Hedging BUMN Diyakini Dapat Stabilkan Rupiah
Berita

Hedging BUMN Diyakini Dapat Stabilkan Rupiah

Aturan ini merupakan upaya pemerintah dalam mengarahkan perusahaan-perusahaan BUMN untuk tidak masuk ke pasar spot harian.

FAT
Bacaan 2 Menit
Hedging BUMN Diyakini Dapat Stabilkan Rupiah
Hukumonline

Pemerintah melalui Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sepakat untuk menerbitkan peraturan hedging atau lindung nilai bagi perusahaan-perusahaan BUMN. Dengan adanya aturan ini, perusahaan berbasis ekspor-impor di BUMN relatif memiliki nilai tukar rupiah yang stabil.

Kepala Departemen Perencanaan Strategis dan Hubungan Masyarakat Bank Indonesia (BI) Dody Budi Waluyo mengatakan, peraturan ini dipercaya bisa menjaga stabilitas nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing. “Ya untuk stabilkan pasar spot, nilai tukar. Ya harapannya ke sana,” katanya di Komplek Perkantoran BI di Jakarta, Jumat (27/9).

Ia menilai, aturan ini merupakan upaya pemerintah dalam mengarahkan perusahaan BUMN untuk tidak masuk ke pasar spot harian. “Supaya mereka (perusahaan-perusahaan BUMN) tidak lagi masuk di spot harian. Supaya mereka masuk ke spot forward,” tambahnya.

Sebelumnya, Menteri BUMN Dahlan Iskan menerbitkan peraturan yang memberikan kebebasan bagi perusahaan milik negara untuk melakukan transaksi hedging atau lindung nilai dalam fluktuasi nilai tukar dolar Amerika Serikat (AS) berjumlah besar, pada Rabu (25/9).

Ia mengatakan, Permen tersebut berisikan standar dan prosedur (standard operating procedure/SOP) penerapan hedging yang dapat dilakukan perusahaan. Intinya, seluruh perusahaan BUMN bisa melakukan hedging jika sebelumnya telah memiliki SOP. “Semua BUMN boleh melakukan hedging, tapi harus ada SOP-nya,” katanya.

Mantan Direktur Utama PT PLN ini menjelaskan, sesuai prinsipnya, hedging merupakan salah satu strategi yang dapat dilakukan perusahaan untuk menghindari kerugian akibat transaksi valuta asing.

“Hedging bagi BUMN diperbolehkan, sampai benar-benar langkah tersebut tidak dibutuhkan lagi. Tanda-tandanya jika rupiah tidak tertekan lagi, indeks saham terus stabil pada level yang tinggi, dan kondisi ekonomi secara keseluruhan terus membaik,” tegas Dahlan.

Untuk diketahui, dalam dua bulan terakhir nilai tukar rupiah terhadap valuta asing terutama dolar AS terus tertekan, bahkan mencapai kisaran sekitar Rp11.700. Pelemahan rupiah juga diikuti merosotnya Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia yang sempat menyentuh di bawah sekitar 3.900 poin.

Untuk mengantisipasi semakin terpuruknya rupiah dan indeks saham, maka pemerintah melakukan sejumlah langkah seperti peningkatan suku bunga acuan (BI Rate), pembelian kembali atau buy back saham BUMN, termasuk hedging.

Dahlan mengatakan, meski diperbolehkan melakukan hedging, perusahaan-perusahaan BUMN tersebut sebelumnya harus melihat kondisi masing-masing. “Mereka (BUMN) tentu sudah harus dapat memperhitungkan kapan saatnya heding dilakukan, kapan tidak dilakukan,” ujarnya.

Meski terdapat landasan hukumnya, kata Dahlan, dirinya tidak pada posisi menyuruh BUMN-BUMN yang bersangkutan untuk melakukan hedging. Menurutnya, hedging dilakukan setelah ada perhitungan yang matang dari para perusahaan tersebut. “Tetapi, hedging betul-betul untuk lindung nilai, bukan untuk spekulasi, bukan untuk transaksi derivatif,” tegasnya.

Sejumlah BUMN besar terutama yang membutuhkan dolar AS dalam transaksi dan operasionalnya mengaku sudah menerapkan transaksi hedging. Menurut catatan, PT Pertamina dalam operasionalnya membutuhkan valas sekitar AS$100 juta per hari, PT PLN sekitar AS$16 juta per hari.

Sebelumnya, sebagian besar BUMN masih ragu melakukan transaksi hedging. Selain karena belum ada ketentuan yang jelas, juga jika pada praktiknya terjadi kerugian maka direksi dimintai pertanggungjawaban karena dianggap merugikan negara.

Menyinggung soal volume kebutuhan valas di perusahaan-perusahaan BUMN, Dody mengaku tidak memiliki kompetensi untuk mempublikasi nominal tersebut. “Kalau masalah nilai, volume, itu urusan Dewan Gubernur BI,” pungkasnya.

Tags: