Haris Azhar: Saya lelah tapi senang juga lihat respon publik
Wawancara Khusus

Haris Azhar: Saya lelah tapi senang juga lihat respon publik

Tim redaksi hukumonline.com bisa berbincang secara langsung dengan Haris Azhar, Selasa (9/08). Dalam kesempatan itu Haris membeberkan banyak hal terkait pengakuan Freddy.

Rofiq Hidayat | Ady Thea Dian Achmad
Bacaan 2 Menit

Situasi saat itu pemerintah menghadapi konflik KPK-Polri. Dari situasi itu saya melihat bagaimana pemerintah kurang ajeg untuk bisa mengontrol konflik tersebut. Ketika itu saya berkeyakinan jika 'barang' ini dibawa ke pemerintah maka tidak akan dihiraukan. Jika di bawa ke Polri khawatirnya informasi yang ada ini akan dinilai memojokkan mereka. 

Ditambah pengalaman KontraS yang sudah mengirim surat tentang berbagai kasus mungkin ribuan kali. Hasilnya tidak ada solusi yang baik. Misalnya, dalam kasus narkoba, saya pernah mendapat laporan dari warga Sawah Besar yang menceritakan ada satu orang anak tidak pulang berhari-hari. Padahal ibunya sudah mencari ke berbagai kantor polisi. Ditemani KontraS, akhirnya anak itu ditemukan di kantor polisi yang ke-26 disambangi. Ternyata anak itu diambil polisi tanpa surat pemberitahuan ke orang tua. Ini contoh penanganan kasus yang tidak jelas.

Kemudian itu saya komparasikan dengan beberapa bahan. Saya dan beberapa teman di KontraS membaca beberapa putusan terkait 1,4 juta ekstasi. Ketika baca putusan peradilan militer Serma Supriyadi, putusan Akiong dan 3 orang lain di bawah Freddy ternyata banyak celah yang sebenarnya harus ditindaklanjuti. Misalnya, dalam putusan Serma Supriyadi oditur militernya bilang harus bongkar keterlibatan atasan Serma Supriyadi yang dari BAIS dan bekerja di Koperasi Kalta.

Dari berbagai pengalaman itu saya agak hopeless. Tapi ketika itu saya yakin kalau Freddy dieksekusi akan ada perhatian publik. Setelah menunggu beberapa kali gelombang eksekusi, Freddy dieksekusi pada gelombang 3. Saya mendapat informasi itu Senin, tapi belum ada keputusan resmi. Hari Selasa Jaksa Agung menyebut eksekusi dilakukan antara Kamis malam atau Jumat.

Senin sore itu saya minta ke KontraS supaya keterangan Freddy dirapikan. Pada saat bersamaan saya telpon Johan Budi. Kenapa Johan Budi, secara personal dia orang yang mau mendengar di tengah tertutupnya kuping para pejabat Jokowi. Singkatnya saya bilang “mas, tidak bisa itu si  Freddy Budiman dieksekusi”. Awalnya saya dikira mau menentang hukuman mati, saya bilang ini bukan pro atau kontra hukuman tapi muatan kesaksian orang yang akan dieksekusi. 

Saya ceritakan Freddy punya kesaksian, 3 tahun dia bekerja, 2011-2014 dia bilang pernah menyetor ke orang BNN yang jumlahnya kalau ditotal 450 miliar. Dia bilang juga demikian juga dengan polisi, itu 90 miliar kalau ditotal jumlahnya. Terus dia (Johan Budi) bilang, “wah ngeri banget,” saya bilang iya. Dia bilang, “saya akan coba bicara dengan Presiden.” Kenapa Johan Budi yang saya hubungi karena secara personal Johan Budi bisa diajak bicara. Selain itu pemerintahan hari ini tidak wellcome kepada saya. Johan masih mau angkat telpon saya per hari itu dan sebelumnya.

Ketiga, sampai hari menjelang eksekusi, saya cek handphone saya tidak ada lagi kontak dari Johan Budi. Padahal sebelumnya dia bilang “kalau nanti diminta Presiden menjelaskan bisa tidak?” Saya bilang bisa, walau saat itu saya di Palu, “jika diminta Presiden untuk memberi penjelasan saya ke Jakarta.” Sampai Rabu malam, tidak ada kontak dari Johan Budi.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait