawanya ke dalam perkawinan?

 

J. Satrio

[1] Ps. 120 K.U.H.Perdata.

[2] Ps. 119 jo. Ps. 147 K.U.H.Perdata.

[3] baca Ps. 155 K.U.H.Perdata.

[4] baca Ps. 164 K.U.H.Perdata.

[5] Ps. 119 ayat (2) K.U.H.Perdata.

[6] J. Satrio, Hukum Waris, Tentang Pemisahan Boedel, hlm. 19 dsl.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait