Hikmahanto: Masih Banyak Persoalan Investasi yang Harus Dibenahi
Berita

Hikmahanto: Masih Banyak Persoalan Investasi yang Harus Dibenahi

Persoalan pungutan liar, korupsi, buruh yang kerap mogok, bahkan tidak adanya kepastian hukum masih sering terjadi.

KAR
Bacaan 2 Menit
Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana. Foto: SGP
Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana. Foto: SGP

Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) akan segera menjadi pasar tunggal bagi negara-negara di Asia Tenggara. Mengapa saat ini negara-negara di dunia gemar menyatukan pasarnya menjadi tunggal? Menurut Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana, ada banyak alasannya.

“Hal penting yang menjadikan pasar sejumlah negara-negara menjadi tunggal adalah untuk menaikan posisi tawar,” ujar Hikmahanto di Depok, Rabu (28/10).

Posisi tawar yang dimaksud, menurut Hikamahanto adalah ketika harus berhadapan dengan negara yang lebih kuat. Atau, dalam kesempatan lain, ia menilai posisi tawar itu juga harus dimiliki ketika menghadapi negara-negara yang sudah lebih dulu berintegrasi. Sebab, bila negara-negara secara individual berhadapan dengan negara-negara yang lebih kuat atau berintegrasi, maka pasarnya akan mudah dieksploitasi.

Hikmahanto mengatakan, dengan pasar tunggal maka sejumlah negara akan melakukan kebijakan-kebijakan yang tunggal pula. Menurutnya, hal itu akan menaikan posisi tawar. Ia menjelaskan bahwa negara dengan banyak produsen akan lebih mudah dihadapi ketika kebijakan seragam. Sebab, negara semacam itu akan menyerbu dengan beragam jasa dan barang.

“Pasar tunggal akan membuat persaingan menjadi simetris,” katanya.

Di sisi lain, Hikmahanto mengatakan bahwa pasar tunggal juga akan membawa dampak negatif. Hal ini terjadi lantaran ada beberapa negara yang akan mendominasi. Sehingga, negara-negara yang tergabung dalam pasar tunggal tersebut akan terpengaruh oleh negara yang dominan dalam pembuatan kebijakan.

Menurut Hikamahanto, biasanya negara-negara yang banyak memberiwarna dalam kebijakan pasar tunggal adalah negara dengan pasar yang besar. Namun, negara yang memiliki pelaku usaha yang kuat dan efisien juga cukup potensial untuk menjadi elit pembuat kebijakan. Menurut Hikmahanto, dalam konteks MEA, Indonesia cukup potensial sebagai negara yang mendominasi kebijakan pasar tunggal. Sebab, Indonesia adalah negara yang memiliki pasar besar.

“Sayangnya, Indonesia tidak memiliki pelaku usaha yang kuat. Jadi, dalam MEA bisa saja Indonesia mendominasi, bisa pula tidak. Sebab, negara dengan pasar kecil tetapi pelaku usahanya kuat seperti Singapura, juga berpotensi mendominasi,” ujarnya.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait