Hak Bereskpresi Masyarakat Hukum Adat Dilindungi Instrumen HAM
Terbaru

Hak Bereskpresi Masyarakat Hukum Adat Dilindungi Instrumen HAM

Hak berekspresi dilindungi dalam Konstitusi, UU No.39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, dan berbagai instrumen HAM internasional.

Ady Thea DA
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi masyarakat hukum adat
Ilustrasi masyarakat hukum adat

Indonesia memiliki banyak masyarakat hukum adat yang tersebar di berbagai wilayah. Keberadaan masyarakat hukum adat kerap mengalami ancaman, terutama terkait wilayah adat mereka. Komnas HAM menekankan pentingnya peran media dalam mendukung perjuangan hak-hak masyarakat hukum adat karena menjadi kanal dalam berekspresi.

Plt Kabiro Dukungan Pemajuan HAM Komnas HAM, Mimin Dwi Hartono, mengatakan hak berekspresi masyarakat hukum adat dilindungi oleh instrumen HAM. “Hak berekspresi dilindungi dalam Konstitusi, UU No.39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, dan berbagai instrumen HAM internasional,” kata Mimin dalam sarasehan bertema “Peran Media Massa & Media Sosial dalam Mendukung Perjuangan Hak Masyarakat Adat & Sebagai Ruang Kebebasan Berpendapat di Kampung Nendali, Kab. Jayapura”, Rabu (26/10/2022) sebagaimana dikutip laman komnasham.go.id, Sabtu (29/10/2022).

Lebih lanjut, Mimin menjelaskan Komnas HAM telah menerbitkan Standar Norma dan Pengaturan (SNP) tentang Hak Berpendapat dan Berekspresi sebagai instrumen perjuangan masyarakat adat dalam memperjuangkan haknya berekspresi. "Ekspresi masyarakat adat dilindungi dalam berbagai instrumen HAM, jadi jangan khawatir dalam menyampaikan ekspresinya," ujarnya.

Untuk mendapatkan simpati dan dukungan dari publik, Mimin mengusulkan perjuangan masyarakat adat harus dikemas dalam pesan yang populer, misalnya dengan memperkenalkan alam dan pangan lokal. "Jadi publik tidak hanya disuguhi dengan berita tentang konflik, tetapi juga hal-hal positif tentang kehidupan masyarakat adat," bebernya.

Dalam kesempatan yang sama, perwakilan Kemitraan Laode M Syarief menekankan keberpihakan media perlu terus didorong, terutama untuk melindungi hak-hak Masyarakat Adat. “Media harus menjadi tempat pembelajaran untuk perjuangkan hak Masyarakat Adat yang suranya kadang tidak terdengar atau tidak sampai pada media dan masyarakat umum,” katanya.

Staf Infokom Pengurus Besar AMAN, Alfa Gumilang, menyatakan media penting untuk memberikan ruang yang lebih besar bagi suara masyarakat adat yang selama ini dipinggirkan. Terlebih, ketika terjadi konflik perampasan wilayah adat oleh perusahaan atau pemerintah, suara masyarakat adat kerap tak mendapatkan porsi yang baik.

“Hanya ada beberapa media yang secara konsisten memberikan ruang yang cukup baik bagi suara Masyarakat Adat,” ucapnya.

Alfa menyebut karena alasan itu masyarakat adat kerap menggunakan media sosial sebagai ruang untuk menyuarakan masalah-masalah yang dihadapi. Dia juga melihat dukungan publik terhadap beragam isu terkait masyarakat adat belum masif, khususnya agenda pengesahan RUU Masyarakat Adat.

Menurut Alfa, RUU Masyarakat Adat penting segera disahkan sebagai upaya untuk melindungi masyarakat hukum adat dan wilayahnya. Tercatat setidaknya sudah 12 tahun RUU Masyarakat Adat di DPR dan belum tuntas.

Tim Development Dialogue Asia, Mardiyah Chamim, mengatakan peran media sosial bisa menjadi senjata lain dari perjuangan masyarakat adat. “Kita perlu gunakan semua senjata: media arus utama dan media sosial. Keduanya punya karakter. Media arus utama bisa ke advokasi yang terarah dan media sosial mengajak publik untuk dukung atau peduli dengan apa yang dialami Masyarakat Adat,” ujarnya.

Tapi perlu diingat, ruang terbuka untuk melakukan kampanye di media sosial bukan tanpa masalah. Mereka yang bersuara di media sosial masih terus dibayangi oleh UU ITE yang bisa kapan saja menjerat masyarakat adat yang bersuara kritis. Padahal, bersuara di media sosial merupakan bagian dari kebebasan berpendapat dan berekspresi.

Tags:

Berita Terkait