Harapan Terhadap RUU HPI, Ikut Mendorong Pertumbuhan di Sektor Ekonomi
Berita

Harapan Terhadap RUU HPI, Ikut Mendorong Pertumbuhan di Sektor Ekonomi

HPI tidak hanya lagi berbicara tentang perkawainan campur, warisan, atau juga adopsi anak.

Moh. Dani Pratama Huzaini
Bacaan 2 Menit
Diskusi bertajuk Urgensi RUU HPI dan Road Map Dalam Regulasi Nasional, Jumat (23/11). Foto: DAN
Diskusi bertajuk Urgensi RUU HPI dan Road Map Dalam Regulasi Nasional, Jumat (23/11). Foto: DAN

Ada kebutuhan yang sangat mendesak agar Indonesia segera memiliki Undang-Undang Hukum Perdata Internasional (UU HPI). Bahkan, HPI dipandang memiliki tingkat urgensitas yang lebih tinggi ketimbang omnibus law yang saat ini tengah dicanangkan oleh pemerintah. Meskipun bersifat privat, namun HPI dapat memberikan perlindungan kepada warga negara Indonesia yang memiliki relasi keperdataan internasional.

 

Tidak hanya itu, HPI dipandang memberikan kepastian hukum bagi investor yang hendak menanamkan modalnya di Indonesia. Hal ini dipandang sejalan dengan visi pemerintah yang hendak mendorong peningkatan investasi yang dapat menunjang perekonomian dalam negeri. Untuk itu, HPI tidak hanya lagi berbicara tentang perkawinan campur, warisan, atau juga adopsi anak sebagaimana yang selama ini menjadi pembahasan.

 

Direktur Hukum dan Regulasi Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas), Prahesti Pandanwangi, mengatakan arah prioritas pembangunan nasional yang menginginkan adanya penguatan ekonomi membutuhkan perangkat hukum perdata internasional. Melalui HPI, negara ikut menyiapkan kerangka regulasi yang mendukung rencana pembangunan yang menjadi priorita pemerintah saat ini.

 

“Saya coba mengaitkan dengan prioritas nasional dan bagaimana kerangka regulasinya juga harus mendukung, antara lain HPI ini,” ujar Hesti kepada hukumonline sesaat setelah menjadi pembicara dalam diskusi bertajuk Urgensi RUU HPI dan Road Map Dalam Regulasi Nasional, Jumat (23/11).

 

HPI juga Hesti menjadi salah satu bagian dari penataan regulasi yang akan melengkapi sistem hukum nasional. Kedudukan HPI ke depan akan semakin penting seiring dengan adanya peningkatan interaksi antar negara dalam setor privat. HPI, lanjut Hesti, juga dipandang akan memberikan kepastian hukum bagi subyek-subyek hukum perdata internasional dan menjadi salah satu instrumen hukum nasional yang ikut menjawab tantangan perkembangan teknologi global dalam aspek privat internasional.

 

HPI juga akan menjadi pedoman Pengadilan Indonesia untuk menentukan kewenangan yursidiksional pengadilan untuk mengadili perkara yang mengandung unsur asing. HPI akan menjadi pedoman hukum materiil yang harus diberlakukan oleh Pengadilan Ondonesia untuk menyelesaikan perkara yang mengandung unsur asing, serta pedoman sejauh mana Pengadilan Indonesia dapat mengakui dan melaksanakan putusan asing di Indonesia.

 

(Baca: Urgensi RUU HPI Menurut Para Tokoh Hukum)

 

Sementara itu sebagai salah satu negara tujuan investasi, Hesti menyebutkan HPI dalam meningkatkan peringkat EoDB Indonesia. Dengan adanya RUU HPI, dapat meningkatkan scoring Indonesia menurut Investing Across Borders menganai starting of foreign business dan judicial index serta EoDB. Ia menilai hal ini bisa terjadi karena selama ini poin Indoensia untuk aspek-aspek diatas rendah karean tidak adanya ketentuan hukum yang mengatur penyelesaian sengketa-sengekta internasional yang bersifat lintas batas.

 

Selain itu, Hesti juga menyebutkan bahwa HPI dapat membantu mengatasi permasalah transaksi global yang lintas batas. UU HPI nantinya dapat dipakai untuk menyelesaikan persaoalan hukum yang terkait dengan transaksi elektronik yang saat ni sedang menjamur. Ketidakjelasan peraturan tentang pemanfaatan teknologi untuk masalah finansial yang bersifat borderless salah satunya dapat diselesaikan dengan HPI.

 

Selanjutnya, dalam konteks kepentingan bangsa, menurut Hesti, HPI akan menjamin terpenuhinya perlindungan kepentingan Indonesia dan menghindari misplaced Indonesia di dunia internasional. Jika dibandingkan dengan sejumlah negara lain, Indonesia masih belum memiliki HPI yang merupakan produk dari bangsa sendiri. Jikapun ada, HPI yang dimiliki Indoensia saat ini merupakan peninggalan warisan Belanda yakni Pasal 16, 17, dan 18 Algemene Bepalingen (AB).

 

Ia mencontohkan Jepang yang sudah mengatur HPI dalam the Act on the General Rules for Application of Laws yang kemudian direvisi pada tahun 2007. Selain Jepang, ada pula Swiss yang telah mengatur HPI dalam hukum nasionalnya melalu UU Federal Hukum Perdata Internasional 18 Desember 1987, serta Cina yang sudah mengatur HPI bersamaan dengan norma Hukum Prdata lainnya pada KUHPerdata RRC.

 

Sementara itu, Nova Erlangga dari Badan Konsultasi Penanaman Modal (BKPM) mengatakan terkait arah kebijakan investasi yang mana merupakan dalah satu tumpuan ekonomi, terdapat beberapa target seperti peningkatan rangking EoDB  Indonesia pad tahun 2019-2020, realisasi investasi besar yang juga diharapkan dapat bermitra dengan UMKM, dan penyebaran investasi yang tidak hanya terkonsentrasi di Pulau Jawa. Semua itu membutuhkan dukungan regulasi yang siap.

 

“Kesiapan regulasi Indonesia dalam meningkatkan daya Tarik investasi asing,” ujar Nova di tempat yang sama.

 

Ia mengungkapkan beberapa hambatan utama investasi di Indonesia yaitu kualitas regulasi, lahan, pajak, serta tenaga kerja. Tidak hanya itu, persyaratan penanaman modal yang menimbulkan berbagai prosedur dan jenis perizinan, lapis-lapis perijznan, dan biaya perizinan. Kesemuanya ini harus diperbaiki. Perlu adanya penyederhanaan perijinan berusaha dan sebagainya. Dalam konteks HPI, ia berharap adanya perhatian dari stakeholder agar aspek ini juga menjadi pembahasan terkait HPI.  

 

Tags:

Berita Terkait