Hadapi MEA, Perbankan Nasional Perlu Strategi Khusus
Berita

Hadapi MEA, Perbankan Nasional Perlu Strategi Khusus

Misalnya dengan mengembangkan produk-produk keuangan sesuai kebutuhan konsumen.

FAT
Bacaan 2 Menit
Logo Perbanas. Foto: perbanas.org
Logo Perbanas. Foto: perbanas.org
Perlu ada strategi khusus dalam menghadapi berlakunya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) pada 2015 dan untuk sektor perbankan pada tahun 2020. Perhimpunan Bank Nasional (Perbanas) menyatakan, strategi khusus tersebut bertujuan untuk menghadapi ketatnya persaingan perbankan asing.

"Bank hadapi kompetisi yang kuat apalagi menghadapi MEA. Kompetisi yang ketat untuk 20-30 tahun ke depan, terutama ketersediaan dana," kata Wakil Ketua Umum Perbanas, Farid Rahman, saat acara IDC Financial Insights Financial Services Summit 2014, di Jakarta, Selasa (9/9).

Farid mengatakan, strategi khusus yang bisa dilakukan perbankan nasional tersebut dengan mengembangkan produk-produk keuangan sesuai dengan kebutuhan konsumen. Pengembangan produk ini harus sejalan dengan semakin majunya teknologi di bidang perbankan.

Ia yakin dengan cara seperti ini profit yang diperoleh dari keterbukaan pasar bisa mudah diraih. Atas dasar itu, perbankan nasional harus segera menyesuaikan diri dengan perkembangan teknologi yang semakin canggih. "Lembaga keuangan harus terbuka terhadap perubahan dan adaptasi strateginya," katanya.

Jika cara tersebut terus dilakukan perbankan nasional, Farid yakin, pertumbuhan perbankan domestik bisa terus menunjukkan angka yang positif. "Saya yakin, pertumbuhan perbankan di Indonesia masih positif meski perekonomian global masih melambat. Hal ini tentunya akan membantu perbankan untuk terus dapat berkembang," katanya.

Salah satu pengembangan produk yang berkaitan dengan teknologi canggih adalah program branchless banking. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) masih mencari kebijakan yang tepat terkait program ini. Salah satunya dengan mempertimbangkan bank berkategori BUKU I atau memiliki modal inti Rp100 miliar sampai Rp1 triliun untuk bisa ikut program ini.

Menurut Kepala Departemen Penelitian dan Pengaturan Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Gandjar Mustika, permodalan menjadi faktor penting bagi bank untuk menjalankan program branchless banking. Alasannya karena program tersebut membutuhkan layanan teknologi perbankan yang memadai.

"Prinsipnya yang sudah memenuhi batas minum dari risk management. Untuk Buku I kita lihat-lihat dulu," kata Gandjar di tempat yang sama.

Setidaknya, lanjut Gandjar, bank yang bisa mengikuti program branchless banking adalah perbankan yang masuk kategori BUKU II sampai BUKU IV. Meski begitu, bank berkategori BUKU I masih berpeluang mengikuti program ini jika otoritas memberikan masukan terkait dengan segi permodalannya.

"Kita bantu agar bank yang kecil ikut masuk, tentu ini kita akan bicarakan programnya baik dari segi permodalan, dari sistem pembayaran, dan ini saya sangat support," ujarnya.

Gandjar mengatakan, regulasi mengenai branchless banking ini akan diterbitkan pada akhir 2014. Ia meyakini bahwa program branchless banking ini dapat membantu penyediaan akses keuangan inklusif bagi masyarakat-masyarakat di daerah. Bukan hanya itu, program ini juga berpotensi memberikan tambahan dana bagi masyarakat yang ada di daerah.

"Program ini juga diharapkan memberi pemasukan tambahan untuk masyarakat di daerah yang nantinya akan menjadi agen sebagai pihak ketiga transaksi bank tanpa kantor," kata Gandjar.

PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk fokus menerapkan program branchless banking untuk memperluas jangkauan bisnisnya di daerah. Wakil Direktur Utama BNI Felia Salim mengatakan, hal tersebut ditandai dengan tengah disiapkan penentuan agen-agen yang akan menjadi mitra bisnis BNI.

Ia yakin, program ini dapat meningkatkan akses masyarakan Indonesia terhadap lembaga perbankan. Selama ini, akses masyarakat Indonesia ke lembaga keuangan masih terbilang rendah dibandingkan dengan negara-negara kawasan. "Untuk menjaga agar layanan menjadi luas, kami akan (menerapkan) branchless banking," pungkasnya.
Tags:

Berita Terkait