Harini dan Pono Coba Mempengaruhi Bagir Lewat Kakaknya
Utama

Harini dan Pono Coba Mempengaruhi Bagir Lewat Kakaknya

Akhirnya mereka mengakui hal itu setelah KPK memperdengarkan rekaman pembicaraan tersebut.

Aru/CRF
Bacaan 2 Menit
Harini dan Pono Coba Mempengaruhi Bagir Lewat Kakaknya
Hukumonline

Dalam sidang dugaan suap kepada majelis kasasi perkara Probosutedjo dengan terdakwa Harini Wijoso, Rabu (8/3), penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akhirnya memperdengarkan rekaman pembicaraan antara Harini Wijoso dengan Pono Waluyo. Sebelumnya, jawaban Pono sebagai saksi terkesan berbelit-belit  saat ditanya tentang rencana keberangkatan Pono ke Lampung. Diketahui, Lampung adalah kota dimana kakak Bagir Manan, Ketua Mahkamah Agung (MA) tinggal.

 

Awalnya, Pono yang menjadi saksi dalam persidangan itu mengaku diajak Harini ke Lampung hanya untuk main-main, tanpa ada maksud dan tujuan tertentu, khususnya soal pengurusan perkara. Namun, rekaman pembicaraan yang diakui Pono dan Harini tersebut menyatakan sebaliknya. Terungkap dalam rekaman, Harini meminta Pono untuk pergi ke Lampung menemui kakak Bagir karena ia berpengaruh cukup besar.

 

Tujuan rencana menemui kakak Bagir itu untuk mempercepat perkara kasasi Probosutedjo. Bilang saja putusan perkara tersebut bocor dan sudah diketahui banyak orang, kata Harini ke Pono. Selanjutnya, Pono menyatakan siap untuk berangkat dan mengaku telah mempunyai tiket pergi ke Lampung

 

Rekaman pembicaraan dalam bahasa Jawa pada 16 Agustus 2005 tersebut tidak dibantah oleh Pono. Akan tetapi, Pono terus berkelit dengan menyatakan bahwa sesungguhnya ia membohongi Harini. Karena kenyataannya, Pono tidak pernah berangkat.

 

Telepon Dari ‘Bagir'

Rupanya, tidak hanya sekali itu Harini dibohongi Pono. Diceritakan Pono, dirinya sempat membohongi Harini saat dirinya diajak untuk berkenalan dengan Probosutedjo sebagai orang MA yang mengurus perkaranya. Kebetulan, tutur Pono, dalam pertemuan pada 29 September 2005 itu telepon genggamnya berdering.

 

Usai menjawab telepon itu, Pono mengaku jika yang meneleponnya barusan adalah Bagir Manan yang meminta agar Probosutedjo segera menyerahkan uang. Padahal, yang menelepon Pono saat itu adalah rekannya dalam pengurusan perkara, yakni Sudi Achmad.

 

Dikatakan Pono, permintaan agar uang tersebut segera dibayar diperkuat dengan ‘ancaman' Harini. Harini mengancam putusan kasasi yang membebaskan Probosutedjo bisa berubah jika Probosutedjo tidak menyerahkan uang. Ternyata sebelumnya Harini telah memberikan petikan putusan yang isinya membebaskan Probosutedjo.

 

Permintaan itu akhirnya dipenuhi Probosutedjo. Pono mengaku mendatangi rumah Probosutedjo bersama Harini untuk menerima uang AS$400 ribu dan Rp800 juta dalam dua kardus terpisah. Kardus pertama terdiri dari AS$100 ribu dan Rp800 juta (untuk biaya pengurusan perkara yang diminta Sudi, red). Kardus kedua AS$300 ribu untuk Harini. Pono sendiri tidak tahu untuk apa AS$300 ribu tersebut, karena Sudi hanya meminta Rp2 miliar. Versi Probo, kata Pono, AS$100 ribu dan Rp800 juta ekuivalen Rp2 miliar.

 

Selanjutnya, Sudi membagi sebagian Rp800 juta itu untuk dirinya sendiri, Suhartoyo (Wakil Sekretaris Korpri MA) dan Pono. Mereka bertiga menerima masing-masing Rp100 juta. Sisa uang yang diminta Sudi, AS100 ribu dan Rp500 juta rencananya akan dipakai untuk mengurus perkara.

 

Peran Sudi

Menurut Pono yang juga bersaksi pada sidang dalam perkara yang sama dengan terdakwa Sudi Achmad dan Suhartoyo, Harini menemui dirinya di parkir barat MA untuk membantu mengurus perkara Probosutedjo. Dalam pengakuannya, Pono menjawab tidak sanggup membantu mengurus. Kebetulan, saat pertemuan di lahan parkir itu, Sudi melintas dan mengaku bisa mengurus perkara seperti permintaan Harini.

 

Selanjutnya, pertemuan dilanjutkan di ruangan Wakil Sekretaris Kopri MA yang dihadiri tiga orang, Suhartoyo, Sudi dan Pono. Suhartoyo, yang notabene atasan Sudi, bertanya apakah Sudi bisa mengurus perkara tersebut. Sudi, menurut keterangan Pono, mengaku bisa setelah menanyakan kepada majelis kasasi perkara Probosutedjo.

 

Setelah itu drama upaya mengurus perkara Probosutedjo berlanjut dengan Pono yang mengaku hanya sebagai penghubung Harini dengan Sudi.

 

Awalnya, Pono meminta uang operasional pengurusan perkara. Harini menyanggupi dan menyerahkan Rp100 juta yang selanjutnya diserahkan Pono kepada Sudi. Sebagian uang itu oleh Sudi dibagikan kepada Suhartoyo, Sudi dan Pono, masing-masing Rp2 juta.

 

Singkat kata, usai penyerahan uang operasional, Sudi memberikan dua bentuk petikan putusan perkara Probosutedjo kepada Harini lewat Pono. Petikan putusan dengan bentuk tulisan tangan dan ketikan. Salinan petikan yang asli akan diberikan setelah Probosutedjo membayar Rp2 miliar. Setelah itu, pada 29 September 2005 Pono diajak untuk berkenalan dengan Probosutedjo yang kemudian memberikan uang perkara.

 

Pada hari itu juga (29 September 2005, red) KPK menangkap Pono dirumahnya. Ditemukan dalam rumah Pono AS$250 ribu, uang Harini yang dititipkan ke Pono (AS$50 ribu telah diambil Harini, red) dan Rp100 juta jatah Pono dari Sudi. Total uang yang berhasil disita KPK dan digelar dalam persidangan AS$400 ribu dan Rp750 juta. Sidang akhirnya ditunda dan akan kembali digelar Rabu (15/3).
Tags: