Hasil Eksaminasi Putusan: MK Lakukan Constitutional Disobedience
Utama

Hasil Eksaminasi Putusan: MK Lakukan Constitutional Disobedience

Sebagaimana tertuang dalam Putusan MK No.54/PUU-XXI/2023 yang membangkangi putusannya sendiri dalam Putusan MK No.91/PUU-XVIII/2020.

Ady Thea DA
Bacaan 4 Menit
Dosen FH UGM Zainal Arifin Mochtar dalam kegiatan Eksaminasi Putusan MK yang diselenggarakan FH UGM Yogyakarta, Jumat (27/10/2023).
Dosen FH UGM Zainal Arifin Mochtar dalam kegiatan Eksaminasi Putusan MK yang diselenggarakan FH UGM Yogyakarta, Jumat (27/10/2023).

Pembangkangan terhadap konstitusi atau Constitutional Disobedience selama ini kerap dialamatkan kepada pihak yang tidak menjalankan konstitusi sebagaimana tertuang dalam UUD RI Tahun 1945 dan/atau putusan Mahkamah Konstitusi (MK) sebagai lembaga yang mengawal tegaknya konstitusi.

Tapi, dalam eksaminasi publik terhadap putusan MK No.54/PUU-XXI/2023 tentang pengujian formil UU No.6 tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU No.2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi UU ditemukan sejumlah hal menarik. Dosen Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, Zainal Arifin Mochtar, mengatakan melalui putusan itu MK dinilai telah melakukan constitutional disobedience.

“Dalam putusan itu, MK seharusnya secara tegas menyebut Perppu bukan cara untuk melaksanakan putusan MK (putusan MK No.91/PUU-XVIII/2020, red). Constitutional Disobedience tak hanya dilakukan oleh pemerintah dan DPR, tapi juga MK sendiri,” kata Zainal Arifin Mochtar dalam kegiatan Eksaminasi Putusan MK yang diselenggarakan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, Jumat (27/10/2023).

Hukumonline.com

Majelis MK saat sidang pembacaan putusan. Foto: RES

Baca Juga:

Zainal yang juga hadir sebagai ahli dalam persidangan pengujian formil UU 6/2023 di MK mengungkapkan antara lain MK gagal menjelaskan hal ihwal kegentingan memaksa terkait penerbitan Perppu oleh Presiden. Padahal, sudah jelas Pasal 12 UUD RI Tahun 1945 mengatur kegentingan memaksa dalam hal keadaan bahaya dan Pasal 22 UUD RI Tahun 1945 untuk kegentingan memaksa.

Ketimbang menguraikan detail kedua pasal itu, MK malah memilih untuk menjelaskan secara psikologis atau kebatinan karena seolah MK menilai pemerintah dan DPR tak masalah untuk melanggar UU. Sebab, ada iktikad baik (good faith) dari pemerintah untuk membawanya ke DPR untuk dibahas dan DPR dinilai tidak membuang waktu (wasting time) karena ujungnya tetap membahas Perppu itu walau bukan di masa sidang berikutnya.

Zainal melihat hakim konstitusi dalam Putusan No.54/PUU-XXI/2023 menilai putusan MK No.91/PUU-XVIII/2020 telah dilaksanakan pemerintah. Hal itu menimbulkan kekhawatiran MK tidak paham esensi putusannya sendiri sebagaimana putusan MK No.91/PUU-XVIII/2020. Padahal putusan yang menyatakan UU No.11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja itu inkonstitusional bersyarat memerintahkan perbaikan UU 11/2020 dengan melibatkan partisipasi bermakna dalam waktu paling lambat 2 tahun.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait