Hindari Meterai Palsu, Pahami 3 Cara Membedakannya
Utama

Hindari Meterai Palsu, Pahami 3 Cara Membedakannya

Potensi kerugian negara diprediksi berkisar Rp13 miliar.

Fitri Novia Heriani
Bacaan 3 Menit
Ilustrasi: HOL
Ilustrasi: HOL

Pihak kepolisian bekerja sama dengan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dan Perusahaan Umum Percetakan Uang Republik Indonesia (Perum Peruri) berhasil mengungkap sindikat kejahatan pemalsuan meterai. Pemalsuan meterai yang ditemukan adalah meterai senilai Rp6000 dan meterai baru yang dirilis pada akhir Februari lalu senilai Rp10.000.

Dalam konferensi pers yang juga digelar secara daring, Rabu (17/3), Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Yusri mengatakan bahwa terdapat 7 tersangka, dimana pihaknya sudah mengamankan 6 tersangka, dan 1 orang masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO).

“Tersangka sudah diamankan 6 orang, sebenarnya berjumlah 7 orang dan satu masuk dalam DPO. Dari informasi yang didapat dari tersangka mereka sudah bekerja selama 3,5 tahun,” kata Yusri.

Menurut Yusri, pengungkapan kasus ini termasuk yang cukup besar. Para pelaku bisa dijerat dengan pasal berlapis, yakni terkait kerugian negara, Pasal 1256 dan 1257 KUHP, UU No 10 Tahun 2020 tentang Bea Meterai, dan UU No.8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).

Jika diakumulasikan selama 3,5 tahun, Yusri menyebut angka kerugian negara akibat pemalsuan meterai ini berjumlah kurang lebih Rp37 miliar. Sementara untuk pengungkapan kasus ini, kerugian negara diprediksi sebesar Rp13 miliar. (Baca: DJP Ingatkan Wajib Pajak Lapor SPT)

“Peredaran meterai palsu ini sudah cukup marak, sudah ada 4 kasus. Total kerugian jika dihitung selama 3,5 tahun senilai Rp37 miliar lebih, mungkin lebih dari itu. Barang bukti yang diamankan cukup banyak, ada bagian penjahit, pencetak termasuk print dan juga penyedia hologram, bahkan untuk memasarkan. Ini tindak pidana lintas provinsi dan mereka modusnya dikirim lewat collect item, padahal bisa lewat pos langsung. Jadi untuk mengelabui aparat,” jelasnya.

Direktur Operasi Perum Peruri, Saiful Bahri menyampaikan bahwa pemalsuan meterai kali ini merupakan modus baru, mengingat meterai yang dipalsukan adalah meterai terbaru yang dirilis pada akhir Januari lalu. Namun dia menjelaskan bahwa pada dasarnya terdapat perbedaan yang mencolok antara meterai asli dan palsu.

“Terkait modus pemalsuan meterai semakin hari semakin kreatif, ini merupakan modus baru karena yang dipalsukan adalah meterai yang baru saja diluncurkan pada Januari 2021. Dan kepada seluruh masyarakat, hal ini perlu diketahui bagaimana sebenarnya membedakan meterai asli dan palsu,” katanya pada acara yang sama.

Saiful mengatakan setidaknya ada tiga indikator untuk menguji dan membedakan meterai asli dan palsu yakni dilihat, diraba, digoyang. Pertama, dilihat. Secara sepintas, bentuk meterai asli dan palsu hampir sama terutama dari sisi warna, namun masyarakat harus jeli melihat detail-detail pada meterai.

Untuk meterai asli, terdapat tiga porposi di mana meterai asli memiliki tiga jenis lubang yang berbentuk bulat, oval, dan bintang. Tiga porposi ini, lanjutnya, tidak mungkin bisa dipalsukan karena mesin untuk mencetak tiga jenis lubang pada meterai hanya dimiliki oleh Perum Peruri.

Kedua, diraba. Dalam teknologi pencetakan meterai, Perum Peruri menggunakan mesin untuk pencetakan uang, dimana mesin ini hanya dimiliki oleh negara. Hal ini merupakan bagian dari instrumen pemerintah sebagai authentication security. Jika diraba, angka Rp6000 dan Rp10000 terasa kasar, sementara jika menggunakan print tidak terasa kasar. Dan ketiga, digoyang. Untuk meterai asli, saat meterai digoyang maka akan terjadi perubahan warna.

“Jadi bisa dilihat dari porporasi, efek raba dan ketiga digoyang akan terjadi perubahan warna. Sekali lagi kami simpulkan secara kasat mata meterai asli dan palsu itu mirip tapi masih sangat jauh, di dalam meterai asli itu ada microtext, dan ornamen berisi tulisan dan logo, hologram juga logo Garuda Pancasila dan Kemenkeu yang ada di logo meterai,” ungkap Saiful.

Direktur P2Humas DJP, Neilmaldrin Noor menyampaikan apresiasi kepada pihak kepolisian dan juga Perum Peruri atas kerja sama dalam mengungkap kasus bea meterai palsu ini. Dia juga menghimbau kepada seluruh masyarakat untuk selalu memastikan bahwa meterai yang dibeli adalah meterai palsu. Hal tersebut untuk menghindari adanya potensi kehilangan penerimaan negara dari sektor pajak dokumen.

Jika ada yang menemukan penjualan meterai dengan harga dibawah harga tertera, Neilmaldrin memastikan bahwa meterai tersebut palsu.

“DJP memberikan apresiasi kepada pihak kepolisian atas Kerjasama, juga dengan teman-teman Perum Peruri yang sudah bekerja dengan sangat cepat dan sigap dalam menindak dugaan perkara tindak pidana yang menawarkan dan menyediakan meterai palsu yang tentunya dibuat secara melawan hukum. Bea meterai adalah pajak atas dokumen dan pajak sumber penerimaan negara untuk pembangunan yang sama-sama kita nikmati. Tentunya tindakan pemalsuan meterai ini melanggar hukum dan merugikan negara, dan berpotensi mengalami kerugian negara yang akan merugikan seluruh masyarakat Indonesia,” tandasnya.

 

Tags:

Berita Terkait