Dalam rangka memperingati Hari Kejaksaan Republik Indonesia atau Hari Bhakti Adhyaksa ke-62 pada 22 Juli 2022 lalu, Komnas Perempuan menyampaikan 7 rekomendasi. Ketua Komnas Perempuan, Andy Yentriyani mengatakan lembaganya mengapresiasi pencapaian Kejaksaan dalam pemenuhan hak atas keadilan bagi perempuan yang berhadapan dengan hukum (PBH).
“Pencapaian ini masih perlu ditingkatkan, terutama dalam kerangka implementasi UU No.12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS),” kata Andy ketika dikonfirmasi, Minggu (24/7/2022).
Baca Juga:
- 7 Pesan Jaksa Agung di Hari Bhakti Adhyaksa ke-62
- Hari Bhakti Adyaksa, Jaksa Agung: Jangan Nodai Kepercayaan Masyarakat
- Jaksa Agung: Penerapan Restorative Justice Pertimbangkan Aspek Kemanfaatan Hukum
Menurut Andy, sejak berdiri 22 Juli 1960 Kejaksaan RI telah melaksanakan mandat penegakan hukum dan keadilan yang dimandatkan peraturan perundang-undangan selama 62 tahun. Salah satu mandat tersebut adalah fungsi jaksa sebagai penuntut umum dan pelaksanaan putusan hakim yang berkekuatan hukum tetap.
Jaksa berperan penting dalam penanganan perkara kekerasan terhadap perempuan yang diproses melalui sistem peradilan pidana yang dimulai dari tahapan pra penuntutan, penuntutan, hingga pelaksanaan putusan hakim. Andy mencatat komitmen Kejaksaan RI dalam menjamin akses keadilan bagi perempuan yang berhadapan dengan hukum (PBH) bisa dilihat dari terbitnya Pedoman Kejaksaan Nomor 1 Tahun 2021 tentang Akses Keadilan bagi Perempuan dan Anak dalam Penanganan Perkara Pidana dan Nota Kesepahaman Pedoman Sistem Peradilan Pidana Terpadu Berbasis Teknologi Informatika (SPPT-TI).
Andy mencatat 2 tahun terakhir sedikitnya 5 dari 8 kasus yang diterima Komnas Perempuan terkait penuntutan terhadap perempuan korban kekerasan di dalam rumah tangga dalam bentuk penganiayaan fisik dan psikis. Penuntutan dilakukan karena mereka dilaporkan oleh (mantan) suami. Pembelaan terhadap penuntutan itu mendapat perhatian ketika kasusnya disorot publik.
Komnas Perempuan juga mencatat penundaan penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM berat akibat pengembalian berkas kepada Komnas HAM oleh pihak Kejaksaan ikut menunda akses keadilan bagi perempuan korban langsung maupun tidak langsung. Komnas Perempuan juga mencatat keluhan mengenai proses pemeriksaan perkara yang berlarut-larut dari pihak kejaksaan pada kasus kekerasan seksual.