Hakim Anggap Lucas Aktor Intelektual Halangi Penyidikan Eddy Sindoro
Utama

Hakim Anggap Lucas Aktor Intelektual Halangi Penyidikan Eddy Sindoro

Semua unsur halangi penyidikan terbukti. Terdakwa nyatakan banding.

Aji Prasetyo
Bacaan 2 Menit
Lucas (kemeja biru) di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (20/3). Foto: RES
Lucas (kemeja biru) di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (20/3). Foto: RES

Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada PN Jakarta Pusat menghukum Lucas pidana penjara selama 7 tahun dan denda Rp600 juta. Apabila denda tidak dibayar, hukuman diganti dengan pidana kurungan selama 6 bulan. Majelis hakim menilai pria yang berprofesi sebagai advokat itu, terbukti menghalangi proses penyidikan KPK terhadap Eddy Sindoro. Eddy sendiri sudah disidangkan dalam perkara korupsi secara terpisah. Hukuman itu lebih rendah dari tuntutan jaksa, yang sebelumnya menuntut hukuman 12 tahun penjara.

Majelis menekankan bahwa terdakwa Lucas terbukti merintangi penyidikan secara bersama-sama. Perbuatan terdakwa melanggar Pasal 21 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001. "Mengadili, menyatakan Terdakwa Lucas terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana dengan sengaja bersama-sama merintangi penyidikan tindak pidana korupsi atas nama Eddy Sindoro," tegas ketua majelis hakim, Franky Tambuwun, di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (20/3).

Sebagai faktor yang memberatkan, majelis menganggap Lucas tidak jujur selama proses persidangan, dan perbuatannya bertentangan dengan program pemerintah dalam pemberantasan korupsi. Dalam pertimbangan meringankan, majelis berpendapat terdakwa belum pernah dihukum dan mempunyai tanggungan keluarga. Sebelumnya, jaksa menuntut maksimal lantaran tak melihat ada unsur meringankan bagi terdakwa.

(Baca juga: Lucas Singgung Adagium Hukum Ini dalam Pledoi).

Salah satu bagian yang menarik dari putusan ini adalah pada saat hakim anggota Emilia Djajasubagdja membacakan unsur Pasal 55 ayat (1) mengenai perbuatan pidana yang dilakukan secara bersama-sama. Majelis menganggap terdakwa sebagai aktor intelektual dalam perkara ini.

"Terdakwa termasuk dalam kualifikasi pelaku intelektual (intellectual dader atau master mind) yang turut serta dalam mewujudkan delik, sedangkan Dina Soraya (Sekretaris PT Gajendra Adhi Sakti-- red) adalah orang yang menjalankan perintah atau permintaan terdakwa dengan cara mengkoordinir orang-orang yang mempunyai kedudukan tertentu di Bandara Soekarno Hatta," urai majelis.

Ini berarti majelis satu pandangan dengan penuntut umum yang sebelumnya telah menyatakan Lucas sebagai aktor intelektual. Argumentasi penuntut umum dalam uraian unsur-unsur tindak pidana banyak diamini majelis hakim. Seperti uraian perbuatan Lucas dalam pasal penyertaan KUHP. Menurut majelis hakim, seperti dibacakan hakim Emilia, pada 4 Desember 2016 Lucas menghubungi seseorang bernama Alexander Mulia Oen. Dalam percakapan tersebut Lucas menyampaikan informasi bahwa Eddy Sindoro telah masuk dalam daftar pencarian orang (DPO), dan memerintahkan untuk mendengarkan pembicaraannya dengan Eddy.

Di tengah-tengah pembicaraan antara Lucas dengan Alexander Mulia, Eddy menghubungi Lucas dengan aplikasi FaceTime. Dalam komunikasi itu, Lucas menyampaikan saran kepada Eddy Sindoro. Pertama, saran agar mantan Presiden Komisaris Lippo Group ini melepaskan status kewarganegaraan Indonesia dan memilih menjadi warga negara salah satu negara di Amerika Latin atau di British Virgin Island, dengan maksud agar tidak dikejar lagi oleh aparat penegak hukum Indonesia yang dalam hal ini adalah KPK. Dalam proses komunikasi, Lucas diduga bersedia membantunya.

Kedua, Eddy Sindoro sebenarnya menginginkan kembali ke Indonesia demi alasan keluarga. Tetapi terdakwa menyebut dampak kepulangannya berdampak pada bisnis Lippo Group. “Meskipun Eddy Sindoro menginginkan kembali ke Indonesia dan menghadapi proses hukumnya di KPK, namun Terdakwa justru menyarankan Eddy Sindoro tidak kembali ke Indonesia karena akibat atau damage-nya besar sekali, akan ribut, dan pasti James Riady ikut terbawa-terbawa terus, sehingga menjadi tambah ramai,” terang hakim.

Saran ketiga, Lucas mengusulkan Eddy Sindoro mencabut paspor Indonesia, agar bebas dapat pergi ke manapun, dan menunggu setelah 12 tahun agar perkaranya lewat waktu atau kadaluarsa. Jika Eddy masih berstatus sebagai WNI, KPK akan tetap dapat mengejarnya untuk dimintai pertanggungjawaban secara hukum. Ia juga mencontohkan hal yang serupa dalam kasus Astro yang pelakunya orang asing.

Untuk menghindarkan diri dari proses penyidikan di KPK, sesuai saran Lucas, Eddy dibantu Chua Chwee Chye alias Jimmy alias Lie membuat paspor palsu Republik Dominika atas nama Eddy Handoyo Sindoro. Namun ia ditangkap petugas imigrasi Malaysia saat hendak pergi ke Bangkok Thailand. Otoritas Malaysia menemukan paspor palsu itu.

Ketika Eddy Sindoro akan dipulangkan otoritas Malaysia ke Indonesia, Lucas meminta bantuan Dina Soraya untuk berkoordinasi dengan petugas bandara agar ketika Eddy, Michael Sindoro dan Jimmy mendarat langsung dapat melanjutkan penerbangan ke Bangkok tanpa melalui proses pemeriksaan Imigrasi Indonesia. Dina lantas meminta bantuan sejumlah pihak seperti petugas bandara, juga pihak maskapai penerbangan. Sementara uang operasional untuk mengurus rencana tersebut diambil Dina dari staf Lucas bernama Stephen Sinarto sebesar Sin$46 ribu dan Rp50 juta.

Selanjutnya setelah Eddy Sindoro keluar dari Indonesia tanpa pemeriksaan Imigrasi. Bersamaan dengan keberangkatan tersebut ia meminta Dina Soraya untuk mengirim foto kepada terdakwa karena ingin melihat foto terkini Eddy Sindoro.

(Baca juga: Jaksa Tuntut Maksimal Advokat Ini, Apa Alasannya?).

Diuraikan majeis hakim, guna memenuhi permintaan terdakwa, Dina Soraya mengirimkan foto Eddy Sindoro bersama Chua Cwee Chye alias Jimmy alias Lie yang sedang menunggu penerbangan ke Bangkok. Selain itu terdakwa menerima laporan dari Dina Soraya mengenai proses penerbangan Eddy Sindoro ke Bangkok yang diterima melalui sarana pesan elektronik dalam bentuk foto, pesan teks dan video yaitu laporan mengenai jadwal keberangkatan pesawat menuju Bangkok. “Semua dikirimkan melalui akun Facetime terdakwa yaitu [email protected]," pungkasnya.

Berdasarkan fakta hukum tersebut, menurut hakim, tampak ada kerjasama yang dilakukan terdakwa dengan Dina Soraya untuk mengkondisikan Eddy Sindoro agar masuk dan keluar indonesia tanpa pemeriksaan imigrasi. Alhasil, keberangkatan itu tidak tercatat dalam data pemeriksaan keimigrasian. Akhirnya penyidik tidak dapat memantau perlintasan Eddy Sindoro yang berujung pada terintanginya penyidik untuk melakukan pemeriksaan dan tindakan hukum lainnya terhadap Eddy Sindoro.

Atas pertimbangan itu, majelis berkesimpulan telah terbukti ada kerjasama yang erat dan sadar yang dilakukan Lucas dengan Dina Soraya, kerjasama tersebut menunjukkan adanya kesatuan kehendak dan kesatuan perbuatan fisik. Kesatuan kehendak agar Eddy Sindoro dapat langsung ke Bangkok tanpa pemeriksaan fisik dan kesatuan perbuatan fisik yakni terdakwa langsung komunikasi dengan Eddy Sindoro agar tidak kembali ke Indonesia serta memberi sejumlah uang yang memerintahkan Dina Soraya untuk mengkondisikan hal tersebut.

Banding

Dalam uraiannya, majeis mempertimbangkan bukti-bukti yang diajukan. Tetapi tak semua pandangan ahli yang dihadirkan dipertimbangkan majelis, termasuk tiga ahli yang  dihadirkan terdakwa, yakni ahli hukum administrasi negara I Gede Panca Astawa, ahli hukum pidana Muzakkir, dan ahli digital forensik Ruby Zukri Alamsyah.

Sebaliknya majelis mempertimbangkan ahli forensik akustik yang dihadirkan KPK. Dhany Arifianto, ahli forensic akustik dimaksud, dalam keterangannya menyebut rekaman sadapan suara yang sempat diputar di persidangan otentik suara Lucas dan Eddy Sindoro. Atas keterangan inilah majelis berkeyakinan rekaman suara yang salah satunya menyarankan agar Eddy mengubah kewarganegaraan merupakan suara Lucas.

(Baca juga: Bahasa Hukum: ‘Forensik Akustik’, Jalan Menuju Pembuktian Similaritas Suara dalam Tindak Pidana).

Tetapi ada satu permintaan Lucas yang dikabulkan majelis hakim yaitu berkaitan dengan pemblokiran sekitar 14 rekening miliknya. "Adapun rekening terdakwa yang diblokir nomor 1-14. Menimbang mengenai rekening milik terdakwa yang diblokir oleh penyidik KPK tersebut menurut pendapat majelis karena tidak ada hubungan dengan perkara a quo maka cukup beralasan majelis hakim memerintahkan penuntut umum membuka blokir atas rekening milik terdakwa," pungkas hakim.

Meskipun permohonan buka pemblokiran rekeningnya dikabulkan, tetapi hal ini belum bisa membuat Lucas merasakan keadilan. Sesudah berkonsultasi dengan kuasa hukumnya, sambil berdiri ia menyatakan melawan putusan Pengadilan Tipikor ke tingkat yang lebih tinggi.

"Satu hari pun (dihukum), saya nyatakan banding. Saya menghormati majelis sebagai Wakil Tuhan, tapi saya melihat tidak ada pertimbangan sama sekali menyangkut bukti persidangan, fakta persidangan. Yang ditimbang adalah semua tuntutan dari jaksa, dakwaan jaksa diadopsi semuanya," tegas Lucas.

Ia berpendapat banyak fakta persidangan yang diabaikan majelis hakim. Misalnya,  sadapan melalui aplikasi FaceTime bukan suaranya. Hal ini diperkuat dengan kesaksian Stephen Sinarto dan Michael Sindoro. Kedua orang ini memang mencabut keterangan pada Berita Pemeriksaan Acara (BAP) pada saat proses penyidikan yang menyebut pernah dihubungi Lucas melalui aplikasi FaceTime.

Stephen pada proses penyidikan mengaku pernah dihubungi Lucas melalui aplikasi tersebut dan menyuruhnya menyerahkan bungkusan yang diketahui berisi uang kepada Dina sebagai biaya operasional mengurus Eddy Sindoro agar bisa lolos pemeriksaan imigrasi dan kembali lagi ke Thailand. Tapi dalam persidangan ia mengaku perintah itu datang dari Jimmy, bukan Lucas.

Saksi Michael Sindoro  dalam BAP mengatakan bahwa Lucas beberapa kali menghubunginya dan menanyakan mengenai kondisi Eddy Sindoro saat berada di Malaysia. Lucas juga menanyakan kelanjutan proses hukum di Malaysia saat Eddy Sindoro ditangkap pihak imigrasi Malaysia karena menggunakan paspor palsu dan komunikasi itu dilakukan melalui FaceTime. Tapi Michael meralat dengan alasan setelah menonton Youtube, suara itu bukan Lucas, melainkan Jimmy.

Berkaitan dengan kesaksian Stephen, majelis beranggapan pencabutan BAP tidak dapat diterima karena tidak mempunyai alasan yang jelas. Apalagi dalam proses penyidikan yang dilakukan tanpa adanya paksaan. Menurut majelis saksi Stephen mengaku semua itu dilakukan atas perintah Lucas.

Pandangan majelis ini dikritik terdakwa. “Semua komunikasi FaceTime, kenapa dengan itu saya dituduh begitu saja. Jadi saya kecewa luar biasa, saya mengharapkan sebagai benteng peradilan Yang Mulia, walaupun saya tetap menghormati. Jadi saya menolak putusan ini, ini keliru benar, saya menyatakan banding untuk mempertahankan hak saya. Tapi ya sudahlah, pertanggungjawaban ini pada akhirat besok, saya merasa tidak sama sekali. Itu mohon maaf Yang Mulia," jelas Lucas. Sementara penuntut umum KPK menyatakan pikir-pikir atas putusan ini.

Tags:

Berita Terkait