Hakim Konstitusi Ini Bicara Putusan MK Soal Perluasan Penyidik TPPU
Terbaru

Hakim Konstitusi Ini Bicara Putusan MK Soal Perluasan Penyidik TPPU

MK melihat Penjelasan Pasal 74 UU TPPU itu memang harus diselaraskan dengan norma pokoknya agar tidak bertentangan dengan konstitusi.

Agus Sahbani
Bacaan 3 Menit

Suhartoyo mengungkapkan TPPU tidak dapat diproses jika tidak ada wujudnya, hanya berdasar informasi-informasi. Berdasar pengalamannya, Suhartoyo mengungkapkan, kepolisian menolak perkara TPPU karena tidak ada bukti walaupun banyak berita yang beredar.

Menurutnya, Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) yang ada di sejumlah institusi memang harus ditingkatkan kemampuannya karena ada kondisi baru dari TPPU yang memiliki karakter khusus. Dalam penyidikan ada teknik-teknik khusus yang dimiliki penyidik kepolisian karena proses penyidikan tidak hanya di belakang meja, termasuk dalam konteks mengumpulkan alat bukti dan menemukan tersangka. Apalagi TPPU biasanya kolaboratif dan lintas negara.

Dia menjelaskan putusan MK berlaku sejak usai diucapkan dalam sidang pengucapan putusan, termasuk putusan mengenai Penyidik PNS yang menemukan tindak pidana asal dalam Pengujian UU TPPU. Suhartoyo berpesan menjadi jaksa ataupun penyidik TPPU harus memiliki greget yang lebih dalam menjalankan tugasnya. "Jika tidak memiliki greget dan hanya selalu penuh kelonggaran lebih baik menjadi jaksa atau penyidik umum saja." 

Sebelumnya, MK telah mengabulkan permohonan uji materi Pasal 74 UU TPPU. Putusan dengan Nomor 15/PUU-XIX/2021 tersebut menyatakan frasa “penyidik pidana asal” dalam Pasal 74 UU TPPU memberikan pengertian dalam arti yang luas yaitu termasuk Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS).

Putusan MK memberi kewenangan bagi PPNS guna menyidik tindak pidana asal sekaligus penyidikan TPPU. Aturan sebelumnya, kewenangan penyidikan tersebut dibatasi pada penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia, Kejaksaan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Badan Narkotika Nasional (BNN), serta Direktorat Jenderal Pajak dan Direktorat Jenderal Bea Cukai Kementerian Keuangan.

“Menyatakan Penjelasan Pasal 74 UU No.8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang sepanjang kalimat ‘Yang dimaksud dengan ‘penyidik tindak pidana asal’ adalah pejabat dari instansi yang oleh undang-undang diberi kewenangan untuk melakukan penyidikan yaitu Kepolisian Negara Republik Indonesia, Kejaksaan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Badan Narkotika Nasional (BNN), serta Direktorat Jenderal Pajak dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Republik Indonesia” bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai ‘Yang dimaksud dengan ‘penyidik tindak pidana asal’ adalah pejabat atau instansi yang oleh peraturan perundang-undangan diberi kewenangan untuk melakukan penyidikan’,” demikian bunyi amar Putusan MK Nomor 15/PUU-XIX/2021.

Tags:

Berita Terkait