Hanya Dalam 6 Bulan KPK Terima Laporan Gratifikasi Rp14,6 miliar
Berita

Hanya Dalam 6 Bulan KPK Terima Laporan Gratifikasi Rp14,6 miliar

​​​​​​​Gratifikasi berujung suap merupakan jenis perkara terbanyak yang ditangani KPK.

Aji Prasetyo
Bacaan 2 Menit
Foto: RES
Foto: RES

Dalam kurun waktu enam bulan saja, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sudah menerima 1.082 laporan penerimaan gratifikasi dari beragam bentuk mulai dari uang, barang, makanan hingga hadiah pernikahan dan berbagai fasilitas lainnya. Jumlahnya pun dibilang cukup besar yaitu hingga Rp14,6 miliar.

Pelaksana tugas Juru Bicara KPK Ipi Maryati mengatakan, jenis laporan gratifikasi dalam bentuk ataupun setara dengan uang mendominasi dengan jumlah 487 laporan. Sedangkan yang berjenis barang sebanyak 336 laporan, kemudian yang berbentuk makanan berjumlah 157 laporan.

Selanjutnya ada juga yang bersumber dari kado pernikahan baik berupa uang, barang hingga karangan bunga sebanyak 44 laporan. "Sedangkan untuk jenis fasilitas seperti tiket perjalanan, sponsorship, diskon dan fasilitas lainnya total 58 laporan," kata Ipi. (Baca: Medepleger dan Hukuman Berlipat Eks Menpora Imam Nahrawi)

Laporan gratifikasi terbanyak selama periode tersebut berasal dari Kementerian yaitu 383 laporan. Disusul oleh BUMN berjumlah 244 laporan, kemudian lembaga negara/lembaga pemerintah sebanyak 214 laporan, dan pemerintah daerah terdiri dari pemerintah provinsi 130 laporan, pemerintah kabupaten/kota 111 laporan.

Sedangkan, medium pelaporan yang paling banyak digunakan untuk menyampaikan laporan adalah melalui aplikasi gratifikasi online (GOL) milik unit pengendali gratifikasi (UPG) berjumlah 489 laporan. Selanjutnya, GOL individu berjumlah 295 laporan, kemudian surat elektronik 199 laporan, surat/pos berjumlah 47 laporan, datang langsung 46 laporan, dan medium lainnya seperti aplikasi whatsapp 6 laporan. 

Ipi menjelaskan, sesuai peraturan perundangan-undangan, pegawai negeri dan penyelenggara negara dilarang menerima gratifikasi yang berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya. Gratifikasi tersebut dianggap pemberian suap, sebagaimana diatur dalam Pasal 12B Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Ancaman pidananya yaitu 4 sampai 20 tahun penjara dan denda dari Rp200 Juta hingga Rp1 Miliar.

Namun ancaman pidana tersebut tidak berlaku jika penerima gratifikasi melaporkan kepada KPK paling lambat 30 hari kerja sejak gratifikasi tersebut diterima sebagaimana ketentuan Pasal 12C. Oleh karena itu pihaknya mengimbau kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara untuk menolak gratifikasi yang dilarang, pada kesempatan pertama. (Baca: Beragam Kontroversi Nurhadi Sebelum Tertangkap KPK)

"Jika terpaksa menerima, laporan dapat disampaikan ke KPK melalui UPG pada instansi masing-masing atau melalui aplikasi GOL pada gawai pribadi dengan mengunduh aplikasi tersebut di Play Store atau App Store. Selain itu, pelaporan secara daring lainnya dapat dilakukan melalui tautan https://gol.kpk.go.id atau mengirimkan surat elektronik ke alamat [email protected]" ujar Ipi.

Dilansir dari laman www.kpk.go.id, tindak pidana penerimaan gratifikasi yang berujung penyuapan masih mendominasi sebagai tindak pidana yang sering dilakukan dalam perkara korupsi. Data KPK hingga 31 Desember 2019 menulis pada tahun kemarin setidaknya ada 119 kasus penyuapan yang berhasil diungkap.

Angka ini jauh dari korupsi pengadaan barang dan jasa yang berjumlah 18 perkara yang menduduki urutan dua. Sementara semenjak KPK berdiri hingga akhir 2019, jumlah tindak pidana penyuapan yang terjadi sebanyak 683 perkara, atau menyumbang lebih dari 60 persen dari keseluruhan perkara yang ditangani KPK sebanyak 1.032 perkara. (Baca: Dua Delik Ini Belum Pernah Digunakan Penegak Hukum)

Dikutip dari laman resmi KPK, terdapat tiga jenis gratifikasi, yakni gratifikasi yang wajib dilaporkan, gratifikasi yang tidak wajib dilaporkan dan gratifikasi yang terkait dengan kedinasan. Untuk gratifikasi yang wajib dilaporkan merupakan penerimaan dalam bentuk apapun yang diperoleh pegawai negeri/penyelenggara negara dari pihak-pihak yang diduga memiliki keterkeitan dengan jabatan penerima. Gratifikasi tersebut merupakan penerimaan yang dilarang atau tidak sah secara hukum sesuai rumusan Pasal 12B UU Tipikor dan bertentangan dengan kewajiban atau tugas pegawai negeri/penyelenggara negara.

Sedangkan gratifikasi yang tidak wajib dilaporkan, memiliki karakteristik berlaku umum yaitu kondisi pemberian yang diberlakukan sama dalam hal jenis, bentuk, persyaratan atau nilai untuk semua peserta dan memenuhi prinsip kewajaran atau kepatutan. Kemudian, tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dipandang sebagai wujud ekspresi, keramah-tamahan, penghormatan dalam hubungan sosial antar sesame dalam Batasan nilai yang wajar atau merupakan bentuk pemberian yang berada dalam ranah adat istiadat, kebiasaan dan norma yang hidup di masyarakat dalam Batasan nilai yang wajar.

Sedangkan gratifikasi yang terkait dengan kedinasan yang dilaksanakan oleh pegawai negeri/penyelenggara, pemberian-pemberian seperti plakat, cinderamata, goody bag/gimmick dan fasilitas pelatihan lainnya merupakan praktik yang dianggap wajar dan tidak berseberangan dengan standar etika yang berlaku. Penerimaan tersebut juga dipandang dalam konteks hubungan antar lembaga/instansi.

Tags:

Berita Terkait