Hindari Konflik Agraria, Pemerintah Didesak Buka Data HGU Lahan
Utama

Hindari Konflik Agraria, Pemerintah Didesak Buka Data HGU Lahan

Data HGU lahan yang tertutup sering menjadi penyebab munculnya konflik perusahaan perkebunan dengan masyarakat.

Mochamad Januar Rizki
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi: BAS
Ilustrasi: BAS

Sejumlah lembaga nirlaba mendesak pemerintah melalui Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (BPN) segera membuka data tentang kepemilikan Hak Guna Usaha (HGU) lahan kepada publik. Pembukaan data tersebut dinilai penting mengingat besarnya risiko konflik lahan yang sering melibatkan perusahaan perkebunan dengan masyarakat sekitar. Selain itu, HGU ini juga dianggap tidak termasuk data rahasia negara yang dapat mengganggu keamanan negara.

 

Salah satu lembaga yang meminta agar data HGU tersebut diungkap yaitu Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI). Ketua Umum YLBHI, Asfinawati, menjelaskan terdapat ribuan konflik agraria yang diakibatkan pengambilalihan lahan skala luas oleh korporasi bersertifikat HGU. Dia menjelaskan penyelesaian ribuan konflik tersebut terhalang akibat tertutupnya data HGU.

 

Kemudian, Asfinawati mengatakan masyarakat juga sering mendapat perlakuan diskriminatif dalam konflik agraria ini. Sehingga, masyarakat yang ingin memperjuangkan hak atas lahan berakhir dengan kriminalisasi. “Akibat lanjutan dari konflik agraria tersebut adalah adanya kriminalisasi terhadap masyarakat di sekitar perkebunan yang memperjuangkan kembalinya hak atas tanah mereka,” kata Asfinawati saat dikonfirmasi hukumonline, Selasa (12/3).

 

Hukumonline.com

Sumber: YLBHI

 

Tuntutan pembukaan data HGU ini telah beberapa kali digugat ke Komisi Informasi Pusat (KIP). Beberapa hasil tuntutan tersebut mengamanatkan agar Kementerian ATR/BPN membuka data HGU tersebut kepada publik. Tercatat, KIP telah memenangkan permohonan Forest Watch Indonesia dalam perkara Nomor 057/XII/KIP-PS-M-A/2015, tanggal 22 Juli 2016 yang dikuatkan dengan Putusan Mahkamah Agung No. 121 K/TUN/2017 tertanggal 6 Maret 2017.

 

Putusan ini memerintahkan Menteri ATR/BPN membuka data HGU yang masih berlaku sampai tahun 2016 di Kalimantan Tengah, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Utara baik informasi menyangkut nama pemegang HGU, tempat/lokasi, luas HGU yang diberikan, jenis komoditi, peta areal HGU yang dilengkapi titik koordinat. Namun sampai sekarang data tidak juga diberikan.

 

Kemudian, Komisi Informasi melalui Putusan Nomor: 004/III/KI-PAPUA-PS-A/2018 tertanggal 28 Mei 2018 memenangkan permohonan LBH Papua untuk membuka data 31 HGU Perusahaan Perkebunan di Papua baik menyangkut nama pemegang HGU, tempat atau lokasi, luas HGU yang diberikan, dan jenis komoditi dan peta areal HGU yang dilengkapi titik koordinat. Sampai sekarang Kementerian ATR/BPN tidak juga memberikan data yang diminta.

 

(Baca Juga: Pentingnya Informasi HGU Dipublikasikan)

 

Selain itu, karena ketertutupan data HGU tersebut membuat beberapa lembaga kembali menggugat BPN ke Komisi Informasi. Di antaranya, LBH Banda Aceh saat ini sedang dalam proses sengketa di Komisi Informasi Aceh yang meminta BPN membuka data HGU di Aceh. Sedangkan Greenpeace Indonesia saat ini sedang bersengketa di Komisi Informasi terkait permintaan data HGU di Papua dan Papua Barat.

 

Meski terdapat berbagai putusan, pemerintah juga belum mempublikasikan data HGU kepada publik. Asfinawati menjelaskan tertutupnya Kementerian ATR/BPN ini bertentangan dengan Pasal 52 UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Infomrasi Publik.

 

“HGU bukanlah data rahasia dan kondisi luar biasa yang disebabkan oleh penguasaan lahan berskala besar berupa HGU-HGU cukup menjadi alasan bahwa demi kepentingan publik HGU harus dibuka,” jelas Asfinawati.

 

Atas kondisi tersebut, YLBHI memberi tenggat waktu selama satu minggu kepada Kementerian ATR/BPN untuk mempublikasikan data tersebut kepada publik. “Kami memberikan batas waktu satu minggu untuk Kementerian ATR/BPN membuka data kepada publik. Jika selama satu minggu Kementerian ATR/BPN tidak juga membuka data HGU. maka YLBHI bersama masyarakat sipil akan melaporkan Menteri Agraria/Kepala BPN kepada kepolisian,” papar Asfinawati.

 

Menanggapi hal ini Kepala Bagian Humas Kementerian ATR/BPN, Horison Mocodompis, mengakui telah menerima dan mempelajari keinginan dari YLBHI tersebut.

 

Semua masih proses kan yah.  Di KIP masih sidang,  ombudsman juga,  ada beberapa konsultasi yang intens dilakukan ATR BPN dengan beberapa pihak,  kemudian Ada pembahasan aturan pelaksanaan bagaimana supaya pelaksanaannya tidak menabrak UU. Tapi yah dengan adanya somasi ini, kita bahas internal dulu,” kata Horison ketika dikonfirmasi hukumonline.

 

Tags:

Berita Terkait