Hari Sabarno Berperan Rugikan Negara
Berita

Hari Sabarno Berperan Rugikan Negara

Tanpa peran Hari Sabarno, korupsi alat pemadam kebakaran tak akan terjadi. Berawal dari pemberian Hengky sebesar Rp125 juta untuk pembelian furnitur rumah anak Hari Sabarno.

CR-8
Bacaan 2 Menit
Hakim anggap peran Hari Sabarno lebih penting ketimbang Hengky <br> Samuel Daud. Foto: Sgp
Hakim anggap peran Hari Sabarno lebih penting ketimbang Hengky <br> Samuel Daud. Foto: Sgp

Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi menyatakan mantan Menteri Dalam Negeri Hari Sabarno punya andil merugikan negara dalam korupsi alat pemadam kebakaran (damkar). Menurut mereka, tanpa perintah Hari Sabarno, radiogram yang menjadi pangkal korupsi tak akan lahir.

 

Demikian sebagian pertimbangan majelis hakim yang menyidangkan terdakwa Samuel Hengky Daud alias Hengky Samuel Daud. Hengky oleh majelis hakim akhirnya diputus bersalah dan harus menjalani hukuman selama 15 tahun ditambah denda Rp500 juta.

 

“Jika tak membayar, maka hukuman penjara akan ditambah enam bulan,” ungkap Ketua majelis hakim Maryana membacakan putusan untuk terdakwa Hengky di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (4/2)..

 

Hakim menyatakan, perbuatan terdakwa melanggar dakwaan kesatu primair pasal 2 ayat (1) UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Hengky juga dinilai bersalah melakukan korupsi seperti diatur dakwaan kedua primair pasal 5 ayat (1) UU Pemberantasan Tipikor.

 

Andil Hari Sabarno menurut majelis diawali dengan terungkapnya pemberian Rp125 juta untuk furnitur rumah milik anak Hari Sabarno. Pemberian uang itu disebabkan karena Hari Sabarno memerintahkan Direktur Jederal Otonomi Daerah Oentarto Sindung Mawardi untuk membuat radiogram yang dikirimkan pada daerah-daerah untuk menyiapkan alat damkar. “Ditambah lampiran selain radiogram yang mencantumkan tipe damkar yang harus dibeli pemerintah daerah,” ujar hakim I Made Hendra.

 

Made Hendra menambahkan, radiogram itu menjadi surat sakti yang dibawa Hengky ke daerah-daerah agar masing-masing pemerintah daerah membeli alat damkar seperti tertulis dalam lampiran. “Ada beban psikologis bagi pejabat daerah untuk menolak radiogram tersebut sehingga, mau atau tidak mau, mereka tetap membeli damkar dengan spesifikasi seperti dalam radiogram,” paparnya.

 

Bahkan, lanjut Made Hendra, kasus ini tak akan terjadi jika Hari Sabarno tidak mengenalkan Hengky pada sejumlah kepala daerah sebagai rekanan Depdagri. Cara seperti itu, menurut majelis hakim makin menguatkan beban psikologis kepala daerah untuk tidak membeli alat damkar selain yang dijual PT Istana Sarana Raya dan PT Satal Nusantara, milik terdakwa.

 

Perbuatan Hari Sabarno, menurut majelis tidak sepatutnya dilakukan karena bertentangan dengan jabatan sebagai Mendagri. “Apalagi dalam pengadaan damkar menimbulkan kerugian negara,” imbuh Made Hendra.

 

Akhirnya, pengadaan damkar terjadi pada 2002-2005 pada 22 daerah. Perusahaan milik Hengky menjual alat damkar pada periode tersebut mencapai 208 unit, terdiri dari 200 unit damkar merek Tohatsu tipe V80ASM dan delapan unit damkar tipe Morita ME5.

 

Untuk 208 unit, negara atau daerah mengeluarkan Rp227,128 miliar. Padahal, berdasarkan perhitungan BPKP untuk unit tersebut harusnya negara mengeluarkan Rp141,050 miliar. Jadi, ada selisih lebih dari Rp86 miliar,” papar hakim Hendra Yospin.

 

Kerugian tersebut bertambah, karena Hengky mendapat fasilitas pembebasan Bea Masuk enam unit alat damkar dari Depdagri sebesar Rp10,948 miliar. “Sehingga total kerugian negara mencapai Rp97,026 miliar,” papar Hendra Yospin.

 

Tetapi, dalam proses penyidikan korupsi damkar hingga penuntutan sejumlah terdakwa telah disita uang dan beberapa alat damkar. Jadi, kewajiban uang pengganti bagi Hengky mencapai Rp82,6 miliar masih dikurangi nilai jual 20 unit damkar Morita ME5 dan sembilan unit Tohatsu V80ASM.

 

Apabila setelah sebulan keputusan memiliki kekuatan hukum tetap (inkracht), terdakwa tidak membayar, maka harta Hengky disita untuk dilelang. “Apabila masih kurang, maka hukuman ditambah tiga tahun,” ungkap hakim Maryana.

 

Majelis berpendapat, putusan tersebut setimpal karena Hengky melarikan diri saat penyidikan kasus korupsi ini. Perbuatan terdakwa menyebabkan tindakan secara meluas.

 

Menanggapi putusan tersebut, Hengky menyatakan pikir-pikir. Begitu pula dengan penuntut umum yang dipimpin Rudi Margono.

 

Tags:

Berita Terkait