Hanya BI yang Berhak Memailitkan Bank dalam Likuidasi
Putusan MA:

Hanya BI yang Berhak Memailitkan Bank dalam Likuidasi

Mahkamah Agung menyatakan permohonan kasasi debitur Bank Global tidak dapat diterima. Alasannya, hanya Bank Indonesia yang dapat memailitkan sebuah bank. Namun salah seorang hakim agung mengajukan dissenting opinion.

Sut/Kml
Bacaan 2 Menit
Hanya BI yang Berhak Memailitkan Bank dalam Likuidasi
Hukumonline

Lina Sugiharti Otto masih bisa tersenyum lebar. Pasalnya, permohonan kasasi terhadap perkara kepailitan PT Bank Global International (dalam likuidasi) dikabulkan oleh Mahkamah Agung (MA). MA menyatakan putusan hakim Pengadilan Niaga (PN) Jakarta Pusat merupakan kesalahan dalam menerapkan hukum, sebab seharusnya permohonan pernyataan pailit tersebut dinyatakan tidak dapat diterima.

 

Sebelumnya, debitur bank yang izinnya dicabut pada 13 Januari 2005 itu harus menelan pil pahit karena permohonan pailitnya ditolak oleh PN Jakarta Pusat. Dengan adanya putusan MA tersebut, maka putusan PN Jakarta Pusat tanggal 14 Agustus 2006 tentang perkara yang sama dibatalkan.

 

Lina adalah nasabah penyimpan dana di Bank Global. Total dana yang disimpan Lina di bank tersebut sekitar Rp. 238 juta. Ketika Bank Global izinnya dicabut, Lina ingin menarik dananya. Namun ternyata Bank Global tidak dapat melakukan pembayaran kepada Lina, hingga batas waktu yang ditentukan.    

 

Meski menerima permohonan kasasi, namun majelis hakim agung yang menangani perkara ini (Abdul Kadir Mapong (Ketua), IB Ngurah Adnyana dan Mieke Komar (masing-masing anggota) dalam putusannya tanggal 26 Juli 2007 itu, menyatakan permohonan pailit Lina tidak dapat diterima. Alasannya, termohon pailit (Bank Global) adalah sebuah bank. Dengan demikian, pihak yang dapat mengajukan permohonan pernyataan pailit hanya Bank Indonesia (BI).

 

Hal ini sesuai dengan ketentuan di dalam Undang-Undang No. 37/2004 tentang Kepalitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (UU Kepailitan). Di dalam pasal 2 ayat 3 UU Kepailitan disebutkan, dalam hal debitor adalah bank, permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh BI.  

 

Penjelasan Pasal 2 Ayat (3) UU Kepailitan

Yang dimaksud dengan "bank" adalah bank sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan. Pengajuan permohonan pernyataan pailit bagi bank sepenuhnya merupakan kewenangan Bank Indonesia dan semata-mata didasarkan atas penilaian kondisi keuangan dan kondisi perbankan secara keseluruhan, oleh karena itu tidak perlu dipertanggungjawabkan. Kewenangan Bank Indonesia untuk mengajukan permohonan kepailitan ini tidak menghapuskan kewenangan Bank Indonesia terkait dengan ketentuan mengenai pencabutan izin usaha bank, pembubaran badan hukum, dan likuidasi bank sesuai peraturan perundang-undangan.

 

Hanya saja di dalam putusan itu, terselip juga perbedaan pendapat (dissenting opinion) dari salah seorang hakim agung. Adalah IB Ngurah Adnyana yang pendapatnya berseberangan dengan dua hakim agung lainnya.

 

Menurut Adnyana, sebagai kreditur Lina berhak untuk mengajukan permohonan pailit Bank Global. Pasalnya, BI telah mencabut izin usaha bank tersebut, sehingga Bank Global bukan lagi sebuah bank. Apalagi, sambung Adnyana, berdasarkan bukti yang diajukan oleh Lina dan kuasa hukumnya, Bank Global telah terbukti mempunyai hutang kepada kreditur lain yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih.  

 

Pendapat Adnyana ini diamini oleh kuasa hukum Lina, Yuhelson dan Nensy Hutabarat. Yuhelson dalam permohonan pailitnya menyatakan, Bank Global adalah bank yang sudah dicabut izin usahanya dan dalam proses likuidasi. Dengan dicabut izinnya, maka entitas tersebut tidak lagi menjalankan usahanya sebagai bank seperti yang dimaksud dalam UU No. 10/1998 tentang Perubahan Atas UU No. 7/1992 tentang Perbankan, melainkan hanya sebagai badan hukum berbentuk perseroan terbatas (PT) dalam likuidasi. Senada dengan Yuhelson, Erman Radjagukguk, saksi ahli dalam perkara itu menyatakan, karena bukan lagi sebagai bank, maka demi hukum Bank Global tidak lagi terikat pada ketentuan perbankan, termasuk Pasal 2 ayat 3 UU Kepailitan.  

 

Yuhelson mengatakan, kepailitan terhadap Bank Global juga tidak akan berpengaruh kepada stabilitas perekonomian. Bahkan ia memastikan tidak akan terjadi rush yang menimbulkan keguncangan dan kepanikan di tengah masyarakat. Karena Bank Global tidak lagi berhubungan langsung dengan masyarakat, tetapi hanya melaksanakan proses likuidasi aset-aset lainnya.

 

Berbeda dengan keduanya, Direktur Direktorat Hukum BI Oey Hoey Tiong menjelaskan bank yang dilikuidasi merupakan kelanjutan dari usaha bank dan sifatnya tidak berdiri sendiri.  Statusnya masih tetap bank, hanya saja dia tidak lagi menjalankan kegiatannya sebagai bank, ujar Oey kepada hukumonline, Senin (29/10). Menurut Oey, pendapatnya itu telah dibenarkan oleh PN Niaga dalam kasus Bank Global beberapa waktu lalu.

 

Oey mengatakan bank dilikuidasi dalam rangka pemberesan kewajiban-kewajiban dari bank yang sudah ditutup. Walau tidak menjalankan usaha, namun dia kan (bank dalam likuidasi) sedang membereskan usahanya, yakni bank. Jadi, kalau usahanya masih dibereskan maka dia harus tunduk pada ketentuan likuidasi bank, tuturnya.

 

Jika bank dalam likuidasi bisa dipailitkan, menurut Oey, maka akan merugikan debitur lain, terutama kewajiban-kewajiban bank tersebut yang belum selesai baik terhadap pemerintah maupun pihak lain. Disamping itu, kata dia, bank dalam likuidasi juga punya Tim Likuidasi yang bertugas mendudukan kewajiban dan hak bank yang dilikuidasi sesuai dengan porsinya. Kalau nanti dipailitkan cepat-cepat, maka tidak bisa dilakukan secara benar pemberesannya, cetus Oey.

 

Soal mewakili di pengadilan

Sementara itu dalam memori kasasinya, Yuhelson menegaskan hakim PN Jakarta Pusat telah salah dalam menerapkan hukum, karena tidak mempertimbangkan mengenai pihak yang berwenang mewakili Bank Global.

 

Menurutnya, dalam eksepsi sebetulnya hakim sudah diingatkan, bahwa pihak yang dapat mewakili Bank Global dalam perkara kepailitan itu adalah direksi, bukan Tim Likuidasi Bank Global. Sebab, permohonan pailit yang diajukan sama sekali tidak berhubungan dengan penyelesaian harta kekayaan Bank Global, yang merupakan kewenangan Tim Likuidasi. Namun, berkaitan langsung dengan hak subyektif Bank Global untuk mempertahankan statusnya, apakah pailit atau tidak pailit. Kewenangan tersebut merupakan kewenangan ekslusif direksi Bank Global. 

 

Hanya saja pendapat dari Yuhelson dipatahkan oleh hakim PN Jakarta Pusat. Hakim, menurut Yuhelson, justru lebih dulu mempertimbangkan keberatan yang diajukan oleh Tim Likuidasi, tanpa mempertimbangkan materi eksepsi tentang kewenangan Tim Likuidasi untuk mewakili Bank Global.

 

Berbeda dengan Yuhelson, pengacara Bank Global Kukuh Komandoko mengatakan direksi sudah tidak punya wewenang apapun saat Bank Global dibubarkan. Hal ini, sambungnya, ditandai dengan adanya penetapan dari Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang menyatakan direksi tidak boleh melakukan tindakan hukum apapun terhadap Bank Global. Sebab, tugas direksi dalam pemberesan bank telah digantikan oleh Tim Likuidasi Bank Global.

 

Kukuh juga menilai putusan kasasi MA sudah tepat dan benar. Apa yang dilakukan oleh hakim sudah benar. Bahwa bank global adalah bank walaupun sudah dilikuidasi, ujarnya saat dihubungi hukumonline.

Tags: