Hakim Gugurkan Gugatan Batavia Air
Berita

Hakim Gugurkan Gugatan Batavia Air

“Motivasinya bukan untuk mencari budel pailit”.

HRS
Bacaan 2 Menit
Hakim Gugurkan Gugatan Batavia Air
Hukumonline

Nasib nahas kembali menimpa PT Metro Batavia. Setelah dinyatakan pailit di Pengadilan Niaga PN Jakarta Pusat, gugatan pengelola maskapai Batavia Air itu terhadap CIT Aerospace juga dinyatakan gugur. Penyebabnya, kurator yang mengurus budel pailit Metro Batavia tak pernah menghadiri sidang meskipun sudah dipanggil secara patut.

Majelis hakim PN Jakarta Pusat menyatakan gugatan Metro Batavia gugur. Konsekuensinya gugatan Metro Batavia yang diajukan pada November 2012 terhadap CIT Aerospace dicabut. “Memutus mencabut gugatan perkara nomor41/PDT.G/2012 dan No. 344/PDT.G/2012,” ucap ketua majelis hakim Purwono Edi Santosa, Senin (25/3).

Dalam pertimbangan, majelis merujuk pada Pasal 28 ayat (1) dan (2) UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU). Intinya, pasal ini menentukan tergugat berhak meminta gugatan debitur digugurkan jika kurator tak memenuhi pangilan sidang. Jika hal ini tidak dimohonkan maka perkara dapat diteruskan antara debitur dan tergugat di luar tanggungan harta pailit.

Kuasa hukum CIT Aerospace Yusfa Perdana mengatakan putusan majelis telah sesuai dengan ketentuan hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 28 ayat (1) dan (2) UU Kepailitan. Ia berdalih PT Metro Batavia (dalam pailit) tidak pernah menghadiri persidangan atas perkara yang diajukannya sendiri. Sedangkan tergugat selalu menghadiri agenda persidangan. Melihat kondisi ini, CIT Aerospace meminta kepada majelis agar perkara ini digugurkan. Dan, permohonan diterima majelis.

Meskipun telah dicabut, CIT Aerospace tetap terhitung sebagai kreditor perusahaan pengelola pesawat terbang Batavia Air tersebut. Sebagai kreditor, CIT Aerospace telah mengajukan tagihan sebanyak AS$8.270.280,47 untuk dua pesawat, yaitu A320-200 MSN 710 dan A320-200 MSN 1676. Namun, setelah diverifikasi, PT Metro Batavia (dalam pailit) hanya mengakui tagihan senilai AS$1.973.419,87. “Padahal tagihan yang diajukan SIT berdasarkan pada perjanjian kedua belah pihak (Aircraft Lease Agreement, red),” ucap Yusfa usai persidangan, Senin (25/3).

Terpisah, kurator kepailitan Metro Batavia, Turman M Panggabean, mengatakan tidak mengetahui pencabutan perkara. Kendati demikian, Turman mengatakan untuk tidak terlalu mempersoalkan, karena ia menduga tujuan pengajuan gugatan adalah untuk menahan dua pesawat tersebut tidak ditarik oleh perusahaan asal Singapura itu. “Motivasinya bukan untuk mencari budel pailit,” tutur Turman ketika dihubungi hukumonline via telepon.

Terkait selisih jumlah tagihan yang jauh berbeda, Turman mengatakan kurator akan bertemu dengan CIT Aerospace untuk membicarakan persoalan ini. Kurator akan memverifikasi tagihan tersebut. Namun, Turman menolak tegas jika perbedaan tersebut lantaran kurator yang menentukan jumlah tagihan setelah diverifikasi.

“Kurator hanya mencocokkan piutang tersebut kepada PT Metro Batavia. Jika Batavia hanya mengakui segitu, kurator akan meminta alasannya,” pungkasnya.

Berdasarkan penelusuran hukumonline, pencabutan perkara antara PT Metro Batavia (dalam pailit) dengan CIT Aerospace tidak kali ini terjadi. Pada 28 April 2011 silam, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat juga mengabulkan pencabutan perkara oleh penggugat. Namun, kala itu permintaan pencabutan berasal dari PT Metro Batavia sendiri.

Untuk diketahui, ihwal gugatan terjadi ketika kedua perusahaan sepakat bekerja sama sewa menyewa pesawat pada November 2008. Batavia Air memutuskan menyewa pesawat dari CIT Aerospace dengan pesawat jenis A320-200 MSN 1676 dengan nomor registrasi PK-YVF seharga AS$250.000 per bulan dan Maintenance Reserve sebesar AS$175.000 per bulan.

Selain menyewa pesawat tersebut, pada 2009 Batavia Air juga menyewa pesawat A320-200 MSN 710 dengan nomor registrasi PK-YVH. Untuk pesawat ini, harga sewa yang disepakati per bulan adalah AS$140.000 dan Maintenance Reserve sebesar AS$175.000.  Jangka waktu sewa menyewa dua pesawat ini adalah enam tahun.

Namun, Januari 2012, Batavia Air tersendat melakukan pembayaran. Maskapai penerbangan nasional ini sedang mengembangkan sayap operasional sehingga memerlukan pengaturan waktu dalam proses pembayaran. Keterlambatan ini menjadi pemicu kemarahan CIT Aerospace. Perusahaan yang berkedudukan di Singapura ini justru mengancam dan memaksa untuk menarik kembali pesawat yang disewakan tersebut. Alhasil, pada Mei 2012, CIT Aerospace telah menarik pesawat tersebut.

Tags:

Berita Terkait