Hakim Terancam Dipecat Karena Berkomunikasi dengan Pihak Berperkara
Utama

Hakim Terancam Dipecat Karena Berkomunikasi dengan Pihak Berperkara

“Saya akui bersalah karena berkomunikasi dengan pihak berperkara. Tapi bukan berarti saya terima uang,” ujar Ari Siswanto, Hakim PN Rantau Prapat yang terancam sanksi pemecatan.

Ali
Bacaan 2 Menit
Sidang Majelis Kehormatan Hakim sebagai forum pembelaan diri <br> bagi hakim yang direkomendasikan untuk dipecat. <br> Foto: Sgp
Sidang Majelis Kehormatan Hakim sebagai forum pembelaan diri <br> bagi hakim yang direkomendasikan untuk dipecat. <br> Foto: Sgp

Mata Ari Siswanto terlihat memerah. Nada bicaranya seperti menahan air mata agar tidak tumpah. Maklum saja, hakim yang pernah bertugas di Pengadilan Negeri Rantau Prapat, Sumatera Utara, ini sedang menghadapi persoalan pelik. Ari sedang terancam sanksi pemecatan. “Saya masih ingin berkarir,” ujarnya lirih di gedung Mahkamah Agung (MA), Selasa (8/12).

 

Ari memang baru saja menjalani sidang Majelis Kehormatan Hakim (MKH). Ia dilaporkan karena diduga telah meminta sejumlah uang kepada pihak yang sedang berperkara. Sebelumnya, ia sudah diperiksa oleh pengawasan internal di Pengadilan Tinggi Sumatera Utara dan Komisi Yudisial. Rekomendasi sanksi yang diberikan adalah pemberhentian. Forum MKH ini merupakan kesempatan bagi Ari untuk membela diri. 

 

Sekedar mengingatkan, persoalan ini bermula dari kasus pembunuhan Mayor (Purn) Lodewyk Sirait. Enam hakim di PN Rantau Prapat memeriksa perkara ini dalam dua berkas terpisah. Ari memimpin majelis yang memeriksa para pelaku pembunuhan. Sedangkan, Ketua PN Rantau Prapat Baslin Sinaga memimpin majelis yang memeriksa para pembantu tindak pidana pembunuhan tersebut. Namun, dari enam hakim itu, hanya Ari yang dibawa ke sidang MKH. Pasalnya, hanya dia yang terbukti terlibat kontak dengan pihak yang berperkara.

 

Ketika menangani perkara itu, Ari dihubungi oleh seorang advokat bernama Hendrick P Soambaton. Dia adalah kuasa hukum Lisnawati Napitupulu, istri mendiang Lodewyk Sirait. Ari mengaku ditawari uang sejumlah Rp50 juta. Imbalannya, agar Ari memvonis para terdakwa dengan hukuman seumur hidup. Namun, ia mengaku tak menerima uang itu. “Saya akui memang berkomunikasi dengan dia. Tapi saya tidak pernah menerima uang tersebut,” ujarnya.

 

Anggota MKH dari unsur Komisi Yudisial, Mustafa Abdullah membeberkan bukti pesan singkat yang diperolehnya. Pesan singkat itu berasal dari telepon seluler Ari. “Anda minta agar uangnya digenapkan menjadi cepek (Rp 100 juta,-red),” ujarnya. Ia mempertanyakan apa maksud isi pesan singkat itu. Apalagi, dalam pesan singkat yang lain, lanjut Mustafa, Ari sempat mengucapkan terima kasih kepada Hendrick.

 

Namun, hal ini dibantah oleh Ari. Pertama, ia meminta agar seluruh isi pesan singkat itu dihadirkan. “Saya minta seluruh print out-nya,” ujarnya. Ia meminta agar pesan singkat itu tidak dibaca sepotong-potong. “Majelis seharusnya membaca pesan itu secara keseluruhan,” tambahnya.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait