Hasil Investigasi TGPIF Kanjuruhan Bakal Disodorkan ke Presiden
Terbaru

Hasil Investigasi TGPIF Kanjuruhan Bakal Disodorkan ke Presiden

TGPIF bakal segera mempertajam rekomendasi hasil temuan investigasi. Hasil temuan dan rekomendasi TGPIF bakal diboyong untuk menentukan langkah perbaikan persepakbolaan di Indonesia bersama FIFA.

Rofiq Hidayat
Bacaan 4 Menit
Kekisruhan di Stadion Kanjuruhan, Malang, usai laga Arema FC vs Persebaya Surabaya, Sabtu (1/10/2022) malam. Foto: Tangkapan layar youtube
Kekisruhan di Stadion Kanjuruhan, Malang, usai laga Arema FC vs Persebaya Surabaya, Sabtu (1/10/2022) malam. Foto: Tangkapan layar youtube

Setelah bekerja dalam menelusuri peristiwa meninggalnya ratusan penonton pertandingan speak bola Arema Malang melawan Persebaya di Stadion Kanjuruhan, Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGPIF) bakal melaporkan hasil berbagai temuan ke presiden. Hasil investigasi dan rekomendasi kerja TGPIF bakal diberikan pada Jum’at (14/10/2022) mendatang.

“Kami dari TGPIF siap menyampaikan laporan pada hari Jum’at, besok lusa,” ujar Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mohammad Mahfud MD melalui keterangannya, Rabu (12/10/2022).

Dia menerangkan bahan hasil temuan sudah berada di tangan TGPIF. Nantinya, bahan hasil temuan bakal disusun secara restructure sistematika dan mempertajam rekomendasinya. Dia mengatakan Presiden Joko Widodo memberikan perhatian serius terhadap insiden meninggalkan 131 penonton sepak bola Arema FC versus Persebaya pada 1 Oktober 2022 lalu.

Bagi mantan Ketua Mahkamah Konstitisi Periode 2008-2013 itu, rekomendasi yang bakal dihasilkan TGPIF bakal menjadi masukan dalam menentukan langkah transformasi sepak bola di tanah air. Tapi, transformasi sepak bola Indonesia bakal dilakukan dengan berkolaborasi dengan Federasi Sepak Bola Internasional (FIFA). Tujuannya agar insiden serupa tak lagi terulang.

Baca Juga:

Dalam pertemuan tersebut, Presiden Joko Widodo menanyakan hasil temuan TGPIF. Menurutnya, presiden menunggu betul hasil temuan dan rekomendasi TGPIF. Sebab, hasil temuan dan rekomendasi TGPIF bakal diboyong dalam menentukan langkah perbaikan persepakbolaan di Indonesia. Lagi pula, FIFA bakal bertandang ke tanah air pekan depan.

Sementara, Tim Pencari Fakta Koalisi Masyarakat Sipil (TPFKMS) yang terdiri dari LBH Pos Malang, LBH Surabaya, YLBHI, Lokataru, IM 57+ Institute dan Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) telah melakukan investigasi selama kurang lebih 7 hari. Anggota TPFKMS Muhammad Isnur proses investigasi dengan menemui sejumlah saksi, korban, dan keluarga korban.

“Berdasarkan hasil investigasi Tim Pencari Fakta Koalisi Masyarakat Sipil, kami mendapat temuan awal bahwa peristiwa kekerasan yang terjadi di Stadion Kanjuruhan merupakan dugaan kejahatan yang terjadi secara sistematis yang tidak hanya melibatkan pelaku lapangan,” ujarnya.

Menurutnya, ada 12 hasil temuan. Pertama, saat pertengahan babak kedua, terdapat mobilisasi sejumlah pasukan yang membawa gas air mata. Padahal diketahui tidak ada ancaman atau potensi gangguan keamanan saat itu. Kedua, saat pertandingan usai, terdapat sejumlah suporter yang masuk ke dalam lapangan.

Berdasaran keterangan saksi-saksi yang ada, situasi tersebut terjadi lantaran para suporter hanya ingin memberikan dorongan motivasi dan memberikan dukungan moril kepada seluruh pemain. Namun, hal tersebut direspon berlebihan dengan mengerahkan aparat keamanan dan kemudian terjadi tindak kekerasan.

“Hal inilah yang kemudian, para suporter lain ikut turun ke dalam lapangan bukan untuk melakukan penyerangan, tetapi untuk menolong suporter lain yang mengalami tindak kekerasan dari aparat keamanan,” kata dia.

Ketiga, sebelum tindakan penembakan gas air mata, tidak ada upaya aparat menggunakan kekuatan lain. Seperti kekuatan yang memiliki dampak pencegahan, perintah lisan atau suara peringatan hingga kendali tangan kosong lunak. Padahal berdasarkan Perkap Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan, polisi harus melalui tahap-tahap tertentu sebelum mengambil tahap penembakan gas air mata.

Keempat, tindak kekerasan yang dialami para suporter, tak hanya dilakukan anggota Polri. Tapi, pula dilakukan prajurit TNI dengan berbagai bentuk kekerasan. Seperti menyeret, memukul, dan menendang. Kelima, berdasarkan kesaksian para suporter, penembakan gas air mata tidak hanya ditujukan ke bagian lapangan, tetapi pula mengarah ke bagian Tribun sisi Selatan, Timur, dan Utara. Alhasil, hal tersebut menimbulkan kepanikan yang luar biasa bagi suporter yang berada di Tribun.

Keenam, saat hendak keluar dengan kondisi akses evakuasi yang sempit, terjadi penumpukan di sejumlah pintu yang terkunci. Alhasil, di dalam ruangan yang sangat terbatas tersebut, diperparah  dengan masifnya penembakan gas air mata oleh aparat kepolisian. Dengan begitu berdampak fatal yang mengakibatkan para korban sulit bernafas hingga menimbulkan korban jiwa.

Ketujuh, setelah mengalami rentetan peristiwa kekerasan, para suporter yang keluar dengan kondisi berdesak-desakan. Ironisnya, minim mendapat pertolongan dengan segera dari pihak aparat kepolisian dan para korban dengan caranya sendiri berusaha untuk keluar. Kedelapan, insiden tersebut pun terjadi di luar stadion. Sebab, aparat kepolisian pun turut melakukan penembakan gas air mata kepada para suporter yang berada di luar stadion.

“Dugaan kuat kondisi pasca tribun adalah momen di banyak penonton meregang nyawa. Di saat itu pula tidak didapat kondisi medik yang optimal untuk merespon kondisi kritis penonton yang terpapar asap,” kata Isnur.

Kesembilan, setelah peristiwa, diketahui adanya pihak tertentu yang mengintimidasi melalui sarana komunikasi maupun secara langsung. Kesepuluh, tidak adanya informasi detil dari pemerintath terkait dengan data korban jiwa dan luka yang dapat diakses publik. Kesebelas, tim masih mendalami fakta. Karenanya, Tim terus berkoordinasi dengan Komnas HAM dan LPSK.

Kedua belas, terkait dengan adanya narasi temuan minuman alkohol dan penggunaan terminologi ‘kerusuhan’ merupakan penyampaian informasi yang menyesatkan. Sebab yang terjadi adalah serangan atau pembunuhan secara sistematis terhadap warga sipil. Menurutnya, tak mungkin adanya miniman alkohol dalam stadion karena saat masuk ke dalam stadion dilakukan pengecekan yang sangat ketat oleh panitia pelaksana dan aparat kepolisian.

“Kami menilai telah terjadi tindak kekerasan yang dilakukan secara sengaja dan sistematis, dilakukan oleh aparat keamanan, dengan tidak hanya melibatkan aktor lapangan saja, yang saat ini telah ditetapkan tersangka oleh aparat kepolisian. Tetapi ada aktor lain, dengan posisi lebih tinggi yang seharusnya ikut bertanggung jawab dan perlu diproses hukum lebih lanjut,” harapnya.

Tags:

Berita Terkait