Hikmahanto Juwana: Profesor Termuda Ahli Hukum Internasional
Profil

Hikmahanto Juwana: Profesor Termuda Ahli Hukum Internasional

Merasa tertantang untuk membuktikan kepada masyarakat bahwa ia memang layak memperoleh gelar "The Highest Achievement".

LEO
Bacaan 2 Menit

Untungnya, ia bisa mengendalikan rasa minder dan mengubahnya menjadi motivator. Ia mentargetkan dalam enam bulan, ia harus menunjukan kemampuannya di LGS. Perlahan-lahan ia mulai menyukai kariernya di LGS, meski ketika itu sering harus pulang pukul dua dini hari. 

Karirnya yang mulai menanjak di LGS, tidak membuat Hikmahanto terlena dan melupakan "jalan hidupnya" sebagai dosen. Benar saja, pada 1997 ia meninggalkan LGS. "Itu bukan sesuatu yang saya merasa belong to," ungkapnya ketika menceritakan alasannya meninggalkan LGS.  Akhirnya, ia berkonsentrasi untuk memperoleh gelar doktor pada Desember 1997. Disertasinya di University of Nottingham berjudul: The Right of State to Establish and Build Up Military Defence Capability: Japan as a Case Study.

Selepas meraih gelar doktor, perjalanan Hikmahanto sebagai akademisi semakin bersinar. Puncaknya, ia memperoleh jabatan Guru Besar di UI pada 2001 dalam usia 36 tahun dan dikukuhkan sebagai profesor pada 2002. Hikmahanto jadi profesor termuda di FHUI. Meskipun masih muda, ia pantas menyandang gelar tertinggi dalam dunia pendidikan karena wawasannya yang luas. 

Koleksi buku perpustakaan Hikmahanto di sebuah apartemen di bilangan Kuningan, Jakarta, yang mencapai ribuan, menunjukkan kecintaannya pada buku. Buku-buku itu ia kumpulkan sejak kuliah di FHUI. Ia tetap secara rutin membaca berbagai hal karena ia sering dimintai pendapat di media massa. Tulisannya sering menghiasi media cetak berskala nasional. Opininya sering dikutip di berbagai media massa mengenai berbagai aspek hukum, mulai dari pidana, HAM, sampai hukum bisnis. 

Padahal, Hikmahanto dikenal sebagai ahli di bidang hukum internasional. "Bagi saya yang penting basic knowledge. Ilmu hukum itu sebenarnya cuma satu," ujarnya. Penekanannya memang hukum internasional, tapi bukan berarti cabang ilmu hukum lain bisa kita abaikan. Pasalnya, ada interelasi satu dengan yang lain. 

Sebagai Guru Besar Hukum Internasional, Hikmahanto dikenal kritis dan ia mampu menguraikan pandangannya dengan jelas dan sistematis. Ia mengemukakan pendapatnya secara independen berdasarkan ilmu yang dikuasainya. 

Ketika AS dan koalisinya menyerang Irak, Hikmahanto berpendapat bahwa paling tidak terdapat dua kejahatan perang yang dilakukan Bush. Pertama, Bush melakukan kejahatan kepada kemanusiaan, crime against humanity. Kedua,aggressive war. Padahal menurutnya, hukum internasional hanya memperbolehkan dua alasan untuk berperang. Yaitu, untuk membela diri, dan yang lain untuk menjalankan mandat Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). 

Halaman Selanjutnya:
Tags: