Hakim Terancam Dipecat Karena Berkomunikasi dengan Pihak Berperkara
Utama

Hakim Terancam Dipecat Karena Berkomunikasi dengan Pihak Berperkara

“Saya akui bersalah karena berkomunikasi dengan pihak berperkara. Tapi bukan berarti saya terima uang,” ujar Ari Siswanto, Hakim PN Rantau Prapat yang terancam sanksi pemecatan.

Ali
Bacaan 2 Menit

 

Meski begitu, Ari punya alasan mengenai permintaan uang sejumlah Rp100 juta dalam pesan singkat itu. “Saya mau menjebak dia,” ujarnya. Kala itu, ia mengatakan telah berkoordinasi dengan Wakapolres Rantau Prapat untuk menjebak Hendrick. Ia juga mengaku telah berkoordinasi dengan dua anggota majelis hakim yang lain.

 

Mustafa tak puas dengan jawaban Ari. Pasalnya, salah seorang hakim anggota Dedi Iskandar yang juga telah diperiksa oleh KY tak pernah menyetujui langkah penjebakan itu. “Dedi justru menyarankan agar itu diserahkan ke polisi,” ujarnya mengutip salah satu hasil pemeriksaan beberapa waktu lalu.

 

Dalam sidang kasus pembunuhan itu, Ari beserta dua anggota majelisnya memang menjatuhkan vonis antara 11 sampai 12 tahun penjara kepada para pelaku. Ia mengaku tak bisa memenuhi tuntutan korban karena pasal yang digunakan hanya pasal pembunuhan biasa, bukan pembunuhan berencara. Pasal pembunuhan ancaman hukumannya maksimal 15 tahun. Sedangkan salah satu pembantu tindak pidana yang diperiksa oleh majelis yang dipimpin oleh Ari divonis bebas.

 

Hal ini yang dinilai sebagai alasan kuasa hukum korban melaporkan Ari. Pasalnya, permintaan keluarga korban agar para pembunuh itu dihukum seumur hidup tidak terpenuhi.

 

Langgar Kode Etik

Ari mengakui bahwa ia telah melanggar kode etik dan pedoman perilaku hakim. Yakni, mengenai larangan untuk berkomunikasi dengan pihak yang sedang berperkara. “Saya akui salah karena telah berkomunikasi dengan kuasa hukum istri korban. Tapi saya tak pernah menerima uang itu,” elaknya.

 

Salah satu ketentuan dalam Kode Etik Hakim berbunyi 'Hakim tidak boleh berkomunikasi dengan pihak yang berperkara di luar persidangan, kecuali dilakukan di dalam lingkungan gedug pengadilan demi kepentingan kelancaran persodangan yang dilakukan secara terbuka, diketahui pihak-pihak yang berperkara, tidak melanggar prinsip persamaan perlakuan dan ketidakberpihakan'.

 

Meski begitu, Ari tetap berharap bukan sanksi pemberhentian yang akan diterimanya. Ia merasa statusnya saat ini sebagai hakim non palu di Pengadilan Tinggi Sumatera Utara sudah cukup. “Saya masih mau berkarier,” ujarnya. Tentu saja bila hanya berstatus sebagai hakim non palu, Ari hanya berkarier sebagai pegawai pengadilan, tidak lagi memegang perkara. 

 

Sidang MKH ini dipimpin oleh Artidjo Alkostar dari unsur MA sebagai Ketua Majelis. Serta Rehngena Purba dan Abbas Said dari unsur MA sebagai anggota majelis. Dari unsur KY, ada Chatamarrasjid, Mustafa Abdullah, Soekotjo Soeparto, dan Zainal Arifin juga sebagai anggota majelis.

Tags:

Berita Terkait