Hanya BI yang Berhak Memailitkan Bank dalam Likuidasi
Putusan MA:

Hanya BI yang Berhak Memailitkan Bank dalam Likuidasi

Mahkamah Agung menyatakan permohonan kasasi debitur Bank Global tidak dapat diterima. Alasannya, hanya Bank Indonesia yang dapat memailitkan sebuah bank. Namun salah seorang hakim agung mengajukan dissenting opinion.

Sut/Kml
Bacaan 2 Menit

 

Meski menerima permohonan kasasi, namun majelis hakim agung yang menangani perkara ini (Abdul Kadir Mapong (Ketua), IB Ngurah Adnyana dan Mieke Komar (masing-masing anggota) dalam putusannya tanggal 26 Juli 2007 itu, menyatakan permohonan pailit Lina tidak dapat diterima. Alasannya, termohon pailit (Bank Global) adalah sebuah bank. Dengan demikian, pihak yang dapat mengajukan permohonan pernyataan pailit hanya Bank Indonesia (BI).

 

Hal ini sesuai dengan ketentuan di dalam Undang-Undang No. 37/2004 tentang Kepalitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (UU Kepailitan). Di dalam pasal 2 ayat 3 UU Kepailitan disebutkan, dalam hal debitor adalah bank, permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh BI.  

 

Penjelasan Pasal 2 Ayat (3) UU Kepailitan

Yang dimaksud dengan "bank" adalah bank sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan. Pengajuan permohonan pernyataan pailit bagi bank sepenuhnya merupakan kewenangan Bank Indonesia dan semata-mata didasarkan atas penilaian kondisi keuangan dan kondisi perbankan secara keseluruhan, oleh karena itu tidak perlu dipertanggungjawabkan. Kewenangan Bank Indonesia untuk mengajukan permohonan kepailitan ini tidak menghapuskan kewenangan Bank Indonesia terkait dengan ketentuan mengenai pencabutan izin usaha bank, pembubaran badan hukum, dan likuidasi bank sesuai peraturan perundang-undangan.

 

Hanya saja di dalam putusan itu, terselip juga perbedaan pendapat (dissenting opinion) dari salah seorang hakim agung. Adalah IB Ngurah Adnyana yang pendapatnya berseberangan dengan dua hakim agung lainnya.

 

Menurut Adnyana, sebagai kreditur Lina berhak untuk mengajukan permohonan pailit Bank Global. Pasalnya, BI telah mencabut izin usaha bank tersebut, sehingga Bank Global bukan lagi sebuah bank. Apalagi, sambung Adnyana, berdasarkan bukti yang diajukan oleh Lina dan kuasa hukumnya, Bank Global telah terbukti mempunyai hutang kepada kreditur lain yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih.  

 

Pendapat Adnyana ini diamini oleh kuasa hukum Lina, Yuhelson dan Nensy Hutabarat. Yuhelson dalam permohonan pailitnya menyatakan, Bank Global adalah bank yang sudah dicabut izin usahanya dan dalam proses likuidasi. Dengan dicabut izinnya, maka entitas tersebut tidak lagi menjalankan usahanya sebagai bank seperti yang dimaksud dalam UU No. 10/1998 tentang Perubahan Atas UU No. 7/1992 tentang Perbankan, melainkan hanya sebagai badan hukum berbentuk perseroan terbatas (PT) dalam likuidasi. Senada dengan Yuhelson, Erman Radjagukguk, saksi ahli dalam perkara itu menyatakan, karena bukan lagi sebagai bank, maka demi hukum Bank Global tidak lagi terikat pada ketentuan perbankan, termasuk Pasal 2 ayat 3 UU Kepailitan.  

 

Yuhelson mengatakan, kepailitan terhadap Bank Global juga tidak akan berpengaruh kepada stabilitas perekonomian. Bahkan ia memastikan tidak akan terjadi rush yang menimbulkan keguncangan dan kepanikan di tengah masyarakat. Karena Bank Global tidak lagi berhubungan langsung dengan masyarakat, tetapi hanya melaksanakan proses likuidasi aset-aset lainnya.

Tags: