​​​​​​​Harapan Pemerintah dan Dunia Bisnis Terhadap Corporate Law Firm
Peringkat Coprorate Law Firm Indonesia

​​​​​​​Harapan Pemerintah dan Dunia Bisnis Terhadap Corporate Law Firm

“Kita masih cinta law firm lokal, tapi pada suatu saat juga harus siap-siap. Jangan berharap diproteksi terus.”

Normand Edwin Elnizar
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi: HGW
Ilustrasi: HGW

Pertumbuhan ekonomi nasional yang semakin terbuka dengan investasi asing serta kian rumitnya transaksi bisnis menjadi peluang dan tantangan tak hanya bagi pelaku bisnis. Kalangan advokat khususnya corporate lawyer bersama dengan firma hukumnya sebagai penyedia jasa hukum pun harus selalu waspada karena di sana pula terdapat peluang dan tantangan mereka sebagai pebisnis di bidang layanan jasa hukum.

 

Tentunya bukan hanya sekadar untung, tapi juga terus bertambah untung dalam persaingan bisnis yang kian kompetitif dari hari ke hari menjadi tujuan dalam mengawali tahun Anjing Tanah ini. Meski begitu, bisnis jasa hukum korporasi tak luput dari berbagai upaya bertahan dan berkembang dengan semakin ketatnya persaingan.

 

Salah satu tantangan persaingan adalah kemungkinan dibukanya izin bagi firma hukum asing untuk membuka kantor cabang di Indonesia. Hal ini berulang kali terungkap dalam wawancara Hukumonline dengan Freddy Harris –saat itu masih menjabat sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Jendral Administrasi Hukum Umum (Dirjen AHU) Kemenkumham-.

 

Freddy menilai, persaingan tersebut semakin gencar jika dikaitkan dengan peringkat Ease of Doing Business (EoDB) Indonesia.  Bahkan, tuntutan dibukanya bagi advokat asing dalam praktik litigasi juga mulai mengemuka. “Nanti juga akan ada firma hukum asing (di Indonesia), litigasi nanti juga harus dibuka bagi lawyer asing dalam rangka MEA,” ujarnya kepada Hukumonline di ruang kerja Dirjen AHU akhir bulan Januari silam.

 

Menyambut beragam hal tersebut, Kemenkumham pada akhir tahun lalu telah merevisi peraturan soal perizinan bagi advokat asing yang bekerja di Indonesia. Dalam regulasi baru yang mencabut ketentuan sebelumnya itu nampak ada pengaturan lebih ketat soal kewenangan Kemenkumham terhadap advokat asing. Namun Freddy mengingatkan bahwa tidak selamanya kebijakan proteksi terhadap profesi advokat terus berlaku.

 

“Kita masih cinta law firm lokal, tapi pada suatu saat juga harus siap-siap. Jangan berharap diproteksi terus,” lanjutnya.

 

Dari segi kualitas firma hukum yang ada di Indonesia saat ini, Freddy mengingatkan bahwa penguasaan berbagai bahasa asing menjadi syarat mutlak bagi semua jenis advokat yang ingin bertahan dan terus berkembang di masa mendatang. “Persoalan bahasa, firma hukum harus menguasai bahasa asing dengan sangat baik,” katanya.

 

Tentu bagi corporate law firm penguasaan bahasa Inggris sudah menjadi standar minimal dalam berpraktik. Akan tetapi memiliki lebih dari satu penguasaan bahasa asing bagi para corporate lawyer menjadi nilai tambah untuk memperluas pasar calon klien internasional. Berkomunikasi dengan lawyer menggunakan ‘bahasa ibu’ mereka tentu menjadi kenyamanan tersendiri bagi klien.

 

Hal lain yang menjadi tantangan sekaligus peluang bagi bisnis jasa hukum menurut Freddy adalah kemampuan untuk menguasai 10 paramater EoDB. Dengan kebijakan ekonomi nasional yang mendorong pertumbuhan investasi asing, corporate law firm berpeluang untuk memanfaatkannya. “Dari 10 komponen (EoDB) firma hukum harus sudah menguasainya, in line dengan EoDB,” imbuhnya.

 

10 Indikator Bank Dunia dalam pemeringkatan EoDB:

  1. Memulai Usaha (Starting Business);
  2. Perizinan terkait Pendirian Bangunan (Dealing with Construction Permit);
  3. Pencatatan Tanah & bangunan (Registering Properties);
  4. Pembayaran Pajak (Paying Taxes);
  5. Akses Perkreditan (Getting Credit);
  6. Penegakan Kontrak (Enforcing Contract);
  7. Penyambungan Listrik (Getting Electricity);
  8. Perdagangan Lintas Negara (Trading Across Borders);
  9. Penyelesaian Perkara Kepailitan (Resolving Insolvency);
  10. Perlindungan Terhadap Investor Minoritas (Protecting Minority Investors).

 

Jika dilihat secara utuh, keseluruhan indikator ini akan berurusan dengan ketentuan hukum yang berlaku serta penegakannya. Atau dengan kata lain semuanya akan berkaitan dengan jaminan kepastian hukum.

 

Hukumonline.com

 

Pandangan lain datang dari Ketua Umum Himpunan Konsultan Hukum Pasar Modal (HKHPM), Indra Safitri. Menurutnya, kompetensi corporate law firm dalam melayani jasa hukum bisa menjadi salah satu faktor pendorong perkembangan ekonomi mikro, perkembangan pasar hingga transaksi.

 

Atas dasar itu, Indra mengatakan, ada beberapa hal yang harus dikembangkan firma hukum korporasi. Salah satunya meningkatkan kompetensi dan standar profesi agar setara dengan praktik internasional. “Sehingga klien internasional yang mau investasi itu bisa menggunakan jasa lawyer Indonesia dengan baik dan dengan maksimal sesuai dengan arus perkembangan dan kompetensi dari lawyer-lawyer internasional,” lanjutnya.

 

Optimalisasi Ukuran Firma Hukum

Selain standar profesi dan kompetensi yang baik, lanjut Indra, firma hukum korporasi juga juga harus memiliki ukuran yang besar. Semakin besar sebuah corporate law firm maka akan semakin kompetitif di tengah pasar jasa layanan hukum. Apalagi jika ingin bersaing di level internasional.

 

“Law firm juga harus besar, harus sesuai dengan kebutuhan transaksi, misalnya kebutuhan transaksi 150-180 kebutuhannya, nah kita harus sudah punya 200 sampai 300 lah ya, harus sama lah dengan lawfirm-lawfirm seperti di Malaysia atau Singapura misalnya,” ujarnya.

 

Pandangan ini pernah pula dikemukakan oleh Partner sekaligus pendiri corporate law firm Assegaf Hamzah & Partners (AHP), Ahmad Fikri Assegaf. Menurutnya, Indonesia membutuhkan lebih banyak law firm berukuran besar dalam rangka optimalisasi pemanfaatan skala ekonomi. Law firm besar dibutuhkan karena banyak jenis investasi yang tak bisa ditangani oleh law firm kecil berkaitan kapasitas kerja.

 

(Baca: Fikri Assegaf: Indonesia Butuh Banyak Law Firm Besar)

 

Hal berbeda diutarakan corporate lawyer senior Arief Tarunakarya Surowidjojo. Ia percaya, semakin sedikit orang maka penanganan akan semakin efisien. “Lebih sedikit orang namun lebih efisien dalam menangani transaksi tentu lebih menguntungkan dibandingkan jumlah lebih besar kan? Banyaknya jumlah personel tidak menjadi jaminan soal kualitas,” katanya kepada Hukumonline.

 

Pandangan ini didukung oleh laporan yang pernah dibuat oleh lembaga konsultan di bidang manajemen firma hukum, EDGE International di tahun 2011 mengenai ukuran paling optimal bagi sebuah firma hukum dalam persaingan pasar jasa layanan hukum. Laporan ini menilai persoalan ukuran besar sebuah firma hukum bukanlah parameter mutlak untuk meningkatkan kelas sebuah firma hukum.

 

Faktanya, spesialisasi dan portofolio dalam bidang praktik akan jauh lebih dipertimbangkan klien dalam memilih firma hukum untuk berbagai transaksi besar yang spesifik. Tentunya transaksi semacam ini pun memberikan pemasukan besar bagi corporate law firm yang mampu menanganinya. Dalam laporan yang sama, bahkan disebutkan bahwa tidak ada kepastian adanya korelasi positif antara ukuran besar dengan penghasilan yang lebih besar. Bahkan firma hukum yang lebih kecil bisa menghasilkan keuntungan lebih besar ketimbang firma hukum dengan ratusan personel.

 

Baca:

 

Kepuasan Konsumen

Wakil Ketua Indonesia Corporate Counsel Association (ICCA), Yanne Sukmadewi, menjelaskan bahwa tantangan bagi corporate law firm adalah kemampuan memberikan layanan yang sebanding dengan harga. Manager General Legal di PT Holcim Indonesia Tbk. ini merasa bahwa bisnis yang kompetitif membuat perusahaan melakukan efisiensi dalam berbagai pengeluaran termasuk alokasi untuk penggunaan jasa hukum eksternal.

 

Perusahaan melalui para in house counsel akan lebih memilih firma hukum yang mampu memberikan layanan dan harga yang sebanding. Ia menekankan bahwa sistem pelayanan jasa hukum corporate law firm Indonesia juga perlu dimodifikasi sehingga bisa memberikan hitungan harga lebih rendah. “Mereka tidak memodifikasi sistem jasanya, lambat laun itu bisa memberatkan perusahaan (pengguna jasa),” katanya.

 

Ia juga menilai pentingnya corporate law firm meningkatkan sisi praktis-aplikatif dalam pendapat hukum yang diberikan dengan detail lebih mendalam di bidang industri perusahaan. “Dalam arti tidak hanya teori. Harus mengerti kalau bidang industri ini masalahnya apa sih, harus benar-benar tahu masalah sampai ke lapangan, karena banyak juga yang tidak tahu sampai sedetail itu,” pungkasnya.

 

Seradesy Sumardi Country Legal Counsel dari 3M Indonesia mengatakan, layanan sebanding yang diharapkan oleh perusahaan meliputi juga reputasi sebuah corporate law firm. Sejauh pengalamannya bekerja di berbagai perusahaan multinasional hingga kini, portofolio integritas sebuah corporate law firm adalah hal pertama yang akan dipastikan.

 

“Kepatuhan mereka terhadap hukum yang berlaku itu wajib. Perusahaan punya standar tier 1, 2, 3 mostly itu justru bukan berdasarkan range fee, tapi soal compliance-nya,” jelas wanita yang akrab disapa Desy ini.

 

Desy menuturkan pengecekan integritas itu adalah standar wajib dari induk perusahaan global. Pemilihan corporate law firm bukan semata portofolio teknis apalagi hanya karena dikenal lebih senior. “Data speaks louder than words. Corporate law firm akan merepresentasikan perusahaan yang menjadi klien. Harus yang sama value-nya dengan perusahaan,” terang Desy.

 

Di samping itu Desy memaparkan kemudahan berkomunikasi dengan klien sebagai ukuran pertimbangan. Efektif dan efisien penting dalam layanan jasa hukum. “Lawyer yang accessible juga jadi pertimbangan. Sejauh mana layanan yang diberikan dengan cepat, mudah dihubungi. Kadang kami tidak bisa menunggu,” ujarnya.

 

Hukumonline.com

 

Penjelasan serupa didapatkan Hukumonline dari seorang in house counsel lainnya yang bergerak di bidang industri pertambangan. Spesialisasi pengalaman di suatu bidang industri, integritas, kemampuan berkomunikasi secara baik dengan klien adalah hal yang dipertimbangkan bersamaan dengan harga.

 

Namun sama seperti bisnis jasa lainnya, di tengah persaingan antar corporate law firm juga bukan berarti asal berani memberi harga lebih rendah tanpa jaminan kualitas. “Jangan gara-gara ingin bersaing, berani kasih harga murah, kualitas rendah. Ngapain? Asal dapat klien. Sama-sama rugi,” katanya.

 

“Kalau kita puas sudah yakin bisa dapat standar sangat baik rasanya harga jadi nomor dua. Yang penting dapat kualitas. Jadi jagalah kualitas,” pungkasnya.

 

Tantangan Regulasi

Tantangan lain yang mungkin dihadapi corporate law firm adalah regulasi terkait profesi advokat. Hingga kini, revisi UU No.18 Tahun 2003 tentang Advokat (UU Advokat) masih ‘parkir’ di Parlemen. Tidak tertutup kemungkinan akan ada ketentuan baru yang berkaitan langsung dengan bidang praktik corporate law firm secara khusus. Namun hal tersebut ditolak oleh Fred B.G. Tumbuan.

 

“Kalau saya enggan diatur secara khusus. Mengapa kita harus membatasi. Apa itu juga dilakukan di luar negeri? Setahu saya nggak,” kata advokat senior yang dikenal sebagai salah satu pendiri Asosiasi Konsultan Hukum Indonesia (AKHI) ini.

 

Saat perancangan UU Advokat dahulu pun menurut Fred tidak ada wacana atau kepentingan demikian. Jika diatur, malah mengekang profesi advokat itu sendiri. “Jangan malah diatur, akan mengerdilkan lalu tidak bisa berkembang. Pengaturan akan ada akibat larangan ini-itu, pembatasan ini-itu, kreatifitas dalam arti positif jadi terhambat,” kata Fred yang pernah menjadi Tim Penyusun Rancangan Undang-Undang Advokat (RUU Advokat) sejak akhir 1998 hingga disahkan menjadi UU Advokat tahun 2003.

 

Sementara itu Indra Safitri menilai kepentingan regulasi untuk mendukung perkembangan bisnis jasa hukum yang dijalankan corporate law firm perlu ditata sesuai perkembangan, namun bukan pada level UU Advokat. “Kalau kita ingin jadi pemain di global ya kita harus juga punya aturan yang bisa menempatkan posisi lawyer kita di kancah global,” ungkapnya.

 

Ia menyayangkan bahwa sektor yang ditekuni para corporate lawyer belum pernah diperhatikan pemerintah. Menurutnya berbagai perhatian soal profesi advokat masih berkutat seputar advokat litigator. “Tidak ada perhatian pemerintah terhadap bagaimana menjadikan sektor jasa hukum ini menjadi salah satu jembatan penting untuk mendukung pertumbuhan ekonomi, sementara corporate lawyer itu penting menjadi gateway atau gate event dalam investasi kan,” tutupnya.

Tags:

Berita Terkait