Hakim Setujui PKPU Bakrie Telecom
Berita

Hakim Setujui PKPU Bakrie Telecom

Waktu 30 hari yang diberikan majelis terlalu singkat.

FNH
Bacaan 2 Menit
Pengadilan Niaga. Foto: Sgp
Pengadilan Niaga. Foto: Sgp
Pengadilan Niaga mengabulkan permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) terhadap PT Bakrie Telecom Tbk (BTEL) yang dimohonkan PT Netwave Multi Media (NMM).  Pengadilan memberi batas waktu 30 hari kepada BTEL untuk mengajukan rencana perdamaian dengan para kreditor. Majelis hakim juga mengangkat William Eduard Daniel da Imran Nating mengurus PKPU tersebut.

Putusan itu membuat sumringah Sandra Nangoy. Pengacara NMM ini menyatakan tinggal menunggu langkah selanjutnya setelah permohonan PKPU dikabulkan majelis. “Kami sih senang ya putusannya, sudah sesuai dengan prosedur. Sekarang tinggal tunggu prosedur selanjutnya. Kita juga harus kasih detail proposalnya di proses PKPU nanti,” kata Sandra di PN Pusat, Jakarta (10/11).

BTEL menghormati putusan majelis hakim dipimpin Jamaludin Samosir itu. Cuma, GP Aji Wijaya, pengacara perusahaan ini, tak menyangka batas waktu yang diberikan untuk menyusun rencana perdamaian hanya 30 hari. “Kita surprise banget karena dikasih waktu 30 hari. Padahal Undang-Undang kan memberikan waktu selama 45 hari,” jelasnya.

Dijelaskan Aji, BTEL harus bekerja keras meyakinkan para kreditur untuk mencapai kesepakatan damai. Rapat kreditur yang akan dilaksanakan sesuai jadwal dari hakim pengawas. “Rencana yang kita sampaikan adalah ringkasan rencana perdamainan. Mungkin Hakim menyangka kita siap dengan rencana perdamaian, tapi ya terlalu singkatlah 30 hari,” ungkap Aji.

NMM, perusahaan infrastruktur telekomunikasi, mengajukan permohonan PKPU ke Pengadilan Niaga PN Jakarta Pusat pada 23 Oktober lalu. Menurut Sandra, langkah ini ditempuh untuk melindungi kreditur dan memastikan BTEL menyelesaikan pembayaran utangnya. Jalur PKPU yang ditempuh ini, lanjutnya, dinilai sebagai pilihan terbaik untuk memberikan kepastian pembayaran utang BTEL kepada kliennya, NMM. “Jalur PKPU ini menurut kami sudah menjadi pilihan terbaik,” kata Sandra.

NMM mengklaim punya piutang Rp4.737.244.000 kepada BTEL. Piutang itu berasal dari biaya sewa infrastruktur telekomunikasi seperti antenna seluler, antenna microwave dan BTS (base transceiver station). Meskipun jumlah piutang itu ‘hanya’ sekitar 4,7 miliar rupiah, NMM berharap BTEL bisa memenuhi kewajibannya. “Kami pada prinsipnya percaya bahwa BTEL masih memiliki kemampuan untuk menyelesaikan kewajiban piutangnya kepada klien kami,” kata Sandra.

Melalui PKPU ini, Neywave berharap, Indonesia sebagai negara hukum dapat melindungi kepentingan perusahaan nasional agar tetap dapat melanjutkan usahanya.
Tags:

Berita Terkait