Haram, Dana Kampanye dari Perusahaan Tambang Bermasalah
Utama

Haram, Dana Kampanye dari Perusahaan Tambang Bermasalah

Hampir semua parpol punya anggota pengusaha tambang.

KARTINI LARAS MAKMUR
Bacaan 2 Menit
Konpers JATAM mengenai “Peta Krisis Dapil dan Politik Penjarahan”, di Jakarta, Rabu (26/3). Foto: KAR
Konpers JATAM mengenai “Peta Krisis Dapil dan Politik Penjarahan”, di Jakarta, Rabu (26/3). Foto: KAR
Persoalan pertambangan seakan lepas dari hingar bingar pemilihan umum. Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) menilai,belum ada partai politik dan calon presiden yang memiliki visi dan misi memperbaiki persoalan lingkungan, khususnya mengenai pertambangan. Padahal, di semua daerah pemilihan calon anggota DPR terjadi persoalan lingkungan yang serius.

"Krisis lingkungan yang terjadi di 77 dapil (daerah pemilihan) saat ini nyaris seragam. Persoalan lingkungan yang tak kunjung selesai, perampasan lahan rakyat, konflik horizontal, pelanggaran HAM, kerusakan lingkungan hingga kemiskinan," kata Koordinator Nasional Jatam, Hendrik siregar di Jakarta, Rabu (26/3).

Dia mencontohkan, dapil di Bengkulu mengalami persoalan sungai-sungai besar yang kini penuh racun akibat eksploitasi batubara. Tak hanya itu, kerusakan hutan bakau dan abrasi pantai juga terus berlangsung. Sementara di dapil Sulawesi Tengah, masalah merkuri yang terabaikan, banjir dan longsor akibat pertambangan, logging atau perkebunan skala besar, dan kriminalisasi yang dialami warga di Sumba dapil Nusa Tenggara Timur II.

Hendrik menyayangkan, pemilu tahun ini mengedepankan pemilu yang bersih dan jujur, namun melupakan esensi pemilu. Ia menilai makna utama pemilu adalah mencari para caleg yang peduli lingkungan, menyangkut lingkungan hidup maupun sosial. Sayangnya, menurut Hendrik, masalah lingkungan hanya sekedar slogan tanpa adanya implementasi dari para caleg setelah jadi.

Pengamat Kebijakan Publik Universitas Indonesia (UI), Adrinof Chaniago, melihat tak adanya perhatian dalam menyelesaikan persoalan tambang disebabkan latar belakang caleg.

Andrinof juga mengamati bahwa banyak caleg yang tidak memahami secara utuh persoalan di dapilnya. Ia menghitung, hanya 10% calon legislator peserta pemilu 2014 yang berasal dari daerah pemilihan tempatnya terdaftar. Dengan demikian, kesehariannya yang tidak tinggal di situ, maka Andrinof yakin pemahaman mereka terhadap kebutuhan daerah layak dipertanyakan.

"Secara etika tentu saja tidak bagus kalau yang mengawasi di daerah itu orang yang tidak paham daerah itu dan tidak sensitif masalah-masalah di daerah itu. Seharusnya saat membacakan program dikala kampanye, program-program harusnya berupa ide untuk mengatasi masalah yang ada di daerah dapilnya. Kalau isi kampanye seragam semua di bawa dari Jakarta, keadaan di daerah itu tidak akan berubah," ujarnya.

Di sisi lain, Andrinof melihat hampir semua partai politik memiliki anggota pengusaha tambang. Menurutnya, hal ini menimbulkan konflik kepentingan dalam diri para caleg. Akibatnya, caleg-caleg tak mempedulikan solusi masalah pertambangan yang dihadapi masyarakat di dapilnya.

“Bagaimana mungkin calon anggota DPR daerah pemilihan yang mewakili Sidiardjo, Jawa Timur dapat menyelesaikan masalah masyarakat korban lumpur Lapindo sementara pemilik pengembang perusaahaan yang bermasalah adalah milik Ketua Umum Partai Golkar Abu Rizal Bakrie,” kata Andrinof.

Aktivis Lingkar Madani, Ray Rangkuti juga mengkritisi regulasi yang tidak mengatur arus masuk uang para caleg. Ia prihatin dengan aturan yang hanya memperketat aliran uang ke lembaga partai politik. Pasalnya, ketika dana besar yang disumbang caleg tidak jelas dan bahkan berasal pengusaha pertambangan di daerah konflik boleh dikatakan dana itu dana haram.

"Jika memang dana dari koruptor akan dijadikan sebagai dana haram, seharusnya dana dari pengusaha pertambangan yang bermasalah juga bisa dikatakan sebagai dana haram. Kalau terbukti dana dari caleg atau parpol itu berasal dari satu lahan pertambangan yang mengakibatkan konflik bagi masyarakatnya, konfliknya misalnya sudah sampai tahap ada korban manusia di dalamnya, apakah tidak bsa disebut dana haram?" gugatnya.
Tags:

Berita Terkait