Hakim Dorong Arbiter Makin Kompeten Tangani Sengketa Internasional
Utama

Hakim Dorong Arbiter Makin Kompeten Tangani Sengketa Internasional

Kompetensi arbiter harus terus dikembangkan melihat perkembangan ekonomi, khususnya perdagangan internasional.

Willa Wahyuni
Bacaan 3 Menit
Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Saut Maruli Tua Pasaribu dalam seminar Arbitration’s Role in Shaping Future Trade Between China and Indonesia, Selasa (27/8/2024). Foto: WIL
Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Saut Maruli Tua Pasaribu dalam seminar Arbitration’s Role in Shaping Future Trade Between China and Indonesia, Selasa (27/8/2024). Foto: WIL

Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Saut Maruli Tua Pasaribu mengimbau agar para arbiter punya kompetensi tingkat internasional dan mampu menyelesaikan sengketa internasional. “Hal ini terus kami dorong dan dukung, sehingga harapan kita bersama untuk mewujudkan banyak arbiter Indonesia yang bisa berkiprah di internasional,” katanya dalam seminar Arbitration’s Role in Shaping Future Trade Between China and Indonesia, Selasa (27/8/2024)..

Lembaga arbitrase saat ini sudah menjadi pilihan penting bagi pelaku usaha dalam menyelesaikan masalah di antara mereka. Pelaksanannya didukung dengan hadirnya UU No.30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (UU APS).

Baca juga:

Namun, Saut menilai UU APS belum mengatur rinci beberapa hal serta sudah tidak relevan lagi untuk kondisi saat ini. Namun, ia mengakui UU APS telah mendukung pelaksanaan arbitrase. Misalnya pembatalan arbitrase, eksekusi terhadap putusan arbitrase asing, sengketa arbitrase, hak ingkar, hingga sita jaminan.

“Menyikapi hal tersebut, Mahkamah Agung (MA) menerbitkan Peraturan MA (Perma) yang tertuang dalam Perma No. 3 Tahun 2023 tentang Tata Cara Penunjukan Arbiter oleh Pengadilan, Hak Ingkar, Pemeriksaan Permohonan Pelaksanaan dan Pembatalan Putusan Arbitrase,” jelas Saut.

Perma tersebut termuat aturan mulai dari soal hak ingkar, pemeriksaan, hingga pembatalan putusan arbitrase yang telah diatur secara detail dalam Perma tersebut. Perma tersebut juga mendefinisikan hal yang penting, terutama soal putusan arbitrase asing. Definisi ini sering kali menjadi persoalan bagi hakim mengenai terjemahan soal ketertiban umum.

“Perma ini memberikan tafsir dan makna soal ketertiban umum, agar hakim tidak lagi mencari ditempat lain. Sehingga adanya keseragaman ketika ada permohonan mengenai pelaksanaan arbitrase asing,” jelas Saut.

Di dalam Perma ini turut mengatur tentang waktu pelaksanaan pembatalan putusan arbitrase yang hanya diputus dalam 30 hari kerja. Saut mengatakan, sejak tahun 2015 hingga 2024 ada 48 perkara di Jakarta Selatan terkait permohonan pembatalan putusan arbitrase. Dari 48 perkara, hanya 22 perkara yang diajukan banding ke MA.

Kemudian, dari 22 perkara tersebut tidak lebih dari 2 perkara yang dikabulkan MA. Hal ini menurut Saut karena rata-rata perkara yang diajukan banding ke MA tidak memenuhi prosedur pembatalan putusan arbitrase. Akibatnya banyak advokat yang tetap memaksa upaya hukum lain. “Padahal di Perma sudah jelas dikatakan bahwa putusan penolakan oleh hakim, tidak ada upaya hukum lain lagi karena putusannya final dan binding,” lugasnya.

Adanya perkara arbitrase yang cukup banyak diajukan ke MA tidak memastikan bahwa tingkat kepatuhan pelaku usaha terhadap putusan arbitrase sudah baik. Saut mengatakan hal tersebut belum tentu demikian. Namun, ia optimis hal tersebut pertanda bahwa tingkat kepatuhan pengusaha memang meningkat.

Susanti Arsi Wibawani, Hakim di Pengadilan Jakarta Pusat mengatakan kompetensi arbiter perlu terus dikembangkan sejalan perkembangan ekonomi. Perkembangan ini khususnya perdagangan internasional yang kini telah memasuki rezim perdagangan bebas.

Tidak menutup kemungkinan dalam setiap kerja sama akan terjadi perselisihan di bidang ekonomi dan perdagangan. Penyelesaian ini bisa diselesaikan dengan proses litigasi maupun nonlitigasi, salah satunya dengan arbitrase.

“Saat ini Pengadilan Jakarta Pusat menjadi satu-satunya yang berwenang mengeksekusi putusan arbitrase internasional, sedangkan Pengadilan Agama Jakarta Pusat sebagai satu-satunya yang berwenang melaksanakan eksekusi arbitrase syariah internasional,” jelas Susanti.

PN Jakarta Pusat menerima sebanyak pendaftaran 13 putusan arbitrase nasional serta 5 putusanarbitrase internasional sepanjang tahun 2022 , pada tahun 2023 sebanyak 12 putusan, dan pada tahun 2024 adalah 5 putusan.

Tags:

Berita Terkait