Hakim Vonis Miranda dengan Kesaksian Berantai
Berita

Hakim Vonis Miranda dengan Kesaksian Berantai

Kaget, Miranda langsung menyatakan banding.

FAT
Bacaan 2 Menit
Hakim vonis Miranda Gultom dengan kesaksian berantai. Foto: Sgp
Hakim vonis Miranda Gultom dengan kesaksian berantai. Foto: Sgp

Perasaan kecewa sempat terdengar sesaat setelah majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta yang dipimpin Gusrizal memvonis terdakwa suap terkait pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (DGS BI) tahun 2004, Miranda Swaray Goeltom bersalah. Kekecewaan tersebut datang dari keluarga dan kolega Miranda yang memenuhi ruang sidang.


Betapa tidak, harapan Miranda dan tim penasihat hukumnya yang meminta majelis hakim membebaskan dari segala tuntutan, pupus sudah. Pasalnya, majelis hakim yang dipimpin Gusrizal menyatakan terdakwa Miranda bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dalam Pasal 5 ayat (1) huruf b UU No. 31 Tahun 1999tentang Pemberantasan Tipikor jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.


Majelis menilai, Miranda terbukti turut serta bersama Nunun Nurbaeti menyuap puluhan Anggota Komisi IX DPR terkait pemilihan DGS BI tahun 2004. Suap diberikan dalam bentuk Traveller Cheque BII dengan denominasi Rp50 juta tiap lembarnya. Atas perbuatannya tersebut, Miranda dijatuhi pidana tiga tahun penjara dan denda Rp100 juta subsidair tiga bulan kurungan.


Dalam memvonis Miranda, majelis menerapkan kesaksian berantai yang terdapat pada Pasal 185 ayat (4) KUHAP. Pasal tersebut berbunyi, keterangan beberapa saksi yang berdiri sendiri-sendiri tentang suatu kejadian atau keadaan dapat digunakan sebagai suatu alat bukti yang sah apabila keterangan saksi itu ada hubungannya satu dengan yang lain sedemikian rupa, sehingga dapat membenarkan adanya suatu kejadian atau keadaan tertentu.


Hal ini, lanjut Gusrizal, terbukti dengan adanya tempus dan locus delicti yang digambarkan dalam pertemuan-pertemuan Miranda dengan Fraksi PDIP di Hotel Dharmawangsa Jakarta dan Fraksi TNI/Polri di kantor terdakwa sebelum fit and proper test (uji kelayakan dan kepatutan) dilakukan.


Menurut Gusrizal, fakta-fakta ini berkaitan dengan fakta adanya penerimaan cek oleh sejumlah anggota Komisi IX DPR, yakni Dhudie Makmun Murod (PDIP), Hamka Yandhu (Partai Golkar), Endin J Soefihara (PPP) dan Udju Djuhaeri (Fraksi TNI/Polri). Bahkan, sejumlah anggota dewan yang menerima cek, kata Gusrizal, sudah divonis bersalah menerima cek dan putusannya telah berkekuatan hukum tetap (inkracht).


“Jika dihubungkan tempus dan locus delicti dan telah tergambarkan antara pertemuan dengan pemberian cek ini merupakan kejadian tertentu,” kata Gusrizal.


Otomatis, dengan diterapkannya kesaksian berantai dalam putusan Miranda, majelis hakim sependapat dengan penuntut umum KPK dalam tuntutannya yang dibacakan pekan lalu. Hanya saja, hukuman yang dijatuhkan majelis lebih ringan dari tuntutan, yakni dituntut empat tahun penjara dan denda Rp150 juta subsidair empat bulan kurungan.

Dengan gaya yang tenang sambil sesekali melemparkan senyumnya, Miranda langsung menyatakan banding atas putusan ini. Ia tak menyangka akan diputus bersalah oleh majelis hakim. “Saya ingin menyatakan, saya kaget, tidak menyangka, saya tahu tidak berbuat apa-apa dan Tuhan tahu saya tidak berbuat apa-apa, karena itu akan naik banding,” katanya dan disambut tepuk tangan keluarga dan kolega Miranda.


Seusai persidangan, Penasihat Hukum Miranda, Andi F Simangunsong menilai putusan yang dikeluarkan majelis hanya berdasarkan asumsi belaka. Karena, pertemuan Miranda dengan Fraksi PDIP dan Fraksi TNI/Polri dianggap ada hubungannya dengan pemberian cek setelah fit an proper test dilakukan.


Padahal, di persidangan sejumlah saksi-saksi dari Fraksi PDIP dan Fraksi TNI/Polri tak menyebutkan adanya permintaan dukungan dari Miranda. “Di dalam pengadilan saksi-saksi telah menceritakan apakah isi dari pertemuan di Dharmawangsa dan Graha Niaga. Pertemuan di Graha Niaga dan Dharmawangsa tidak menyebutkan permintaan dukungan sama sekali, sehingga tidak bisa dijadikan alasan hakim untuk menghukum,” pungkasnya.

Tags: