Hak Cipta Sebagai Jaminan Fidusia Terhambat Sistem Valuasi
Utama

Hak Cipta Sebagai Jaminan Fidusia Terhambat Sistem Valuasi

Perlu ada revisi UU Jaminan Fidusia untuk menyesuaikan dengan karakter khusus hak cipta sebagai objek jaminan.

Normand Edwin Elnizar
Bacaan 2 Menit

 

Kenyataannya, menjadikan hak cipta sebagai objek jaminan fidusia bukan hal yang mudah dilakukan. Udin Narsudin, notaris dan PPAT di Kota Tangerang Selatan, menjelaskan bahwa sepanjang kariernya belum pernah menemukan ada upaya menjadikan benda bergerak yang tidak berwujud sebagai objek jaminan fidusia.

 

“Dalam praktiknya, selama saya jadi notaris sekitar 20 tahun, belum pernah membuat aktanya. Sulit dalam menilainya dengan uang, seperti apa?” katanya.

 

(Baca Juga: Dua Peluang Kekayaan Intelektual Indonesia di Era Kompetisi Global)

 

Udin menjelaskan hingga saat ini belum ada pedoman penilaian atas nilai ekonomis benda tidak berwujud seperti Hak Cipta. Norma tersebut dibiarkan sebatas menjadi norma dalam undang-undang tanpa ada peraturan pelaksana hingga sekarang.

 

Arief Rachmat Pramana, Kepala Grup Penelitian dan Pengembangan Hukum Sektor Jasa Keuangan dari OJK mengungkapkan hal yang sama soal sulitnya menerapkan ketentuan tersebut. Arief mengatakan di sektor perbankan cenderung menolak hak cipta sebagai jaminan fidusia karena persoalan valuasi dalam bentuk uang.

 

“Bank itu berusaha memberikan kredit agar kredit itu bisa kembali, kalau kekayaan intelektual itu bagaimana cara menilainya?” kata Arief.

 

Hal lain yang belum jelas adalah cara eksekusi. “Kalau kreditnya bermasalah, bagaimana eksekusinya atas hak cipta?” Arief menambahkan. Pada akhirnya, perbankan di Indonesia tidak bersedia memberikan pembiayaan dengan jaminan hak cipta.

 

(Baca juga: Dirjen KI Targetkan 1000 Pendaftaran Indikasi Geografis dalam Negeri, Peluang Baru Konsultan HKI?)

Tags:

Berita Terkait