Hanya Tiga Perusahaan Migas Penunggak Pajak
Berita

Hanya Tiga Perusahaan Migas Penunggak Pajak

BP Migas menyatakan, ketiganya sedang berpekara di Pengadilan Pajak.

Yoz
Bacaan 2 Menit
Kepala BP Migas R Priyono (kanan) dalam rapat dengar pendapat<br> dengan Komisi XI DPR. Foto: SGP
Kepala BP Migas R Priyono (kanan) dalam rapat dengar pendapat<br> dengan Komisi XI DPR. Foto: SGP

BP Migas membantah ada 14 Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) yang memiliki tunggakan pajak. Menurut Kepala BP Migas R Priyono, dari 14 KKKS yang disebutkan BPKP, hanya 3 KKKS yang bermasalah. Saat ini, ketiganya masih berpekara di pengadilan pajak dan belum ada keputusan terkait dispute masalah tax treaty dan royalti senilai Rp1,6 triliun selama 1991-2008.

 

Dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi XI DPR, Rabu (20/7), R Priyono mengatakan, pihaknya tidak akan membuka ke publik mengenai tiga perusahaan migas yang menunggak pajak tersebut. “Kita belum bisa ekspose ke publik. Ketiga KKKS itu dispute-nya masalah tax treaty dan masalah royalti, jumlahnya Rp1,6 triliun. Mereka akan membayar kalau ditagih. Mereka menunggu SKP saja,” ujarnya.

 

Priyono menyatakan, KKKS sebenarnya telah memberikan kontribusi besar kepada pemerintah Indonesia. Sejak tahun 2005 hingga 2010, setiap tahunnya KKKS bisa memberikan keuntungan Rp35 triliun - Rp77 triliun. Sedangkan untuk masalah tunggakan pajak, ia memperkirakan ada sebesar Rp1,6 triliun untuk kurun waktu 1991 sampai 2008.

 

“Memang perlu segera diselesaikan melalui mekanisme penyelesaian yang efektif yakni melalui mekanisme perpajakan sesuai aturan undang-undang perpajakan berlaku,” katanya.

 

Untuk diketahui, tax treaty merupakan perjanjian perpajakan antara dua negara yang dibuat untuk meminimalisasi perpajakan berganda. Priyono menjelaskan, kebanyakan KKKS di Indonesia mengaplikasikan tax treaty yang menggunakan sistem hukum Inggris. Namun, ketiga KKKS yang bermasalah terkait tax treaty ini bukan berarti yang menggunakan British Law tersebut.  

 

Di tempat yang sama, Dirjen Pajak Fuad Rahmany mengatakan sengketa perpajakan sering muncul dari tax treaty antara Pemerintah Indonesia dengan negara-negara asal perusahaan migas asing. Dalam hal ini, perusahaan migas dari negara yang telah meneken tax treaty membayar pajak lebih rendah dari ketentuan.

 

Menurut Fuad, seharusnya setelah mendapatkan keringanan perpajakan untuk PPh Migas, kontraktor migas asing membayar PNBP (pendapatan negara bukan pajak) yang lebih besar, sehingga porsi pendapatan pemerintah tetap sebesar 85 persen dan kontraktor sebesar 15 persen dari equity to be split (hasil produksi migas bersih).

Halaman Selanjutnya:
Tags: