Hakim: Penyidik KPK Bisa Hitung Kerugian Negara Sendiri
Berita

Hakim: Penyidik KPK Bisa Hitung Kerugian Negara Sendiri

Pengacara mempertanyakan mengapa KPK yang biasa menggunakan BPK beralih menggunakan BPKP dalam kasus SDA.

NOV
Bacaan 2 Menit
Mantan Menteri Agama, Suryadharma Ali di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (21/9). Foto: RES.
Mantan Menteri Agama, Suryadharma Ali di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (21/9). Foto: RES.

Ketua majelis hakim Aswidjon menyatakan eksepsi mantan Menteri Agama Suryadharma Ali dan tim pengacaranya tidak dapat diterima. Pasalnya, keberatan yang disampaikan pihak Suryadharma tidak termasuk ruang lingkup eksepsi. Sehingga, surat dakwaan penuntut umum KPK telah memenuhi  ketentuan Pasal 143 ayat 2 KUHAP.

Salah satu materi keberatan yang dikemukakan pengacara Suryadharma dalam eksepsinya adalah Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) tidak berwenang menghitung kerugian negara. Pengacara menganggap lembaga yang berwenang menghitung kerugian negara hanya Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Namun, menurut Aswidjon, BPK bukan satu-satunya lembaga yang berwenang melakukan audit penghitungan kerugian negara dalam rangka pembuktian suatu tindak pidana korupsi. Akan tetapi, penghitungan kerugian negara juga dapat dilakukan oleh ahli lainnya, seperti akuntan publik, demikian juga BPKP atas permintaan dari penyidik.

"Bahkan, apabila penyidik dan penuntut umum memiliki kemampuan untuk melakukan penghitungan, juga dapat menghitung sendiri kerugian negara akibat perbuatan korupsi. Hal tersebut juga telah dipertegas dengan putusan Mahkamah Konstitusi tanggal 24 Oktober 2012," katanya saat membacakan putusan sela di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (21/9).

Aswidjon menjelaskan, putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tanggal 24 Oktober 2012 itu membenarkan bahwa KPK bukan hanya dapat berkoordinasi dengan BPK dan BPKP dalam rangka pembuktian tindak pidana korupsi, melainkan dapat pula berkoordinasi dengan instansi lain. Bahkan, KPK bisa membuktikan sendiri atau mengundang ahli.

Oleh karena itu, Aswidjon berpendapat, keberatan pengacara Suryadharma tidak beralasan hukum, sehingga sudah sepatutnya dinyatakan tidak dapat diterima. Begitu pula dengan materi eksepsi lainnya, seperti kiswah, peran para pelaku turut serta, dan tidak disebutkannya nama anggota Panja Komisi VIII DPR pemberi rekomendasi dalam dakwaan.

"Tidak dimasukannya nama-nama Panja Komisi VIII DPR sebagai pemberi rekomendasi untuk menjadi petugas PPIH tidak menjadikan dakwaan kabur. Ada atau tidaknya pihak lain yang diuntungkan juga masih perlu dibuktikan. Hal itu sudah memasuki pokok perkara, sehingga harus dibuktikan dalam pokok perkara di persidangan," ujarnya.

Dengan demikian, Aswidjon mengatakan, surat dakwaan penuntut umum sah karena telah disusun secara cermat, jelas, dan lengkap, serta telah memenuhi syarat formal dan materil sebagaimana ketentuan Pasal 143 ayat (2) KUHAP. Majelis memerintahkan penuntut umum untuk melanjutkan pemeriksaan pokok perkara.

Pengacara Suryadharma, Andreas Nahot Silitonga menilai, pernyataan majelis yang menyebutkan BPK bukan satu-satunya lembaga yang berwenang menghitung kerugian negara bertentangan dengan UUD 1945. Sebab, sesuai UUD 1945, satu-satunya lembaga yang boleh melakukan penghitungan kerugian negara adalah BPK.

Andreas mengatakan penghitungan kerugian negara harus dilakukan oleh lembaga yang objektif. Apabila penyidik yang melakukan penghitungan kerugian, tentu akan sangat diragukan objektifitasnya. Sebagaimana diketahui, fungsi dari penyidik adalah untuk mencari kesalahan yang dilakukan tersangka.

"Pasti dia akan mengatur sesuatu untuk mendukung apa yang dia cari. Nah, sekarang yang jadi pertanyaan, kenapa kok tiba-tiba KPK bergeser dari yang semula (pakai) BPK menjadi BPKP? Apa sesulit itu minta perhitungan kerugian negara ke BPK? Kenapa nggak dilakukan BPK saja kalau dia bilang sama saja? Kenapa harus ke BPKP?" tuturnya.

Andreas menduga KPK lebih memilih BPKP karena BPKP hanya menghitung berdasarkan angka-angka. Sementara, BPK juga melihat apakah ada perbuatan melawan hukum atau tidak. "Sehingga mereka cari yang gampangnya saja, hitung sendiri atau BPKP yang tidak mempertanyakan perbuatan melawan hukumnya," tandasnya.

Tags:

Berita Terkait