Hambat Izin Investasi, Pemda Bisa Kena Sanksi
Berita

Hambat Izin Investasi, Pemda Bisa Kena Sanksi

Pemerintah bisa mempertimbangkan untuk mencabut lisensi berusaha bagi investor yang telah mendapatkan izin, namun tidak segera memulai kegiatan operasinya.

M. Agus Yozami/ANT
Bacaan 2 Menit
Foto ilustrasi: BAS
Foto ilustrasi: BAS

Menko Perekonomian Darmin Nasution memastikan pemerintah daerah yang selama ini masih menghambat proses perizinan berusaha akan terkena sanksi. Sanksi yang bisa diberikan kepada pemerintah daerah antara lain dengan mengurangi atau menunda pemberian Dana Insentif Daerah (DID).

 

"Kami sedang mengkaji dan menyiapkan sanksi yang bisa diberikan kepada pemerintah daerah kalau tidak memenuhi atau mematuhi apa yang diminta Presiden," kata Darmin seperti dikutip Antara, di Jakarta, Jumat (3/11).

 

Darmin mengatakan Presiden telah meminta adanya kemudahan pemberian izin investasi yang ditandai melalui penerbitan Perpres Nomor 91 Tahun 2017 mengenai percepatan berusaha. Untuk itu, meski saat ini merupakan era otonomi daerah, namun pemegang kekuasaan tertinggi adalah Presiden dan instruksi pemimpin tertinggi untuk mendorong investasi diharapkan bisa didukung oleh pemerintah daerah.

 

"Dalam UU Otonomi Daerah, tercantum bahwa Presiden adalah pemegang kewenangan tertinggi, maka Presiden berwenang menetapkan kebijakan dasar, memonitor dan mengawasi," ujarnya.

 

Ia mengatakan sanksi yang bisa diberikan kepada pemerintah daerah antara lain dengan mengurangi atau menunda pemberian Dana Insentif Daerah (DID) yang rutin dialokasikan dalam APBN sejak 2014. "Kami sedang menyiapkan ini dengan Menteri Keuangan dan Menteri Dalam Negeri," kata Darmin.

 

Selain itu, ia menambahkan sanksi lainnya yang bisa diberikan adalah mencabut kewenangan pemerintah daerah tersebut dalam menyelenggarakan proses perizinan investasi. "Kalau sudah diperingatkan, tentu saja bisa ditarik kewenangannya ke pemerintah yang lebih tinggi. Kalau itu di Kabupaten, bisa ke Provinsi. Kalau itu di Provinsi, bisa ke Pusat," tegas Darmin.

 

(Baca Juga: Indonesia Jadi Negara Terbaik Perbaiki Regulasi Bisnis)

 

Seperti diketahui, Pemerintah tengah menyiapkan pedoman pembentukan Satuan Tugas Percepatan Pelaksanaan Berusaha. Hal ini sebagai tindak lanjut dari Perpres No.91 Tahun 2017. Konsep kegiatan dari percepatan pelaksanaan berusaha jauh lebih luas dari EoDB (Ease of Doing Business/kemudahan berusaha). Pemerintah membuat langkah besar ini untuk mempercepat perizinan berusaha yang ada.

 

Dalam praktiknya, Satgas Nasional akan menjadi induk yang bertanggung jawab langsung kepada presiden. Satgas Nasional diketuai oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution yang anggotanya terdiri atas 12 pimpinan kementerian/lembaga yaitu Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman, Menteri Keuangan, Menteri Dalam Negeri, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Menteri Komunikasi dan Informatika, Menteri Sekretariat Negara, Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Sekretaris Kabinet, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal dan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia.

 

Satgas Nasional akan membawahi dua kelompok besar, yakni Satgas Leading Sector dan Satgas Pendukung. Untuk Satgas Leading Sector terdiri atas beberapa kementerian yang memiliki otoritas dalam kegiatan usahanya seperti Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Kementerian Pertanian, Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian serta Kementerian Kelautan dan Perikanan. Di sisi lain, Satuan Tugas Pendukung, beranggotakan kementerian/lembaga pendukung.

 

Pemerintah juga akan membentuk Satgas Provinsi Pendukung dan Satgas Kabupaten/Kota Pendukung yang terdiri dari perwakilan pemerintah daerah, termasuk Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) Provinsi dan Kabupaten/Kota. Tugas utama dari Satuan Tugas baik kementerian/lembaga maupun daerah, adalah untuk memonitor pelaksanaan percepatan berusaha di wilayah kerjanya masing-masing.

 

Berbasis TI

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution memastikan sistem perizinan berbasis teknologi informasi (single submission) akan beroperasi secara efektif pada April 2018. Saat ini, pemerintah sedang menyiapkan gedung yang akan berguna untuk menampung keseluruhan sistem perizinan berbasis teknologi informasi tersebut.

 

"Investor nanti bisa tahu secara jelas berapa lama dia mengurus masing-masing dan kita siapkan ke sistem TI terintegrasi," ujar Darmin seusai rapat koordinasi pembahasan Perpres Nomor 91 Tahun 2017.

 

Darmin memastikan sistem ini akan berjalan secara efektif, agar setelah izin berusaha yang dikeluarkan dengan cepat selama sehari, investor dapat memulai proses pembangunan dan proses investasi dapat segera berjalan. Menurutnya, proses pelaksanaan single submission ini segera dimulai dan pemerintah sedang menyiapkan gedung yang akan berguna untuk menampung keseluruhan sistem perizinan berbasis teknologi informasi tersebut.

 

"Nanti di satu gedung itu, investor datang ke situ, dan hari itu juga sudah selesai. Jadi walau izin belum keluar secara definitif, investor mempunyai kemudahan untuk membeli tanah dan membangun di seluruh wilayah Indonesia," ujar Darmin.

 

(Baca Juga: Pemerintah Siapkan Pedoman Satgas Percepatan Pelaksanaan Berusaha)

 

Darmin menegaskan investor yang telah mendapatkan izin berusaha tersebut, namun tidak segera memulai kegiatan operasinya, maka pemerintah bisa mempertimbangkan untuk mencabut lisensi berusaha yang sudah diberikan. "Kami akan beri batas waktu, jangan sekadar mendaftar tapi tidak diurus. Belum kami tetapkan (sanksinya)," ujarnya.

 

Ia menjelaskan sistem ini juga akan bersinergi dengan Pelayanan Terpadu Satu Pintu yang sebelumnya telah beroperasi, namun belum sepenuhnya efektif untuk mendorong percepatan berusaha di Indonesia.

 

"PTSP akan masuk ke dalamnya, karena PTSP hanya bagian awal orang mau berusaha, seperti izin persetujuan investasi, NPWP, nama perusahaan serta nomor ekspor impor. Semua nanti akan disatukan dan ditempatkan di satu gedung," kata Darmin.

 

Sebelumnya, laporan terbaru Kelompok Bank Dunia "Doing Business 2018: Reforming to Create Jobs" mencatat Indonesia menjadi negara yang telah membuat perbaikan terbesar dalam hal regulasi bisnis di antara negara-negara Asia Timur dan Pasifik. Indonesia yang menempati posisi pertama diikuti oleh Kamboja, Kepulauan Solomon, Brunei Darussalam dan Malaysia secara berturut-turut.

 

"Indonesia adalah negara dengan perbaikan terbesar dari sejak 2005 hingga 2018," kata Operation Analyst World Bank, Dorina Georgieva, seperti dikutip Antara saat video conference di Jakarta, Rabu (1/11).

 

Tags:

Berita Terkait