Hakim Agung Ingatkan Pentingnya Asas Ini dalam Menangani Perkara Lingkungan Hidup
Terbaru

Hakim Agung Ingatkan Pentingnya Asas Ini dalam Menangani Perkara Lingkungan Hidup

Dalam kasus lingkungan hidup sejatinya hakim adalah korban langsung atau tidak langsung dari kerusakan atau pencemaran lingkungan. Asas in Dubio Pro Natura menjadi penting.

Ady Thea DA
Bacaan 2 Menit
Hukumonline
Hukumonline

Tidak mudah bagi hakim dalam menangani perkara lingkungan hidup karena kasusnya tergolong rumit. Sebagai upaya mendorong agar hakim yang menangani perkara lingkungan hidup memiliki pemahaman yang baik sejak 2011 Mahkamah Agung bekerja sama dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menggelar sertifikasi bagi hakim yang menangani perkara lingkungan. Peran hakim sangat penting karena putusannya bisa berkontribusi terhadap perkembangan hukum lingkungan hidup.

Hakim Agung Kamar Perdata, Nani Indrawati, mengatakan putusan hakim adalah suatu pernyataan hakim sebagai pejabat negara yang diucapkan di persidangan dengan tujuan untuk mengakhiri atau menyelesaikan suatu perkara atau sengketa para pihak. Ketentuan itu diatur pasal 178 HIR/189 Rbg. Selain itu pasal 4 ayat (1) UU No.48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman menyebut kewajiban hakim untuk bersikap adil terhadap pihak-pihak yang berperkara dan tidak memihak.

Masih dalam UU Kekuasaan Kehakiman, Nani menjelaskan kewajiban hakim untuk menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat. Bahkan sebagaimana pasal 178 ayat (1) HIR/pasal 189 ayat (1) Rbg hakim wajib mencukupkan segala alasan hukum yang tidak dikemukakan para pihak yang berperkara.

Baca juga:

“Putusan hakim harus memuat 3 hal esensial yakni keadilan, kemanfaatan, dan kepastian hukum,” kata Nani dalam acara Peluncuran Portal Putusan I-Lead dan Diskusi Publik Pengaruh Putusan Pengadilan Terhadap Pembaruan Hukum Lingkungan Hidup yang digelar ICEL di Jakarta, Kamis (26/1/2023) lalu.

Putusan hakim harus memuat alasan dan dasar putusan, memuat pasal tertentu dari peraturan perundang-undangan atau sumber hukum tak tertulis yang dijadikan dasar untuk mengadili. Kemudian putusan hakim tidak boleh mengabulkan maupun melebihi tuntutan yang dikemukakan dalam gugatan (ultra petitum partium).

Kendati hakim tidak boleh memihak (impartiality) dalam mengadili suatu perkara tapi Nani menegaskan dalam kasus lingkungan hidup sejatinya hakim adalah korban langsung atau tidak langsung dari kerusakan atau pencemaran lingkungan. Mengingat hal itu berdampak buruk pada bumi sebagai “rumah” tempat tinggal bersama. “Sehingga asas in dubio pro natura yaitu keberpihakan hakim terhadap alam/bumi adalah sangat relevan,” tegasnya.

Nani mengingatkan pengadilan adalah pertahanan terakhir dalam kelestarian lingkungan dan memerangi pemanasan global. Oleh karena itu sangat diperlukan pemahaman yang lebih baik tentang masalah lingkungan, bukti ilmiah dan peraturan perundangan-undangan terkait lingkungan serta HAM, intepretasi UU, analisis hukum serta penulisan putusan yang benar.

Peningkatan kapasitas hakim dalam mengadili kasus-kasus lingkungan hidup, pertimbangan hukum tentang HAM terkait hak untuk memperoleh lingkungan yang baik dan sehat berkaitan dengan perlindungan terhadap lingkungan untuk warga negara Indonesia dan umat manusia pada umumnya. Hakim lingkungan hidup wajib mengikuti perkembangan kasus lingkungan hidup baik di tingkat nasional dan internasional.

“Konsistensi penerapan hukum lingkungan yang dilakukan secara efektif dan

dapat diprediksinya putusan Hakim, menjadi harapan bagi kehidupan

masyarakat Indonesia dalam jangka panjang untuk mewujudkan keadilan

Lingkungan,” imbuh Nani.

Tags:

Berita Terkait