Hari Bhakti Adhyaksa, Jaksa Agung: Jangan Nodai Kepercayaan Masyarakat
Utama

Hari Bhakti Adhyaksa, Jaksa Agung: Jangan Nodai Kepercayaan Masyarakat

Kepekaan jaksa terhadap potensi pelanggaran hukum yang terkait dengan kelangsungan hajat hidup orang banyak mesti dipertajam. Ada pula kebijakan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif.

Rofiq Hidayat
Bacaan 3 Menit
Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin dalam Upacara Peringatan Hari Bhakti Adhyaksa ke-62 dengan tema 'Kepastian Hukum Humanis Menuju Pemulihan Ekonomi' di pelataran Gedung Menara Kartika Kejaksaan Agung, Jumat (22/7/2022). Foto: Humas Kejagung
Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin dalam Upacara Peringatan Hari Bhakti Adhyaksa ke-62 dengan tema 'Kepastian Hukum Humanis Menuju Pemulihan Ekonomi' di pelataran Gedung Menara Kartika Kejaksaan Agung, Jumat (22/7/2022). Foto: Humas Kejagung

Beragam survei nasional terkait evaluasi publik terhadap kinerja penegakan hukum yang dilakukan Korps Kejaksaan menunjukan peningkatan. Setidaknya April 2022 menempati peringkat keempat dan capaian 74,5 persen pada Juni lalu. Karenanya para jaksa mesti meningkatkan kepekaan melihat adanya potensi pelanggaran hukum yang menyangkut kelangsungan hidup orang banyak.

Demikian disampaikan Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin dalam Upacara Peringatan Hari Bhakti Adhyaksa ke-62 dengan tema “Kepastian Hukum Humanis Menuju Pemulihan Ekonomi” di pelataran Gedung Menara Kartika Kejaksaan Agung, Jumat (22/7/2022).

“Saya ingatkan seluruh warga adhyaksa, jangan dirusak kepercayaan masyarakat yang telah susah payah kita bangun dan kita raih selama ini. Jangan pernah terlintas sedikitpun di pikiran Saudara untuk terlibat atau mengambil keuntungan dari setiap perkara yang ditangani,” ujar Jaksa Agung mengingatkan.  

Baca Juga:

Baginya, peningkatan kepercayaan tersebut karena masyarakat menganggap Kejaksaan sedikit-banyak telah mampu menampilkan wajah penegakan hukum yang didambakan. Seperti keberhasilan korps adhayaksa dalam menangkap kegelisahan masyarakat atas praktik penegakan hukum yang dinilai tak memenuhi rasa keadilan.

Antara lain dengan menerbitkan kebijakan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif. Kebijakan tersebut menjadi tonggak perubahan paradigma penegakan hukum. Dengan begitu, masyarakat memposisikan keadilan restoratif identik dengan kejaksaan. Terobosan lain yang diambil Kejaksaan, kata Burhanuddin, dengan menghadirkan Rumah Restorative Justice dalam menyerap keadilan di masyarakat.

Selain itu, menggali nilai-nilai kearifan lokal yang eksis di tengah masyarakat dengan melibatkan tokoh masyarakat, adat, dan agama. Dengan begitu, bakal tercipta kesejukan dan perdamaian yang dapat dirasakan oleh seluruh warga. Dia yakin betul masyarakat bakal mendukung penegakan hukum yang profesional, transparan dan berintegritas terhadap Kejaksaan.

“Oleh karenanya, saya kembali mengajak seluruh warga adhyaksa untuk menjaga pelaksanaan keadilan restoratif, dan menjaga agar masyarakat memandang bahwa penegakan hukum bernurani masih ada di negeri ini, serta saya ingatkan jangan pernah nodai kepercayaan masyarakat itu,” tegasnya.

Mantan Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara (Jamdatun) periode 2011-2014 itu menuturkan peningkatan kepercayaan masyarakat lantaran peningkatan kemampuan dalam mengkomunikasikan capaian-capaian kinerja. Alhasil, masyarakat mengetahui apa-apa yang telah diraih ataupun yang sedang dilakukan Kejaksaan.

Burhanuddin pun memberi apresiasi kepada segenap jajaran Kejaksaan di seluruh nusantara yang telah bekerja keras, cermat, dan cepat merespon dengan cepat perintah pimpinan dalam penanganan perkara yang berkaitan dengan hajat hidup masyarakat. Seperti pada penanganan perkara kelangkaan minyak goreng, penyelewengan pupuk bersubsidi, hingga pemberantasan mafia tanah.

Menurutnya, respon cepat tersebut telah berkontribusi dalam meningkatkan kepercayaan masyarakat kepada Institusi Kejaksaan, di mana keresahan masyarakat terwakilkan dengan langkah hukum yang Saudara lakukan. Masyarakat merasakan kehadiran negara untuk menyudahi kesusahan yang dialami.

Lebih lanjut Jaksa Agung menuturkan sebagai instansi penegak hukum Kejaksaan semestinya memposisikan korban dan pelaku kejahatan sebagai subyek dalam sistem penegakan hukum untuk mencari kebenaran materil. Karenanya, dalam menegakakn hukum, jaksa tetap memegang teguh perikemanusiaan. Tujuannya agar tak ada lagi hak dasar manusia yang terlanggar.

Menjadi kewajiban jaksa dalam menunjung tinggi dan menghormati setiap hak dasar para pencari keadilan maupun terduga pelaku kejahatan. Bahkan, jaksa perlu memahami sifat alami sesama manusia dengan saling mengasihi dan memaafkan. Dengan kata lain, menghukum seseorang tidak berarti mengabaikan nilai-nilai kemanusiaan.

“Oleh karena itu, saya pesan kepada seluruh jajaran Kejaksaan agar dalam menjalankan tugas senantiasa berorientasi pada perlindungan hak dasar manusia. Mari wujudkan penegakan hukum yang tegas dan humanis kepada siapa saja tanpa pandang bulu,” katanya.

Tags:

Berita Terkait