Hakim Agung Pilihan DPR Sejalan Sistem Kamar
Utama

Hakim Agung Pilihan DPR Sejalan Sistem Kamar

Politisi PDIP Gayus Lumbuun termasuk salah satu hakim agung yang terpilih.

Ali Salmande
Bacaan 2 Menit
Gayus Lumbuun berhasil lolos dalam seleksi hakim  agung 2011. Foto: Sgp
Gayus Lumbuun berhasil lolos dalam seleksi hakim agung 2011. Foto: Sgp

Uji kelayakan dan kepatutan 18 calon hakim agung resmi berakhir. Komisi III DPR telah memilih enam hakim agung teranyar. Anggota Komisi III dari PPP Ahmad Yani mengatakan rekan-rekannya sudah berupaya maksimal untuk memilih hakim agung sesuai dengan kebutuhan Mahkamah Agung (MA) untuk menerapkan sistem kamar. “Kami mengacu ke sistem kamar,” ujarnya usai pemilihan enam hakim agung di ruang rapat Komisi III, Kamis (29/9).

 

Enam hakim agung yang terpilih, berikut dengan spesifikasi keahliannya, adalah Suhadi (pidana), Gayus Lumbuun (pidana), Andi Samsan (pidana), Dudu Duswara (pidana), Nurul Elmiyah (perdata), dan Hary Djatmiko (pajak/tata usaha negara).

 

“Ada calon yang cukup baik, seperti Ibu Husnaini, pemaparannya cukup bagus dan memukau, tapi karena dia berlatar belakang hakim agama, maka tak banyak yang memilih. Karena hakim berlatar belakang agama di MA sudah berlebih dari perkara agama yang masuk ke MA. Mungkin ini jadi pertimbangan anggota yang lain,” ujarnya. 

 

Sebelumnya, Sekretaris MA Rum Nessa menjelaskan saat ini perkara yang paling banyak mampir ke MA adalah perkara perdata. Selanjutnya adalah perkara pidana. “MA membutuhkan hakim-hakim di bidang perdata khusus dan pidana khusus,” jelasnya kepada wartawan beberapa waktu lalu.

 

Yani menjelaskan dari lima hakim agung yang terpilih memang berlatar belakang pidana dan perdata. Hanya satu, Hary Djatmiko yang berlatar belakang tata usaha negara/pajak. Namun, lanjutnya, spesifikasi keahlian Hary sebagai hakim pajak juga dibutuhkan di MA untuk menangani perkara-perkara pajak yang masuk.

 

Ketua Komisi III Benny K Harman justru membantah bila pilihan Komisi III ini diniatkan untuk mendukung sistem kamar penanganan perkara di MA. Adanya lima hakim berlatar belakang pidana dan perdata yang terpilih karena memang didukung kemampuan yang mereka miliki.

 

“Kami tak tahu kebutuhan MA seperti apa. Kami sudah minta berkali-kali untuk rapat konsultasi tidak dilayani. Padahal, kami ingin menanyakan kebutuhan MA untuk menunjang sistem kamar itu seperti apa,” ungkapnya.

 

Anggota Komisi III dari Partai Gerindra Martin Hutabarat juga menyerahkan sepenuhnya kepada MA terkait hakim-hakim agung yang telah terpilih ini. “Sekarang semua terpulang ke MA untuk dimanfaatkan. Tapi, saya menduga MA tak akan terlalu happy karena jumlah hakim non karier lebih banyak dari karier yang hanya dua orang,” jelasnya.

 

Gayus Diragukan

Peneliti Hukum Indonesia Corruption Watch (ICW) Donal Fariz menyoroti terpihnya politisi PDIP Gayus Lumbuun sebagai hakim agung. Menurutnya, Gayus memiliki beban moral yang lebih berat dibanding hakim agung terpilih yang lainnya. Pasalnya, posisi Gayus sebagai politisi yang berpindah menjadi penegak hukum bisa membuat publik meragukan independensi dan imparsialitasnya.

 

“Di situlah tugas berat Gayus. Langkah yang harus dilakukan adalah membuktikan kepada publik bahwa ia bukanlah titipan partai politik tertentu. Ketika masuk MA, dia tak punya kepentingan apa pun,” tegas Donal.

 

Lebih lanjut, Donal menyarankan agar Gayus mengambil jarak dengan para koleganya ketika dia berada di DPR. Selain itu, Gayus sebaiknya tak menangani kasus-kasus hukum yang melibatkan para politisi.

 

“Itu memang kewenangan Ketua MA (untuk memilih perkara), tapi lebih tepat jika ia yang memulai lebih dahulu untuk membuktikan komitmennya,” pungkas Donal.

Tags: