Heboh Kasus DNA Babi Pada Obat, Ini 2 UU yang Dilanggar Produsen
Berita

Heboh Kasus DNA Babi Pada Obat, Ini 2 UU yang Dilanggar Produsen

Keterbukaan informasi mengenai kandungan makanan dan obat-obatan merupakan hal serius yang harus dipenuhi oleh produsen.

M. Agus Yozami
Bacaan 2 Menit

 

Soal hukuman yang pantas, lanjut Tulus, YLKI mendesak BPOM untuk memberikan sanksi yang lebih tegas dan keras kepada kedua produsen farmasi tersebut karena telah banyak melanggar UU, baik UU No.8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, UU Jaminan Produk Halal, dan regulasi lainnya.

 

(Baca Juga: Sertifikasi Halal Tak Berlaku Bagi Hewan ‘Haram’)

 

Untuk diketahui, Pasal 8 UU Perlindungan Konsumen menyatakan bahwa pelaku usaha dilarang keras memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang tidak memenuhi atau tidak sesuai standar yang diatur sesuai ketentuan peraturan perundangan. Pelanggaran atas ketentuan ini bisa dipidana penjara paling lama lima tahun atau pidana denda paling banyak Rp2.000.000.000 (dua miliar rupiah).

 

Sedangkan Pasal 18 ayat (1) UU tentang Jaminan Produk Halal menyatakan bahwa bahan yang berasal dari hewan yang diharamkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (3) meliputi: a. bangkai; b. darah; c. babi; dan/atau d. hewan yang disembelih tidak sesuai dengan syariat”.

 

Sementara itu, Anggota Komisi IX DPR Nihayatul Wafiroh mengatakan keterbukaan informasi mengenai kandungan makanan dan obat-obatan merupakan hal serius yang harus dipenuhi oleh produsen. "Bukan hanya soal haram atau halal, melainkan juga resistensi tubuh seseorang terhadap kandungan zat tertentu dalam makanan yang mereka konsumsi," kata Ninik, panggilan akrabnya kepada Antara.

 

Politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu memuji dan mendukung langkah BPOM untuk menarik semua produk yang tidak memberikan informasi yang benar kepada konsumen. Menurut Ninik, produsen memiliki hak penuh untuk mendapatkan informasi tentang kandungan apa pun yang ada pada produk yang mereka konsumsi.

 

Oleh karena itu, sudah menjadi kewajiban produsen makanan, obat-obatan atau suplemen untuk memberikan informasi tersebut. "Kami akan meminta BPOM dan lembaga terkait untuk berhati-hati dalam memberikan izin edar suatu produk di pasaran," tuturnya. (ANT)

 

Tags:

Berita Terkait