Hak Pilih Keturunan PKI di Pemilu 2004 Menunggu Putusan MK
Berita

Hak Pilih Keturunan PKI di Pemilu 2004 Menunggu Putusan MK

Seorang calon anggota legislatif dari Partai Amanat Nasional dilaporkan ke Panwaslu Medan karena dituduh terlibat PKI. Tetapi sang caleg membantah. Lalu, bagaimana nasib keluarga yang dicap terlibat komunis menjelang pemilu 2004?

Mys
Bacaan 2 Menit
Hak Pilih Keturunan PKI di Pemilu 2004 Menunggu Putusan MK
Hukumonline

 

Ketentuan inilah yang membuat Payung Salenda, Gorma Hutajulu, Rhein Robby Simolang, Sri Panuju, Suyud Sukma Sendjaja dan Margondo Hardono gerah. Keenam orang ini adalah mantan tahanan politik yang ditahan dan dipenjara karena dituduh terlibat G30S/PKI. Mereka pun akhirnya menempuh upaya hukum. Bersama 22 orang lainnya, termasuk ahli politik Prof. Deliar Noer, dengan mengajukan judicial review terhadap ketentuan pasal 60 huruf g tadi ke Mahkamah Konstitusi (MK).

 

Sepanjang pemerintahan Orde Baru tak ada yang berani mengutak-atik larangan itu. Tapi kini, semuanya berubah. Deliar Noer dkk sudah mengajukan permohonan judicial review sejak 5 Juni 2003.

 

Para pemohon beralasan bahwa sejak dimasukkannya klausul pasal 650 huruf g ke dalam Undang-Undang No. 12/2003 sudah menimbulkan kontroversi. Buktinya, pasal ini merupakan satu dari sembilan pasal yang krusial, menimbulkan perdebatan panjang di DPR, dan terakhir terpaksa diputuskan lewat voting.

 

Berita acara pengambilan suara menunjukkan bahwa 153 suara setuju klausul semacam itu dicantumkan, 103 menolak, 70 suara mengusulkan perubahan dengan menghapus kalimat ‘terlibat tidak langsung', dan 1 suara abstain. Menurut para pemohon, komposisi seperti itu jelas menunjukkan bahwa suara yang menolak –mayoritas Fraksi PDI Perjuangan—dicantumkannya pasal 60 huruf g relatif cukup banyak, atau hampir sepertiga dari total suara.

 

Belum putus

Menurut Erna Ratnaningsih, salah seorang kuasa hukum pemohon, klausul larangan itu juga bertentangan dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku universal seperti Deklarasi Umum Hak Asasi Manusia 1948, pasal 25 Covenant on Civil and Political Rights 1966, dan tentu saja dengan UUD 1945, terutama pasal 28 C ayat (2), pasal 28 D ayat (1) dan ayat (3), serta pasal 28 I ayat (2).

 

Namun Erna mengakui hingga kini MK belum mengambil keputusan. Sidang terakhir dalam perkara judicial review UU No. 12/2003 berlangsung Jum'at (23/01) dengan acara pembuktian. Namun sumber hukumonline di MK membisikkan bahwa besar kemungkinan akan ada pandangan hakim konstitusi yang sejalan dengan argumentasi pemohon. Memang, keputusan akhirnya masih tergantung pada kesembilan hakim konstitusi. Merekalah yang akan menentukan apakah keturunan  yang dituduh terlibat PKI boleh menjadi anggota DPR, DPD, atau DPRD.

Ngadimun Nasib, caleg yang dilaporkan ke Panwaslu itu, sudah membantah. Wakil Ketua Pemuda Muhammadiyah Sumatera Utara ini yakin, isu terlibat PKI sengaja ditiupkan lantaran ia menjadi caleg. Toh, kasus Ngadimun memunculkan wacana tentang nasib mereka yang terlibat PKI dan keturunannya? Apakah mereka punya hak untuk dipilih menjadi anggota DPRD, misalnya?

 

Sayang, mereka terhadang pasal 60 huruf g Undang-Undang No. 12/2003 tentang Pemilihan Umum. Berdasarkan pasal tersebut ada larangan menjadi anggota DPR, DPD, DPRD Propinsi dan DPRD Kabupaten/Kota bagi mereka yang ‘bekas anggota organisasi terlarang Partai Komunis Indonesia, termasuk organisasi massanya, atau bukan orang yang terlibat langsung atau pun tak langsung dalam G30s/PKI atau organisasi terlarang lainnya'.

Tags: