Hotasi Minta Kejaksaan Kejar Uang ke AS
Berita

Hotasi Minta Kejaksaan Kejar Uang ke AS

Terdakwa khawatir putusan atas kasusnya akan digunakan untuk kasus Jon Cooper di Amerika Serikat.

FAT
Bacaan 2 Menit
Terdakwa Hotasi Nababan, mantan Dirut Merpati usai sidang di pengadilan tipikor Jakarta. Foto: Sgp
Terdakwa Hotasi Nababan, mantan Dirut Merpati usai sidang di pengadilan tipikor Jakarta. Foto: Sgp

Setelah mendengar tuntutan penuntut umum Kejaksaan beberapa waktu lalu, kini giliran terdakwa Hotasi Nababan yang membacakan nota pembelaan (pledoi). Dalam pledoinya, mantan Direktur Utama Merpati ini menyarankan agar Kejaksaan mengejar pengembalian kekurangan uang dari Thirdtone Aircraft Leasing Group (TALG).

“Jika deposit Merpati itu dianggap uang negara, Kejaksaan RI sebagai pengacara negara seharusnya wajib berupaya keras mengejar pengembalian uang dari kedua orang itu,” ujar Hotasi di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa (22/1).

Anggaran sewa dua pesawat oleh Merpati ke TALG sebesar AS$1 juta. Dari angka itu, baru sebesar AS$4800 yang sudah dikembalikan TALG. Sedangkan sisanya belum dikembalikan oleh perusahaan yang berdomisili di Amerika Serikat itu.

Kedua orang yang dimaksud Hotasi adalah Alan Messner selaku CEO TALG dan Jon Cooper selaku COO TALG. Pengejaran dari Kejaksaan, lanjut Hotasi, bisa dilakukan melalui kerjasama dengan Interpol dan Kedutaan besar Republik Indonesia (KBRI) yang ada di Amerika Serikat.

“Namun tampaknya Kejaksaan lebuh mudah mempidanakan saya dan Pak Tony sebagai sumber masalah yang terjadi daripada mengejar uang itu,” tutur Hotasi.

Menurut dia, jika Kejaksaan tidak berbuat apa-apa, dan pengadilan di Amerika Serikat melepaskan Jon Cooper dari segala tuduhan, maka baru terjadi kerugian negara dalam kasus ini. Ia menduga, pihak pembela Jon Cooper memantau persidangan dirinya di Pengadilan Tipikor Jakarta.

Hotasi mengatakan, jika dirinya diputus bersalah dengan modus kelalaian yang disengaja, maka kasus yang menjerat dirinya itu bisa digunakan pengadilan Amerika Serikat untuk meringankan Jon Cooper. “Bahwa perbuatan Jon Cooper yang mentransfer uang itu telah sesuai dan diamini oleh asumsi yang ada di dakwaan dan tuntutan JPU di Indonesia,” ujarnya.

Sayangnya, lanjut Hotasi, sistem hukum di Amerika Serikat tidak dapat memaksa Jon dan Alan untuk membayar cepat kekurangan uang Merpati. Menurutnya, pengembalian ini bisa dilakukan dengan lancar apabila Kejaksaan, Interpol dan KBRI mau membantu Merpati. “Kedua orang ini punya aset dan alamatnya jelas. Jika lawyer dianggap mahal, masih ada debt collector,” katanya.

Hotasi menilai, perkara yang melilit dirinya ini adalah sebuah paksaan. Bahkan,Hotasi menyebut dirinya dan Tony sebagai korban kejahatan orang lain. Karena, dari saksi-saksi yang dihadirkan oleh penuntut umum sebagian besar diarahkan untuk menyalahkan dirinya dan General Manager Craft Procurement Merpati, Tony Sudjiarto. Bukan menyalahkan pihak TALG yang telah melakukan wanprestasi.

“Sebuah ironi yang menyakitkan. Kami, yang telah menjadi korban kejahatan kedua warga negara AS itu, dijadikan pesakitan oleh Kejaksaan kami sendiri, sementara itu Kejaksaan AS mempidanakan kedua orang itu,” ujar Hotasi.

Sebelumnya, Hotasi dituntut empat tahun penjara oleh penuntut umum. Jaksa menilai terdakwa Hotasi terbukti menyalahgunakan kewenangannya selaku pejabat di Merpati dalam menyewa dua pesawat dengan nilai sebesar AS$1 juta. Selain pidana penjara, Hotasi juga dituntut membayar denda Rp500 juta subsider enam bulan kurungan.

Dalam kasus ini, Hotasi dianggap melakukan tindak pidana sebagaimana dakwaan subsider yakni Pasal 3 jo. Pasal 18 UU Tipikor jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Menurut jaksa, penyewaan dua unit pesawat dengan tipe Boeing 737-400 dan Boeing 737-500 itu tidak tercantum dalam Rencana Kerja Anggaran Perusahaan (RKAP) Merpati tahun 2006.

Tags:

Berita Terkait